Setelah jam kuliah. Regan memutuskan untuk pulang. Di sepanjang perjalanan dia terus memikirkan perkataan gadis itu.
Gue mau kita damai!
Kata-kata itu terus mengelilingi otak Regan. Dia sungguh penasaran apa maksud dari perkataan adik tiri nya.
Sesekali Regan memutar otak untuk mengambil inti-inti dari tiap katanya, namun tak satupun dia dapat.
Tadi, Regan juga sempat menatap mata gadis itu. Lagi-lagi Regan tidak bisa mendeskripsikan tujuan dan maksud kata-kata tersebut.
Regan menghela napas pasrah. Kali ini dia emang tidak mampu membaca pikiran orang, padahal dia sangat mahir dalam membaca pikiran seseorang lewat tatapan, mata, dan gerak-gerik nya.
Setelah merasa sampai. Regan segera keluar dari dalam mobil miliknya. Tak lupa dia memarkirkannya di garasi rumah.
Melangkah memasuki rumah. Lalu dia menatap jam di dinding menuju pukul 18:45. Itu pertanda sebentar lagi makan malam akan di mulai.
Regan dapat melihat beberapa pembantu rumah sudah bergegas di dapur untuk mempersiapkan makan malam. Regan juga melihat mama dan papa nya tengah berbincang serius di balik meja makan. Sesekali para pembantu meletak beberapa makanan secara perlahan. Terlihat jika kedua tidak sama sekali terganggu dengan kehadiran para pembantu. Regan berpikir jika masalah kedua orang tersebut tidak begitu serius.
berjalan mendekati mama, papa, namun dia sedikit mendengar pembicaraan.
"Udah mama bilang aja pelan-pelan sama Alyska. Jangan langsung bertindak kasar. Papa gak mau kejadian itu terulang lagi."
"Tapi pah, mama gak habis pikir sama pemikiran anak itu. Bisa-bisa nya dia lakuin itu di sekolah setelah satu Minggu libur. Emang dia gak puas."
Tanpa perlu berpikir, tentu Regan tau apa maksud dari perkataan keduanya. Mereka pasti sudah mengetahui jika gadis mungil lagaknya preman itu tengah bolos sekolah.
"Mah, pah." Sapa Regan lalu menyalami secara bergantian.
Keduanya menoleh ke arah Regan. Kemudian tersenyum. "Udah pulang bang?" Tanya Zoya basa basi sambil menerima saliman Regan.
Regan mengangguk. "Abang ke atas ya mah." Zoya dan Roby mengangguk.
Emang hubungan Zoya dan Regan tak serenggang hubungan Alyska dan Roby. Walau pada awalnya Regan sempat bersikap layaknya Alyska. Dia tidak mau menyapa, tersenyum, atau menatap ibu sambung itu. Namun lama kelamaan Regan dapat melihat dari mata gadis itu jika dia benar-benar menyayangi Regan layaknya anak sendiri. Bahkan Regan pernah melihat butik Zoya yang besar, dan parahnya tidak hanya satu melainkan lebih. Itu semakin membuat Regan berpikir jika Zoya tak seperti ibu tiri pada umumnya. Ternyata dugaan dia selama ini salah sepenuhnya.
Tiba sampai di atas. Regan langsung membuka pintu kamar. Kamar yang terlihat tak begitu besar dan tak begitu kecil. Cat dinding bewarna abu rokok, satu televisi besar menjadi penglihatan utama serta PlayStation berada di bawahnya. Ranjang tak pala besar di tambah lemari berwarna hitam pekat berada di sudut ruangan. Ada sofa kecil terletak di depan kasur. Serta dinding di penuhi dengan tiga gitar berbagai macam bentuk menempel di dinding, dan figuran lainnya.
Regan langsung membuka almet merah kebanggaan kampus. disangkutkan di balik pintu, lalu bergegas menuju kamar mandi.
Kamar Regan sangat-sangat rapi. Pria ini sangat tidak menyukai tempat kotor atau berantakan. Karena baginya jika seseorang mempunyai kamar kotor maka mental orang tersebut tidak baik. Itu menurut pemikiran nya.
Sepuluh menit berlalu. Regan keluar kamar mandi dengan menggunakan celana bokser di atas lutut dan kaos abu-abu menutupi atas. Cuma itu doang.
Regan keluar kamar dalam keadaan rambut berantakan tak di sisir. Di tambah beberapa helai menyatu jadi satu akibat basah. Sungguh berdamage.
KAMU SEDANG MEMBACA
My transmigration [END]
Novela Juvenil[BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bagaimana jika seorang mahasiswa berumur 19 tahun yang terkenal dengan pemain pria (play girl). Masuk ke dalam tubuh seorang gadis cupu yang menjadi bahan bullyan sekolahnya. Dan yang parahnya lagi gadis cupu itu s...