Menyerah Padamu (21+)

8.3K 199 0
                                    

Tahta tertegun saat melihat sesosok wanita berdiri di pintu kamar mandinya. Dia menatapnya tajam, memfokuskan diri untuk mengenali sosok tersebut. Manik mata Tahta bergerak ke bawah. Namun, tatapan pria itu terhenti di sebuah spot yang sangat menarik perhatiannya. Dia menelan salivanya dengan susah payah. Belahan yang begitu indah terlihat begitu jelas dengan kulitnya yang seputih susu.

----------------

"Lapaskan aku! Kau sedang mabuk, sebaiknya bersihkan dirimu dulu agar kau bisa berpikir jernih," ujar Cinta berusaha membebaskan diri.

Bukannya melepaskan, pria yang sudah terlihat berantakan itu malah semakin mempererat genggaman tangannya, dan semakin maju menghimpit Cinta. Wanita yang sudah terpojok itu berusaha mendorong tubuh kekar Tahta, tapi tentu saja itu hanya akan sia-sia.

Manik mata mereka saling beradu. Mata hitam Tahta menatap dalam Cinta yang gugup. Tatapan itu perlahan mampu menenggelamkan Cinta hingga ke dasar kesadarannya. Tahta semakin mendekatkan wajahnya, hingga embusan napas bisa menghangatkan keduanya. Jarak mereka hanya tersisa satu jari saat Cinta melebarkan matanya secara tiba-tiba. Kesadaran wanita itu kembali.

"Lepaska-Mmphh!" Gerakan Tahta untuk membekap mulut wanita itu lebih cepat.

Suara Cinta tertahan saat kedua bibir mereka saling bertaut. Cinta berusaha mendorong tubuh kekar suaminya. Sayangnya dia tidak sekuat itu untuk bisa membebaskan diri, sebelum akhirnya Tahta memperdalam ci*mannya. Cinta seketika menghentikan perlawanannya. Dia menjatuhkan kedua tangannya, merasakan sensasi yang yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Perasaan aneh yang memabukkan yang mulai menggerogoti kewarasannya.

Wanita yang hanya mengenakan piyama tidur berbahan sutra itu memejamkan mata perlahan. Aku istrinya, ini adalah suatu kehormatan bisa melayani suamiku. Mungkin, tidak akan pernah ada kesempatan lain lagi untukku setelah hari ini, batin Cinta yang mulai membalas lum*tan suaminya.

Tahta yang sudah tenggelam dalam hasratnya tersebut, mulai mengarahkan wanita yang berada dalam pelukan itu ke arah ranjang. Tidak sedetikpun dia melepaskan tautannya dari wanita yang sebelumnya sangat dia hindari. Pria itu menelusuri setiap inci leher jenjang Cinta, hingga mulai semakin turun ke hilir.

Cinta terkesiap saat merasakan gaun malamnya itu tiba-tiba meluncur ke bawah karena. Cinta mendorong tubuh Tahta sedikit menjauh. "Tidak, Tahta. Aku yakin kau akan menyesali ini besok pagi. Sebaiknya kita hentikan saja ini."

pria dengan mata yang sudah menggelap diselimuti oleh hasrat itu mengangkat kepala menatap Cinta. Tatapan yang seolah siap menerkam mangsanya bulat-bulat.

"Kau istriku. Bukankah itu sudah jelas," jawab Tahta dengan suara parau.

"Aku sudah memperingatkanmu. Jadi, jangan salahkan aku jika kau menyesal besok saat terbangun," ujar Cinta sembari menatap tegas pria yang sedang mengungkungnya.

Tahta tidak menjawab. Dia melanjutkan aktivitas panasnya dengan semangat yang semakin menggebu. Ini adalah pengalaman pertama bagi keduanya. Banyak hal yang mereka berdua pelajari bersama di malam yang menggairahkan ini. Cinta yang sesaat merasakan sakit seolah organ dalamnya tercabik, secara bersamaan juga merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Begitu pun Tahta, dia tidak menyangka hal ini akan semenarik itu. Dia tidak bisa untuk tidak mempercepat ritmenya. Semua seolah sudah berada di luar kendali. Mereka berdua sedang berada di atas awan sekarang. Namun, di sela kegiatan yang menguras tenaga tersebut, Cinta menitikkan cairan bening dari pelupuk matanya. Dia takut ini hanya mimpi. Dia takut belaian lembut dan kenikmatan ini akan berubah menjadi mimpi buruk saat esok hari tiba. Cinta mempererat pelukannya. Pelukan pada tubuh yang sebelumnya tak tersentuh olehnya sedikitpun.

----------------

Cinta mengerjap saat suara cicak mengusik mimpi indahnya. Wanita yang masih bertelanjang bulat itu mengusap kedua matanya, dan kembali mengerjapkan mata beberapa kali. Samar-samar wanita itu melihat ruangan yang asing, kelopak matanya seketika terbuka lebar. Ya, dia baru mengingat kejadian semalam.

Ah! Bagaimana mungkin aku bisa lupa, batinnya sembari menatap sayu pria yang masih tertidur pulas di sampingnya.

Cinta segera merapikan diri, mengenakan kembali pakaiannya, dan bergegas pergi dari ruangan yang terasa panas tersebut. Wanita itu menutup pintu perlahan. Dia masih berdiri mematung di depan pintu dengan mata tertutup pilu. Ada rasa sakit yang tiba-tiba menghunus ke dalam hatinya. Desiran itu seolah merontokkan tulang-tulang di tubuhnya. Ya, lebih sakit dibanding dengan rasa nyeri di pinggangnya saat ini.

"Dia bisa membunuhku kalau sampai bangun dan melihatku ada di sana," gumam Cinta sembari berjalan lunglai ke kamarnya.

----------------

Tahta membalikkan tubuhnya saat bias cahaya matahari mulai menyusup melalui sela-sela gorden kamarnya. Pria itu masih enggan untuk membuka mata meskipun dia tau cahaya matahari sudah menyerbunya si luar sana. Badannya terasa remuk, tenaganya seolah baru saja dia habiskan untuk lari maraton. Dengan malas Tahta mendudukkan diri, memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Mungkin sisa-sisa alkohol dari kliennya semalam, pikir Tahta.

"Alkohol?" Pria dengan rambut berantakan itu seolah menyadari sesuatu saat mengucap kata itu.

Mata Tahta membulat sempurna. Dia menatap tubuhnya sendiri yang sedang bertelanjang dada. Tangan kekarnya mulai menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuh kekar berotot tersebut.

"Si*l!" umpat Tahta saat mendapati dirinya yang sedang bertelanjang bulat.

Tahta memegang kepalanya yang masih terasa berat dengan wajah frustasi. Penggalan ingatan tentang kejadian semalam mulai terkumpul. Wajah Cinta yang memohon untuk dilepaskan pun juga tergambar jelas di kepalanya. Tahta mengepalkan tangan erat, umpatan demi umpatan juga tak luput dari mulutnya. Dia tidak terlalu mabuk untuk bisa melupakan kejadian semalam.

"B*jingan kau Tahta," umpatnya penuh kekesalan. Tahta membuang kasar selimutnya. Mengenakan boxer berwarna hitam dan mulai memunguti pakaiannya yang tercecer.

Mata yang terlihat suram itu tertuju pada sebuah benda yang sangat menarik perhatiannya. Sprei, ada bercak merah di benda berwarna putih susu tersebut. Bercak yang tentu saja bukan berasal dari benda seperti tinta dan sejenisnya. Tahta mengetatkan rahang. Wajahnya memerah bak kepiting rebus yang baru dikeluarkan dari dalam panci.

"Si*lan! Kau bilang tidak tertarik padanya, lalu bagaimana bisa kau melakukan ini." Kemabli dia memaki dirinya sendiri seperti orang yang kurang waras.

Bersambung....

****************
Halo, teman-teman. Bagaimana kabar kalian hari ini? Sehat dong. Senyum dong ....

Please dukung terus novel ini dengan cara Like, Komentar, dan Vote, yaa.
Selalu tinggalkan jejak setelah membaca. Karena jejak dari kalianlah yang membuat Simi selalu semangat melanjutkan kisah mereka berdua.
See you again. Lope lope sekebon buat kalian, Kesayangan.

[NOT] A Perfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang