Part 14.| Kabar buruk.

9 3 0
                                    

Seminggu kemudian....

Setelah keberangkatan Areez saat itu, aku tidak mendengar kabar lainnya tentang Areez.

Walau aku mencari tau pun, tidak ada kabar sama sekali.

Saat ini aku sedang memasak sup iga dan masakan yang lainnya didapur. Dengan ditemani Clara dan Jane. Clara membantuku memberi garam dan yang lainnya. Sedangkan Jane? Aku hanya menyuruh dia mengiris cabai atau yang lainnya.

Jika Jane yang membantuku meracik masakan, mungkin satu toples garam akan dibumbuhinya kedalam masakan.

Saat aku sedang asyik memasak bersama mereka berdua.

Tiba-tiba saja, Miranda datang memasuki dapur dengan nafas tidak beraturan, dan juga air mata yang berlinangan.

"Rora! Rora! Cepat! Ada kabar buruk!"
Ucapnya dengan nafas ngos-ngosan.

Segeraku hampiri Miranda yang masih berjongkok dipintu dapur.

Sedangkan masakanku yang masih berada diperapian segera diambil alih oleh Clara.

"Ada apa, Miranda? Kau harus minum dulu untuk mengatur nafasmu itu." Ucapku tenang, sambil mengelus-ngelus Punggung Miranda.

"Jane! Ambilkan minum segelas!" mendengar titahku itu, Jane langsung bergegas mengambil segelas air putih, lalu dia segera menyodorkannya kearahku.

Gelas dari Jane tadi, langsung kusodorkan kembali kehadapan Miranda.

Dan Randa langsung meminumnya dengan rakus.

Setelah nafasnya kembali tenang. Miranda mulai menatapku, kali ini wajahnya terlihat lebih pucat. Dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Miranda? Kau kenapa?" Aku mulai melempar semua pertanyaanku, tidak lupa dengan tangan kananku yang bergerak mengusap air matanya yang mulai berjatuhan.

"Rora. Kau janji tidak akan terguncang setelah mendengar kabar ini?" Aku mengernyitkan dahiku. Setelah mendengar ucapan Miranda barusan, membuat perasaanku tidak enak. Apalagi mengingat Areez yang masih berperang diluar sana.

"I-iya! Aku berjanji." Sahutku dengan rasa takut.

"Areez...."

"Ada apa dengan Areez, Randa?" Kuguncangkan kedua bahu Miranda dengan sedikit lebih kuat.

Miranda memejamkan matanya kuat-kuat, lalu dirinya berucap, masih dengan kedua mata terpejam.

"Areez terluka parah, dibagian jantung dan lainnya. Karna terkena 17 tusukan pedang didada, paha dan lengan. Dia diantar oleh Abraham tadi. Dan 10.000 pasukan lainnya, telah mati tanpa tersisa. Termasuk dua Panglima kita yang lainnya."

Mendengar itu, seketika itu juga tubuhku serasa lemas tanpa tenaga, dan terasa seperti tidak memiliki Tulang belulang.

Detik berikutnya, Tubuhku langsung merosot dilantai, dengan kedua lutut yang menjadi penopang bobot tubuhku.

Miranda juga ikut merosotkan tubuhnya dihadapanku, lalu Randa memelukku dengan begitu eratnya. Seolah-olah dia sedang menyalurkan kekuatannya untukku.

"Kau tidak boleh lemah, Rora! Kau harus kuat! Karna Areez sedang membutuhkanmu, Rora!" Tidak kuhiraukan lagi setiap ucapan yang terlontar dari mulut Miranda.

Tiba tiba saja, tubuhku langsung melemas tanpa sebab. Yang kurasakan adalah, tubuhku yang langsung ambruk dilantai dapur yang dingin. Dan penglihatanku yang mulai buram dan gelap.

Lalu detik berikutnya, aku hanya mendengar jeritan dari Miranda dan Jane yang berteriak meminta tolong. Lalu diriku tidak merasakan apapun lagi.

********

Pertama kali yang kulihat saat membuka mata adalah atap-atap kamar, tapi aku tidak tau aku berada dikamar siapa.

Kukerjapkan mataku berulang kali, agar penglihatanku segera membaik.

Setelah penglihatanku kembali membaik, aku mulai berusaha bangkit, tetapi sakit kepala yang melanda kepalaku, membuatku meringis kuat.

Kupaksakan agar bisa bangkit dan duduk, dan akhirnya aku bisa duduk dengan sempurna diatas kasur walaupun sakit kepalaku semakin terasa menyakitkan.

Saat kepalaku tidak sengaja menoleh kesebelah Kiriku, terdapat Areez disana, yang penuh dengan lebam dan luka-luka di wajah dan sekujur tubuhnya.

Aku benar-benar tidak menyadari jika aku berada dikamar.....

Areez!

Kugeser sedikit tubuhku mendekati tubuh Areez yang terbaring lemah itu.
Lalu kuusap rambut hitam legam milih Areez itu.

Setelah mengusap rambut Areez, aku beralih mengusap pipi dan keningnya yang ada memar juga.

Bersamaan dengan itu, air mataku mengalir dengan begitu tidak sopannya.

"Areez, aku menyayangimu." Kupejamkan mataku kuat-kuat, mencoba mengeluarkan semua airmataku agar segera habis.

"Aku juga." mendengar suara itu, kedua mataku langsung terbuka dengan cepat, dan langsung bertatapan dengan kedua mata kebiruan milik Areez.

"A-areez? Kau--"

"Ya, ini aku. Sedari kemarin aku menunggumu terbangun kau tahu?" Dahiku mengernyit, kemarin?

"Kemarin?" Cicitku pelan yang masih bisa didengar oleh Areez.

"Ya, kemarin. Kau sudah 3 hari tidak sadarkan diri."

"Kau ini lebih lemah dariku ternyata! Padahal aku yang terluka, kau yang pingsan selama tiga hari!" Lanjutnya dengan sedikit sewot.

Reflek, kucubit lengan kirinya yang ternyata terdapat luka disana. Alhasil, Areez meringis keras.

"Aww! Sakit, Rora!" Pekiknya kencang.

Segeraku tarik kembali lengan kiri nya yang telah kucubit tadi. Ini yang paling kubenci dengan diriku sendiri, air mataku sudah mulai berjatuhan hanya karna khawatir dengan keadaan Areez.

"Mana yang sakit? Maafkan aku, Aku Tidak sengaja. Hiks, maaf...."

Bukannya kesakitan atau apa, Areez malah tertawa.

"Kenapa kau tertawa?" Sewotku sambil menghapus air mataku kasar.

"Tidak papa. Lucu saja melihatmu menangis hanya karna hal seperti ini." Sahutnya sambil meredakan tawa.

"Sekarang kau tidur, ya?" Aku mengangguk.

"Baiklah."

"Selamat tidur tuan putri."

"Too."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Gak bosen-bosen gue ngasih tau lo semua buat Vote. Jangan pelit-pelit heh! Awas aja. Gue sumpahin lo semua jomblo seumur hidup! Wleeee....

See you next part Zheyengg, babay!
👋❤

King Of The Queen Fantasy (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang