Bohong besar kalau ada yang bilang nggak pernah ada yang naksir Aira.
Waktu kelas 10, hampir satu sekolah tahu kalau Aira ditaksir Bagas, kakak kelas sekaligus kapten tim voli sekolah. Beritanya heboh karena Bagas cakep dan selalu menang kejuaraan, sementara Aira cantik dan juara kelas. Bahkan Pak Iman juga mendukung hubungan mereka. Tapi Aira nggak tertarik, soalnya Bagas merokok.
Tahun berikutnya, waktu Aira sibuk membagi waktu sekolah, olimpiade, dan kegiatan OSIS, dia dekat dengan Rafa, ketua OSIS yang image-nya baik di kalangan semua guru dan murid. Sebuah kedekatan yang bikin gemes semua anak OSIS, soalnya hubungan mereka nggak maju-maju.
"Aira! Jujur sama gue!" Keisha menggebrak meja, sontak membuat Aira terkejut.
"Dateng-dateng tuh salam kek, jangan ngamuk."
"Lo beneran nggak minat sama Rafa?!"
Aira mengernyit. "Kenapa tiba-tiba Rafa, sih?"
"Tiba-tiba pala lo, kali!" Kiara menjitak dahi sahabatnya, gemas.
"Udah berapa bulan coba kalian deket, ke mana-mana bareng, tapi nggak maju-maju?!""Maju ke mana, sih, mau lo?"
"Ya ke mana, kek. Pacaran. Atau nikah."
"Hus, ngaco!" Aira melotot kesal.
"Lagian gue sering bareng Rafa gara-gara jadwal kita mirip aja. Kesibukan kita sama.""Kisibikin kiti simi." Keisha mencibir.
"Atau jangan-jangan, lo sebenernya naksir Milan, ya, Ra?!"Sorot mata dan nada bicara Keisha berubah menyelidik, sedikit memberi intimidasi. Aira memutar bola matanya.
"Emang, menurut lo, harusnya gue gimana?" Aira memutuskan untuk mengakhiri sesi ngotot-ngototan bersama sahabatnya itu. Ia memperlunak nada bicaranya.
Keisha menghela nafas. "Ya kalo gue sih, terserah lo, Ra."
"Lo mau naksir siapapun, pacaran sama siapapun, gue pasti dukung. Yang penting lo harus jujur, sama diri lo sendiri, sama perasaan lo.""Iya, iya, Keisha." Aira tersenyum.
"Makasih udah khawatirin guee, tapi sumpah, deh, nggak usah dipikirin. Orang gue aja santai.""Lo seriusan nggak mikirin ini?"
"Iyaaaa, Keishaaa." Jemari Aira mencubit pipi tembam Keisha.
"Udah, deh... Kita udah mau kelas 12, Kei. Mending belajar yang bener nggak usah aneh-aneh."Keisha mencebik, masih merasa tidak puas dengan jawaban Aira.
Aira terkikik. "Dah, yuk, ke kantin. Keburu jam istirahat selesai, nih!"
Dari luar, Aira memang berpura-pura untuk terlihat tidak peduli dengan pertanyaan Keisha. Padahal, hatinya menanyakan hal yang sama.
Dirinya dengan Milan sebenarnya punya hubungan apa, sih? Mereka terlalu akrab untuk sekedar dianggap teman dekat. Bahkan jika disebut sahabat, kenapa jantungnya sering deg-degan ketika bersama Milan?
Bukan sekali dua kali Aira terpikir untuk memastikannya pada Milan. Tapi ia lebih terlalu tidak siap untuk mendengar jawabannya. Lagipula, toh hubungannya dengan Milan baik-baik saja. Mungkin memang tidak ada yang perlu dipertanyakan.
***
Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa terasa, hari-hari menjadi siswa kelas 12 berjalan begitu saja.
Di sela-sela jadwal sekolah, Aira masih sering menyempatkan waktu untuk belajar di perpustakaan. Tapi kali ini ia mempelajari hal yang berbeda. Aira tidak lagi fokus mengerjakan modul-modul latihan persiapan olimpiade biologi, tetapi berganti menjadi paket-paket latihan soal Ujian Nasional.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unseen Ending
ChickLitAira sedang sibuk-sibuknya menjadi mahasiswa koas. Ia hampir tidak punya waktu untuk makan, apalagi cinta-cintaan. Siapa sangka, ia malah bertemu dengan Milan. Teman lama sekaligus cinta pertamanya waktu SMA.