A few days ago ...
"Malam itu ... untuk pertama kalinya hatiku berdebar akibat seseorang setelah sekian lama." Mark tersenyum tipis, mengingat binar mata Donghyuck saat memandangnya dengan senyuman termanis yang pernah ia lihat di dunia ini.
Angin malam yang menerpa surainya, berteriak bersama sambil menyanyikan lagu acak dari radio mobil, saling bercanda, dan menghibur satu sama lain setelah hari yang buruk. Mengemil makanan cepat saji di tengah malam, sampai aroma campuran bunga peony dan buah leci yang lembut saat ia hendak mendekati wajah manis pemuda itu. Rasanya sangat bebas dan nyaman, hingga Mark mengingat seluruh detail mengenai malam itu.
"Lalu apa yang kamu rasakan saat itu, Minhyung?" tanya Moon Taeil, psikiater pribadi Mark.
"Senang ...." jawab Mark tanpa berpikir panjang. "Serta timbul hasrat ingin terus berada di dekatnya."
Taeil mencatat seluruh perkataan Mark dengan telaten pada buku tulisnya. Ia pun membetulkan kacamata yang bertengger di batang hidungnya, lalu menyilangkan kakinya dan melanjutkan pertanyaannya.
"Tapi apa yang menghalangi hasrat itu?"
Mark menggelengkan kepalanya, ia juga tidak tahu jawaban apa yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Taeil. "Semakin dipikirkan, aku semakin ragu dan cemas akan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika aku memutuskan untuk menjadi lebih dekat lagi dengannya."
'Bagaimana jika pada akhirnya hubungan ini akan berakhir dengan pahit seperti waktu itu?'
'Bagaimana jika Haechan mengetahui siapa aku yang sebenarnya?'
'Bagaimana jika aku tidak sanggup menghadapi pikiranku sendiri dan malah melukai Haechan suatu saat nanti?'
Mark memegang kepalanya yang mulai terasa sakit, ia berusaha untuk memikirkan hal lain tapi firasat-firasat buruk itu terus menghantuinya lagi. Sampai pada akhirnya ia merasakan sebuah tangan hangat menyentuh tangannya, Mark melihat ke arah Taeil yang sedang menenangkannya. Ia menyuruh Mark untuk meminum secangkir teh yang telah disiapkan oleh asistennya sejak sebelum sesi konsultasi Mark dimulai. Pemuda beralis camar itu pun menurutinya.
"Minhyung, coba kamu kesampingkan pikiran negatif itu sebentar. Sekarang mari kita kembali ke malam itu, pikirkan momen yang paling membuatmu merasa senang." Taeil menyandarkan Mark kembali pada kursinya. "Kamu tidak terluka dan baik-baik saja bukan saat itu? Jadi coba kamu bertanya kepada dirimu sendiri 'apa yang akan terjadi berikutnya?' dan 'apakah aku baik-baik saja dengan ini?' alih-alih langsung menarik kesimpulan dari firasat negatif yang belum tentu terjadi itu."
"Kalau kamu berhenti sekarang, bagaimana kamu bisa tahu kalau dia akan melukaimu atau malah justru sebaliknya?" tambah Taeil membuat pemuda itu terdiam dan merenungi saran yang ia berikan.
"Maka itu, alih-alih berpikir 'apakah dia akan melukaiku?' cobalah untuk terus penasaran dengan pikiran 'apakah dia bisa menyembuhkanku?'"
.
.
.
"WAAAAA!!!"
Suara tinggi melengking di telinga Donghyuck, membuatnya jauh lebih terkejut dibandingkan 'hantu' yang sedang menakuti mereka saat itu.
"Berikan senternya padaku, biar aku saja yang jalan di depan." Donghyuck mengulurkan tangannya kepada Mark yang sedang sibuk menutupi matanya.
"Tidak, biar aku temukan jalan keluar," kata Mark berusaha terdengar berani, sungguh ia sebenarnya sangat lemah terhadap hal-hal menakutkan dan gelap. Tapi gengsinya lebih besar dibandingkan pikiran rasionalnya saat itu. Donghyuck hanya mendengus pelan dan menertawai ekspresi ketakutan Mark dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND DATE | MarkHyuck
Fiksi PenggemarBerawal dari Jaemin yang merancang kencan buta untuk Donghyuck dan Jeno. Namun, Malatang Renjun membuat Jeno kena diare di hari-H. Mark yang anti-romantic pun harus menggantikan adiknya kencan buta dan malah jatuh cinta pada kaki Donghyuck. @FullSun...