7. Chaotic

5.9K 718 28
                                    

Jennie terbaring di brankar. Lisa menatapnya dengan bingung. Ia tidak tau apa yang terjadi. Dokter menjelaskan menggunakan bahasa Korea. Setelah dokter keluar ruangan, Lisa memaki dirinya sendiri karena tidak memahami ucapan dokter.

"Apa yang terjadi padanya? Aku tidak memahami apapun ucapan dokter. Baby? Baby apa? Miss Kim hamil? Anak ku atau anak pria itu?" Ia menekuk dan menggigit jari telunjuknya.

"Tidak mungkin Miss Kim mengandung anak ku." Sebuah senyuman sinis muncul di bibirnya. "Selama dua bulan aku tidak menemui mu, ternyata kau mencari kepuasan bersama pria lain?" Monolog Lisa menatap Jennie.

Jennie terbangun dan masih merasa cukup nyeri di perutnya. Ia membuka matanya perlahan dan menemukan Lisa yang menatapnya tanpa ekspresi.

"Baby, huh? Kau mencoba mempermainkan ku, Miss Kim?" Todong Lisa saat Jennie tersenyum menatapnya.

Mendengar pertanyaan itu, senyum Jennie perlahan luntur dan berganti menjadi tautan alis yang semakin dalam.

"Apa maksudmu Lisa?" Jennie menatap Lisa seperti orang asing. Lisa tersenyum sinis menatap Jennie.

"Sudah berapa banyak pria yang memasukkan penisnya ke vagina mu? Anak itu pasti anak dari salah satu mereka yang meniduri mu."

"What the-?! Jaga ucapan mu!" Jennie mengepalkan tangannya merasakan nyeri di perutnya dan juga nyeri di benaknya karena Lisa menuduhnya tidur dengan pria lain.

"Benarkan? Siapa yang lebih memuaskan mu, Miss Kim? Aku atau mereka?"

"Diam!!" Jennie meneteskan air matanya. Ia merasa sangat marah dengan ucapan Lisa.

"Why? Kau tidur bersama mereka. Setelah hamil, kau datang padaku dan mengaku bahwa itu anak ku. Bukankah sudah ku katakan bahwa sperma ku tidak bisa membuahi mu?"

Jennie beranjak dari brankar. Perutnya sangat sakit. Ia berjalan melewati Lisa yang menatapnya sinis.

"Aku tidak akan marah jika kau hanya mengatai ku. Kau tidak mengakui bahwa ini anak mu? Akan ku pastikan anak ini juga tidak akan mengakui mu." Ucap Jennie. Ia meraih pakaiannya di atas sofa ruangan. Mengganti pakaiannya dan berjalan tertatih untuk keluar ruangan.

Jennie berjalan keluar rumah sakit, memesan taksi dan pulang ke rumahnya. Lisa masih tersenyum sinis menatap pintu yang terbuka setelah Jennie keluar.

---

Sejak kejadian itu, keduanya benar-benar tidak lagi saling bertegur sapa. Jennie rutin melakukan check up kandungan dengan hanya seorang diri. Ia hanya hidup sebatang kara karena kedua orangtuanya sudah tiada.

Hari berlalu dan Jennie melewati harinya dengan suka duka. Memasuki usia kandungan 5 bulan, Jennie resign dari kampus. Seluruh mahasiswa bertanya-tanya tentang Jennie yang tiba-tiba mengundurkan diri.

Ia bergegas pulang dan mengemas pakaiannya. Jennie sudah bertekad untuk meninggalkan Korea. Seluruh persiapannya sudah matang dan hari ini ia berangkat menuju suatu tempat. Jauh dari Lisa dan semua orang yang ia kenal.

Lisa mendengar teman-temannya berbisik tentang pengunduran diri Jennie. Ia masih tidak terlalu paham bahasa Korea, tetapi sudah cukup mengerti setiap kalimat yang diucapkan.

Selama beberapa bulan berlalu, Lisa memang memantau Jennie dari kejauhan. Jennie terlihat semakin kurus dan pipi mandu nya hilang.

Lisa terus teringat dengan ucapan dokter sebulan lalu saat ia melakukan check up rutin untuk kesehatannya.

"Sperma mu sehat dan bisa membuahi. Sebaiknya kau menjaga hormon mu, Lisa. Kau bisa menghamili wanita-wanita diluaran sana." Dokter tersebut terkekeh, namun Lisa justru pucat.

Ia ingin berbicara dengan Jennie, namun ego nya terlalu besar. Berbulan-bulan ia memikirkan bagaimana caranya meminta maaf pada Jennie. Tapi sampai hari dimana Jennie resign, Lisa tak kunjung berbicara.

Lisa mencoba mengejar Jennie ke parkiran, namun mobil Jennie sudah tidak ada di sana. Ia menghentikan taksi dan meminta membawanya ke rumah Jennie. Sia-sia karena Jennie bahkan sudah pergi.

Lisa mencoba menelepon Jennie, namun tidak terhubung. Ia duduk bersandar di depan pintu gerbang Jennie yang terkunci. Di tengah kekacauan itu, ponsel Lisa berdering. Nama Daddy muncul di layar.

"Yes Dad?" Lisa mengangkat panggilan tersebut dengan setenang mungkin.

"Benarkah ini anak Mr Manoban?" Lisa mengernyitkan dahi mendengar suara asing. Ia menjauhkan ponselnya dan ia tak salah lihat bahwa itu nomor telepon Daddy-nya.

"Yes, I am."

"Kami dari pihak rumah sakit. Mohon maaf memberitahu kabar buruk. Mr Manoban mengalami kecelakaan dan tidak tertolong."

Ponselnya terjatuh. Pendengarannya berdenging. Lisa memejamkan matanya. Membukanya kembali untuk mencoba fokus. Ia melihat Marco berdiri di hadapannya.

"Dad?" Lisa memanggilnya bingung.

"Kamu mengecewakan, Lisa. Sifat mu tidak ada bedanya dengan Mommy mu."

"A-apa maksudnya? Apa maksudmu Dad?"

Lisa memejamkan matanya, pendengarannya berdenging semakin parah. Ia membuka matanya dengan susah payah.

"Lisa.."

"M-Miss.."

Lisa menutup matanya. Kepalanya terasa berputar dan berat. Jennie menekuk lututnya dan menangkup wajah Lisa.

"Lisa.." ia menepuk-nepuk pipi Lisa. Jennie membopong tubuh Lisa dengan susah payah. Membawanya masuk.

Jennie kembali ke rumah karena ia melupakan tiketnya. Tapi ia terkejut mendapati Lisa terduduk di depan gerbang rumahnya.

Jennie menghela nafas setelah membaringkan Lisa di ranjang kamar. Ia memeriksa suhu tubuh Lisa, ia terserang demam. Ia mengompres Lisa, merawat Lisa sebaik mungkin meskipun kondisinya sendiri cukup memprihatinkan.

Jennie menatap wajah yang ia rindukan selama berbulan-bulan. Jauh hanya sekedar keinginannya untuk melihat Lisa, itu juga keinginannya selama hamil. Ia tidak menginginkan apapun kecuali melihat Lisa. Seolah berusaha sekuat apapun memisahkan Lisa dengan anaknya, darah lebih kental daripada air.

Jennie mengganti handuk untuk mengompres. Kembali meletakkan di dahi Lisa. Ia beranjak dari kursi, mengecup pangkal hidung Lisa dan keluar dari kamar.

Di atas meja ruang tamu, Jennie meraih tiketnya. Ia merobek tiket tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Tiket itu sudah kadaluarsa karena pesawat sudah take off.

Jennie kembali ke kamar, mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang lebih nyaman. Ia kembali memeriksa Lisa. Panasnya sudah turun. Jennie mengganti air kompres dan kembali meletakkan handuk kecil di dahi Lisa.

"Get well soon, Dad.." Jennie mengecup kedua pipi Lisa, pangkal hidung mancungnya dan terakhir bibir Lisa.

Jennie menutup pintu kamar dan ia beristirahat di kamar tamu.

•••••

Tbc.

✌️

Tie Me Down ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang