3. Kegelisahan

295 49 33
                                    

-Ketika hati tak lagi sama dengan lisan,
Aku menuai rindu dalam keheningan yang mencekam-

Hasa pov

Memiliki tetangga yang bisa melihat hantu tidak pernah aku kira akan ada dalam hidupku. Dia memiliki kemampuan yang secara waras ditolak oleh akal pikiran. Aku ingin menolak percaya bahwa kemampuannya melihat hantu ada, siapa yang percaya pada dunia tentang banyak tipu daya. Benar. Mungkin aku sudah gila, memikirkan wanita aneh itu hingga tidak bisa tidur semalam. Oke, aku tidak sedang tertarik padanya dalam arti romantic. Dia bukan tipeku. Aku hanya merasa sedikit tidak nyaman pandangannya saat menatap mataku waktu itu terlihat aneh. Aku benar-benar tidak suka seseorang berani mengusik kenyamananku. Salah satu alasan konyol yang berulang kali terpikir, jangan-jangan sesuatu di belakangku mengikuti kami sampai pulang? Hell.

Persetan dengan itu! Kenapa aku menjadi linglung sendiri hanya untuk hal-hal yang tidak pasti?!

Menghela napas kasar, aku membuang jauh-jauh pikiran gila ini. Helaan napasku sekarang terdengar seperti orang yang sedang mengeluh karena masalah berat, mungkin. Dan itu sebabnya Dosen di depan sana melihat ke arahku tajam.

"Ada masalah, Hasa? Kenapa kamu sibuk sendiri saat saya mengajar?"

Aku berdecak, Pak Hasbi berjalan mendekat ke arahku. Aku tahu dia tidak akan membiarkan mata kuliahnya diabaikan. Mengambil selembar kertas yang sejak tadi menjadi bahan pelampiasanku. Dia terlihat tidak suka setelah tahu apa yang aku lakukan pada kertas itu selama mata kuliahnya berlangsung.

Melukis wajah Jena.

Bodoh sekali.

"Apa yang kamu lakukan?! Kamu meremehkan mata kuliah saya?!" aku mengernyit, ini pertama kalinya Pak Hasbi meneriakiku. Detik berikutnya dia terlihat menetralkan emosinya sendiri sebelum kembali menatap. "Keluar! Jangan ikut mata kuliah saya hari ini!" lanjutnya penuh penekanan.

Aku mendengus kecil, tanpa disuruh dua kali aku langsung berdiri mengemasi barang-barangku. Itu perintah yang menyenangkan? Untuk apa aku tetap tinggal jika sudah tidak diingkan?

Aku membungkuk mengambil tas, lalu berjalan pergi meninggalkan mereka yang berbisik di belakang. Ini hidupku, aku bukan boneka yang bisa diatur. Aku yakin saat ini mereka sibuk memberi julukan baru untuk kelakuanku. Yeah. Mereka diam-diam bergosip di belakangku bahwa aku adalah seorang pembangkang, bajingan gila dan masih banyak lagi. Aku tidak peduli. Manusia-manusia berisik hanya pandai menilai dari cangkang begitu apa yang harus aku pusingkan.

Sebelum meninggalkan kelas sepenuhnya aku mendengar Pak Hasbi berkata bahwa aku harus ke ruangannya nanti. Aku hanya mengangkat tanganku tanpa menoleh ke belakang, kemudian menghilang di balik pintu kelas.

Oh. Dia sepupu Ayahku yang perhatian.

****

Berjalan di koridor kelas menuju kantin di lantai satu, Gavin tiba-tiba merangkul bahuku dari belakang. Sementara Rio sedang sibuk dengan earphone dan ponsel yang berisi game miliknya. Kelas mereka berbeda denganku, ini hanya kebetulan kelas mereka selesai tepat saat aku dikeluarkan dari kelas.

"Has, bagaimana? Siapa cewek yang bakal lo bawa sebagai pacar balapan?"

Pandangannya sibuk memperhatikan beberapa gadis yang lewat di sampingku sambil berkedip nakal. Aku menggeleng bosan. Dasar si bodoh ini, apa dia tidak bisa diam dengan satu pacar? Fanya terlalu tidak mengambil pusing atas kebodohan Gavin.

SECRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang