"Tahta!" sebuah tepukan kecil di bahu menyadarkan seorang pria dari lamunannya.
"Eh, iya?" Tahta menoleh menatap istrinya yang ternyata sudah menyelesaikan pekerjaannya.
Kembali Tahta terdiam menatap sendu pada Cinta yang tengah asyik menonton drama ditemani oleh keripik kentang kesukaannya. Sorot matanya seolah mengisyaratkan banyak beban yang tengah dia sembunyikan. Netranya tak sedetikpun teralihkan dari wanita berhidung mancung, dengan rambut digulung ke atas membentuk sebuah sanggul kecil tersebut.
"Kamu kenapa? Aku lihat sudah seminggu ini ngelamun terus? Ada masalah? Mau aku bantu?" tawar Cinta masih dengan menatap layar televisi yang tengah menayangkan drama Ji Chang Wook.
Cinta memutar kepalanya saat tidak juga ad jawaban dari pria yang duduk di sampingnya. Matanya menyipit. Menatap menyelidik pada suaminya yang seolah tak mendengar apapun. Tatapan pria itu terfokus padanya, tapi pikirannya pergi entah ke mana.
Cinta menggeser posisi, mendekatkan diri ke arah Tahta. Namun pria itu tetap tak bergeming. Dicondongkannya tubuh seksi yang hanya berbalut daster tersebut ke arah Tahta.
Cup!
Sebuah kecupan manis mendarat dengan mulus di bibir Tahta, membuat sang pemilik terkesiap. Tahta bahkan sampai sedikit terjingkat karena serangan mendadak dari istrinya tersebut. Dia menatap Cinta dengan keterkejutannya.
"Makanya jangan suka ngelamun, entar kesambet. Aku tahu akutu cantik banget, tapi nggak usah ngeliatin sampe segitunya," ujar Cinta dengan penuh percaya diri.
Sudut bibir Tahta tertarik membentuk sebuah lengkungan tipis mendengar suara renyah yang menggelitik hatinya tersebut. Namun, rasanya berat untuk mempertahankan senyuman itu saat kembali teringat akan tanggungjawabnya.
Malam yang berselimut awan hitam pekat itu seolah tengah mewakili perasaan Tahta. Gelap dan tanpa cahaya. Beragam pertanyaan berputar-putar di kepalanya. Belum ada satupun solusi yang bisa dia pikirkan saat ini. Dia tidak akan mungkin membiarkan Bella dengan kehamilannya, juga tidak akan sanggup melepaskan Cinta yang sudah mulai mengisi sudut hatinya.
"Aku besok akan keluar mungkin pulang malam," ujar Cinta sembari menyenderkan kepala di bahu suaminya.
Pria itu sedikit menoleh, menghirup aroma mawar dari rambut yang menempel padanya, dan satu tangannya mengelus lembut helaian rambut hitam Cinta.
"Ke mana?"
"Siang ke rumah ibu. Sudah lama tidak berkunjung ke sana, Bi Sumi bilang ibu baru pulang dari Indonesia."
"Hmm ... lalu?"
"Malamnya aku mau ngajak Nana makan malam. Besok hari kelulusan Nana, setidaknya aku harus memberi ucapan selamat padanya, kan?" Cinta menoleh menatap Tahta yang juga menatapnya.
Pria itu sedikit memajukan bibirnya diiringi dengan anggukan kepala tanda persetujuan darinya.
"Apa istriku ini tidak mau minta suaminya menemani?"
Cinta mengangkat kedua alisnya. "Apa kau bisa? Bukankah kau selalu sibuk dan selalu pulang malam setiap hari. Aku saja sampai heran kenapa hari ini kau sudah pulang jam segini," ujar Cinta sembari melirik sinis ke arah suaminya.
Tahta membisu menatap istrinya dengan secuil kegugupan yang tak dapat dia sembunyikan. Pria perlahan sedikit menjauh dengan menegakkan kepalanya dan mengalihkan pandangan. Sejak kabar kehamilan kekasihnya itu dia ketahui, Tahta selalu menemui Bella setiap hari. Memastikan bahwa wanita itu tidak melakukan hal yang tidak-tidak. Meyakinkan kekasihnya tersebut agar mau menunggu sedikit lebih lama.
"Proyek danau biru sedang ada sedikit kendala. Beberapa informasi bocor, jadi aku harus segera menanganinya."
"Aku mengerti," ujar Cinta sembari tersenyum manis pada suaminya. Dia tidak mau menambah beban pada Tahta. Dia juga pernah mengalami, dan melihat bagaimana ayahnya sangat tertekan karena keadaan perusahaan mereka tidak stabil. Kali ini dia hanya ingin memberikan kenyamanan dan support bagi Tahta, melupakan kenangan pahit dan masalalu kelam keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NOT] A Perfect Marriage
RomanceCinta tergila-gila pada Tahta, tapi Tahta sama sekali tidak pernah memandangnya sebagai seorang wanita yang bisa dia cintai. Mereka mungkin sering terlihat bersama, tapi perasaannya keduanya jauh berbeda. Tahta sama sekali tidak menginginkan Cinta s...