-Setelah Pulang

46 7 14
                                    

Katanya, ditinggal mati adalah kehilangan paling menyakitkan, dan Namira akui itu. Jika saja ditinggal jauh ke negri orang, manusia masih bisa berharap pada pesan yang belum tersampaikan—setidaknya belum, bukan tidak. Maka kini dalam lautan penyesalan yang Namira buat sendiri, ia mengurung dirinya untuk tidak pernah mencari tepi. Menangis sendirian di dalam kamarnya yang semakin terasa pengap, ia memeluk sebuah mantel berwarna biru salur pemberian Danuar dulu.

Di tahun ketiga mereka berpacaran, Danuar pernah mengajaknya bermain di sebuah arena salju. Dari sana pula sweater ini berpindah tangan. Dari tangan penjaga toko-Danuar-hingga di tangannya. Namira masih ingat dengan jelas ucapan Danuar sebelum merelakan sweater indah itu untuk Namira, sebab ia pernah memakainya saat hujan gerimis di kampus dulu.

"Ini sweater masih baru, belum berbulu, masih wangi toko, belum sempet dicuci juga sejak minggu lalu. Aku nggak bilang aku ngasih peletku di sana, tapi bismillah aja semoga nggak bau apek kelamaan digantung di belakang pintu."

Walau masih di luar, tetapi dinginnya ruangan yang akan mereka masuki sudah sangat terasa. Jadi di balutan kemeja satinnyakarena Danuar tidak mengatakan bahwa tujuan mereka adalah kemari—Namira tertawa dengan ringisan. "Iya, Danu. Bau kamar kamu semoga aja bikin aku lebih hangat nanti."

Danuar membalasnya dengan senyum simpul, senyum yang Namira rindukan hingga saat ini. Dan Namira benar-benar merasakan kehangatan itu. Hanya dengan sweater ini, Namira merasa bahwa Danuar juga ada di sana, merangkulnya, menyalurkan kehangatannya seperti dulu. Walau banyak sekali barang atau baju-baju Danuar yang masih ia simpan, tetapi semuanya tidak pernah sehangat ini. Sebab yang lain adalah pemberian yang sengaja Danuar beli untuknya, sedang yang satu ini bekas pakai.

Sejak kepergian Danuar beberapa hari lalu, Namira belum mau keluar kamarnya selain untuk buang air. Meski sendirian, tetapi Namira pemberi hangat. Keinginannya untuk sendiri memancing Diego untuk turut khawatir dan berakhir menghubungi orang tuanya, meminta bantuan agar Namira bisa kembali tenang. Karena hanya dengan itu dirinya juga bisa tenang sebelum melanjutkan acara pernikahannya.

Namira sudah memikirkan ini setelah obatnya kala itu kembali membuat dadanya terasa lega, bahwa ia akan kembali memberi Danuar jalan untuk kembali. Namun, memang egonya yang terus terpupuk, Namira tidak pernah berani menghubungi lelaki itu lebih dulu. Maka di dalam laptopnya, Namira menulis banyak kata-kata indah yang sempat ia tertawakan. Sempat sebentar Namira rasakan bahwa jiwa remajanya kembali, ia seperti seorang remaja yang jatuh cinta.

Laptopnya masih menyala di atas meja, menampakkan sebuah notes dengan banyak hiasan berwarna soft pink yang Namira gambar sendiri. Sebelum meraung seperti saat ini, ia termenung membaca kembali untaian isi perasaannya di sana, ungkapan perasaan yang tidak akan pernah sampai pada tujuannya.

"Hai, Danu, kamu pasti sedih ya waktu itu? Es krim kamu masih banyak malah kamu tinggal pergi. Maaf, ya, Danuku sayang, tapi sekarang aku lagi makan es krim dengan rasa yang sama kayak yang kamu makan waktu itu. Ternyata enak! Aku jadi nggak heran kenapa kamu keliatan menikmati, padahal selera kamu mah emang nggak bisa diraguin lagi.

Danu, aku udah nggak peduli lagi sama alasan kamu pergi waktu itu, karena yang aku mau itu kembalinya kamu. Aku akan merasa dicukupkan kalau kamu bisa sama aku lagi, mengulang masa indah kita lagi. Tapi kemarin aku minta waktu, ya? Kamu nggak perlu pikirin itu, waktunya udah cukup kok. Jadi kalau kamu tanya lagi, aku akan teriak 'IYA!'. Jadi ayo, Nu, aku kangen tau, hue hue T_T.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang