Alunan musik terdengar lembut mendayu memenuhi ruangan yang bernuansa retro. Sebuah rumah makan dengan jarak meja yang cukup jauh dan lampu kuning itu menambah nuansa tenang bagi para pengunjung yang terlihat penuh. Tidak terlihat meja kosong di setiap sudut ruangan.
Dari merdunya alunan musik yang menghibur setiap pengunjung itu, ada dua orang yang tidak terlalu menikmatinya. Mereka adalah Laras dan Cinta. Duduk di pojok ruangan membuat kehadiran mereka tidak begitu mencolok di antara pengunjung lainnya.
"Apa kau benar-benar mencintai Tahta?" tanya Laras setelah merasa Cinta sudah cukup tenang.
Cinta mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk. Menatap netra wanita paruh baya tersebut dengan sendu, dan mengangguk perlahan. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya. Seperti kata pepatah, sepandai-pandainya kita menyimpan bangkai, baunya tetap akan tercium juga.
"Apa yang aku dengar tadi, semuanya adalah kebenaran?" Kembali Laras melemparkan pertanyaan tanpa ekspresi.
Wanita yang masih mengenakan seragam gurunya itu kembali mengangguk. Perasaan Cinta semakin tidak karuan, jantungnya berdegup kencang. Tangan yang berada di atas paha itu saling bertaut dan merem*s satu sama lain.
Laras membuang napas panjang, sambil terus menatap Cinta dengan intens. Dia bisa melihat kegelisahan dari wanita muda yang berada di hadapannya tersebut.
"Kau mau menikahi Tahta meskipun dia tidak mencintaimu? Tante akan membantumu," ucap Laras dengan yakin.
Pernyataan Laras itu tentu saja membuat Cinta terkejut. Dia dengan cepat mengangkat wajah dan menatap tak percaya ke arah wanita paruh baya tersebut.
"A–apa maksud, Tante?
"Bukankah tadi kau bilang ingin menikah dengan Tahta? Aku bisa membuat itu terjadi."
"Tapi ... Tahta ... dia tidak akan mungkin mau, Tante." Cinta terlihat sangat putus asa.
"Itu tidak penting. Asalkan kau mau, tante bisa melakukan apapun untuk membuat Tahta dan wanita ular itu berpisah."
"Tapi ...." Cinta bingung, ragu, dan bimbang dengan jawaban yang harus dia berikan.
"Cinta, anggap saja sekarang tante sedang meminta bantuanmu. Kau bilang ingin membalas budi pada Om dan Tante, kan? Jadi anggap saja sekarang adalah waktunya. Kau tahu tujuan Tante datang ke apartemenmu hari ini?" tanya Laras dengan menatap lekat manik mata Cinta.
Cinta menggeleng. Dia sebenarnya juga bertanya-tanya apa tujuan Laras datang ke apartemennya malam-malam.
"Sebenarnya Tante memang ingin meminta bantuan darimu. Tante ingin memintamu menikah dengan Tahta, tapi tanpa sengaja melihat percakapan kalian. Tante merasa Tuhan sedang berada di pihak tante," ucap Laras dengan seulas senyum.
Namun, Cinta tidak segera menanggapi penjelasan Laras. Dia masih diam membatu menatap lekat wanita di hadapannya itu dengan tidak percaya. Pikirannya sekarang sudah benar-benar seperti benang kusut yang tidak lagi dapat dicari ujungnya. Pandangan Cinta terarah pada pekat malam di luar sana, entah kenapa hal itu membuat jantungnya berpacu semakin cepat. Rasa nyeri tiba-tiba kembali menyapa jantungnya.
Aku memang ingin menikah dengan Tahta. Sangat ingin, tapi ... kalau dengan cara seperti ini, bukankah dia akan semakin membenciku? batin Cinta dengan alis yang semakin lama semakin berkerut.
"Cinta," panggil Laras dan membuat Cinta tersadar dari lamunannya.
"Tante. Bukankah Tante juga melihat sendiri sikap Tahta tadi? Cinta takut Cinta tidak bisa memenuhi keinginan Tante. Mungkin saja Tahta akan semakin membenciku dan semakin menjauh jika Tante melakukan itu," ucap Cinta yang coba menjelaskan keraguannya.
Laras mengangkat secangkir kopi miliknya dan meneguk perlahan isi cangkir tersebut. Mata coklat yang sudah mulai muncul beberapa keriput di sekitarnya itu menatap jendela, menerawang jauh ke arah jalanan.
"Tidak ada keinginan yang berlebihan dariku. Aku hanya ingin putraku tidak tersakiti oleh wanita ular itu. Aku akan mencari bukti kebusukan wanita itu, dan kau hanya perlu bertahan dengannya selama yang kau bisa," jelasnya meyakinkan Cinta.
Laras kembali mengarahkan pandangannya pada Cinta, menggenggam tangan mungil itu dengan penuh harap. "Jika kau mau, aku tinggal meminta bantuan pada pria tua itu agar semuanya berjalan lancar."
Cinta ragu. Dia masih beradu pandang dengan Laras. Manik matanya bergetar menahan tangis. Antara perasaan bahagia karena keinginan untuk menikah dengan cintanya bisa terwujud, dan keraguan bercampur menjadi satu.
----------------
Sementara itu dalam keheningan malam yang sama dan kota yang sama pula, seorang pria dengan setelan baju tidurnya terlihat begitu gelisah. Dia berusaha memejamkan mata, tapi setiap kedua bola mata itu tertutup, bayangan wanita yang sudah dijatuhkannya tadi terlintas di pikiran.Tahta begitu frustasi. Dia tidak tega dan merasa bersalah karena sudah membuat Cinta terjatuh. Ekspresi kesedihan dan kekecewaan wanita itu juga masih tergambar jelas di otaknya. Tahta melempar dengan kesal bantal yang digunakannya untuk menutupi wajah.
"Kenapa dia menghantuiku. Itu salahnya sendiri, aku sudah memintanya untuk menyingkir, tapi dia tidak mendengarkanku. Ini bukan salahku, jadi biarkan aku tidur!" geram Tahta sambil mengacak-acak rambutnya.
Pria dengan tampang kusut itu kembali merebahkan tubuh dan mencoba untuk terlelap. Namun, dia tidak bisa. Tahta terus berguling-guling ke sana ke mari. Mencoba mencari posisi yang nyaman, tapi tetap juga tidak bisa menemukannya.
Tahta akhirnya memilih meraih ponsel yang ada di meja sebelah tempat tidurnya. Dia mengirim pesan singkat pada Bella dengan tulisan Bella, aku mencintaimu berharap kekasihnya itu akan menemaninya begadang. Namun nihil, setelah beberapa saat menunggu Bella tak kunjung membalas pesannya.
Tahta mengarahkan pandangannya pada jam yang menempel di dinding sebelah kanan kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga lebih tiga puluh menit. Ya, tanpa sadar dia sudah melewati malam dengan kegelisahannya.
"Cinta, dasar! Memang benar kata Bella, kau benar-benar licik. Kau bahkan sudah menyabotase jam tidurku," gumam Tahta dengan mata tertutup.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
[NOT] A Perfect Marriage
RomanceCinta tergila-gila pada Tahta, tapi Tahta sama sekali tidak pernah memandangnya sebagai seorang wanita yang bisa dia cintai. Mereka mungkin sering terlihat bersama, tapi perasaannya keduanya jauh berbeda. Tahta sama sekali tidak menginginkan Cinta s...