"Kau tunggulah di sini. Aku akan membeli sesuatu untuk makan malam," ucap seorang pria yang tengah berpamitan pada istrinya dari balik jendela mobil.
Sang istri mengangguk perlahan dengan senyum manis memabukkan menghiasi bibir cantik nan menggoda. Dia menatap punggung suaminya yang semakin menjauh dan hilang di balik pintu sebuah restoran dengan perasaan berbunga. Matanya melirik ke arah spion mobil memerhatikan lalu lalang orang yang datang dan pergi dari tempat itu. Cinta masih merasa kehidupan pernikahan ini seperti mimpi. Mertua yang menyayanginya, suami yang pengertian dan perhatian. Benar-benar seperti yang dulu dia khayalkan.
Cinta menaikkan kaca mobil tersebut saat angin malam berembus menyapu permukaan kulit dan berhasil meremangkan bulu kuduknya. Lampu tamaram, dan malam yang sunyi dalam kesendirian. Cinta bosan. Dia memainkan hiasan-hiasan boneka kecil pada dashboard mobil, tapi tak juga dapat mengusir kebosanannya.
"Lama sekali. Apa sih yang dia beli, menu satu restoran?" gerutu Cinta sembari membuka dan menutup penghalang sinar matahari di atasnya.
Mata Cinta beralih pada sebuah tempat yang belum terjamah olehnya. Laci dasboard. Tangannya terulur ke arah tempat berwarna hitam tersebut dan perlahan menekannya. Laci pun terbuka menampakkan isi dalamnya yang terlihat berjajar beberapa kertas yang penempatannya sedikit berantakan.
Jari lentiknya mulai meraih kertas-kertas tersebut dan menatanya bertumpuk agar lebih rapi. Namun, kegiatan wanita itu terhenti saat pandangannya tertuju pada sebuah kertas yang ada di pojok dengan posisi rapat ke dinding laci. Ada lambang sebuah rumah sakit beaar yang terlihat jelas di pojok.
Apa Tahta sakit? Kok dia nggak bilang kalau habis dari rumah sakit, batin Cinta sembari meraih kertas putih tersebut.
Perlahan cinta membuka lipatan kertas tersebut. Matanya menajam. Napasnya memburu dan napasnya seolah tercekat di tenggorokan saat wanita itu mulai membaca surat tersebut. Tanpa sadar tangan Cinta terkepal, meremas kertas yang ada kertas yang ada di tangannya. Ujung mata wanita itu memanas. Tatapannya tajam seolah hendak menerkam apapun yang ada di hadapannya.
Cinta memejamkan mata. Bulir bening meluncur dari sudut netranya. Desiran rasa sakit mengalun dalam hatinya seolah tengah meremukkan seluruh bagian tubuh wanita itu. Cinta menelan salivanya dengan berat seolah batu kerikil tengah mengganjal kerongkongannya.
"Hah!" Dia menghela napas berat.
"Jadi wanitamu itu sudah hami. Hebat sekali kalian," gumamnya sembari tersenyum sumir. Senyum yang terlihat miris dan penuh luka.
Cinta melirik jam yang melekat di tangannya. Sudah hampir satu jam, tapi pria yang menjadi suaminya itu tak kunjung kembali juga. Wanita itu menyeka dan membersihkan bekas air mata di pipinya. Menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. Dia tengah mengatur emosinya agar tidak mempermalukan diri saat berhadapan dengan pria pembohong itu. Setidaknya Cinta tidak ingin terlihat dengan emosi yang meledak-ledak. Dia harus terlihat elegan dan tenang seperti biasanya.
Wanita itu turun dari mobil dan memilih untuk mencari tahu apa yang tengah terjadi pada suaminya hingga membuatnya begitu lama. Cinta melangkah elegan memasuki area restoran. Matanya berkeliling menatap satu persatu pengunjung. Jarak meja dalam restoran tersebut tidak begitu rapat, jadi dia tidak perlu bekerja keras untuk menemukan pria yang tengah mengenakan kaos berwarna coklat tersebut.
Netra coklat Cinta seketika terfokus pada sekumpulan orang di ujung ruangan dekat jendela. Suaminya tengah bergurau bersama kelima pria tersebut. Cinta melangkah menuju meja tersebut. Dia sudah tidak tahan lagi dan ingin segera kembali. Namun langkahnya terhenti, ada seorang wanita yang tertutup badan suaminya. Wanita yang dengan manja bergelayut di lengan Tahta sembari bercanda tawa dengan kelompoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NOT] A Perfect Marriage
RomanceCinta tergila-gila pada Tahta, tapi Tahta sama sekali tidak pernah memandangnya sebagai seorang wanita yang bisa dia cintai. Mereka mungkin sering terlihat bersama, tapi perasaannya keduanya jauh berbeda. Tahta sama sekali tidak menginginkan Cinta s...