15|| WHAT THEN?

241 207 61
                                    

"Berjanjilah untuk terus di sisiku, Tuan. Jangan pergi ke tempat yang tidak bisa ku datangi, ku mohon."

Dan permintaan yang sarat akan putus asa itu hanya ia balas dengan senyuman sendu.

****************

"Nona, usap lendir bening dari hidungmu. Lalu bicaralah perlahan."

Dryad menyebalkan, apa dia sengaja ingin mempermalukanku?

Kuhapus dengan segera ingusku, demi apapun tadinya aku sangat sedih memikirkan dirinya. Sekarang justru timbul rasa ingin memukulnya berulang kali.

"Sudah?" tanyanya lembut.

"Hmm," tukasku singkat.

"Good girl. Jadi apa gerangan yang membawamu kemari dengan tersedu-sedu wahai anak manusia?"

Tuan Dryad bersedekap dada menatapiku yang berusaha mengusap sisa-sisa air mata.

"Kau akan musnah tak lama lagi, Tuan." Akhirnya kenyataan menyakitkan itu terucap sudah.

"Begitukah? Jadi sudah waktunya ya?" Tuan Dryad menerawang jauh, bertanya entah pada siapa, kepadaku atau lebih kepada dirinya sendiri. Seolah apa yang akan terjadi bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan, ia masih mampu menatapku dengan senyuman jahilnya.

"Lil, kami bisa musnah kapan saja. Tanpa menunggu perang brutal, kudeta atau semacamnya. Pohon tempat nyawa kami bergantung bisa saja tumbang karena bencana, tersambar petir lalu hangus terbakar, atau dimusnahkan paksa oleh manusia. Aku tidak keberatan jika itu yang kau khawatirkan."

Tuan Dryad kembali menatapku dengan binar yang tak secerah dulu.

"Aku sendirian tanpa saudara dan teman selama ratusan tahun lamanya. Kesepian sudah menggerogotiku sampai ke dalam. Jika sudah waktuku untuk musnah, setidaknya aku cukup lega sudah memiliki teman sepertimu dan juga kesatriamu yang begitu setia," ia berkata sambil melayang naik ke dahan tinggi yang masih bisa kulihat dengan mataku.

Aku menaiki tangga yang sengaja ia buatkan untukku, meski tak bisa mencapai puncak tempat ia berdiri saat ini, aku masih setia menungguinya.

"Jangan mengkhawatirkan diriku terlalu berlebihan, Nona. Terima kasih untuk itu. Ini adalah kali pertama seorang manusia dengan tulus menangisi diriku yang hanya sebatas peri pohon ini, terima kasih Lily."

Aku enggan menjawab, masih terlalu sibuk dengan pikiranku yang keruh. Bayangan mimpi itu kembali merayap, mesin besar dengan gergaji tajam yang menggores pohon tempatku berpijak ini membuatku kembali membiru dengan kesedihan.

Hingga tak menyadari bahwa tuan Dryad kini melayang tepat di depan wajahku, dengan iris abu-abu yang kini tak lagi bercahaya.

"Kemarikan tanganmu, Nona."

Aku memberikan kedua telapak tanganku yang kemudian ia genggam dengan lembut. Cahaya keemasan perlahan merambat menuju diriku.

Aku ingat cahaya ini mampu memberiku efek tenang, memberikan kesembuhan, dan perasaan bahagia.

Tuan Dryad memberi yang terbaik versi yang ia bisa.

"Ceritakan atau aku sendiri yang mengorek isi kepalamu, Lil." Ia berkata dengan pelan sekali kali ini.

"Well, you win," aku mendesah putus asa. Ku tatap sekali lagi sosok bermata abu-abu yang cantik di depanku.

"Dad bilang hutan ini akan dibuka untuk pembangunan jalan menuju danau. Dan pohon milikmu harus ditebang. Begitulah, Tuan. Oh my Goodness, I swear, I can't sleep just think of the day that I will losing you."

The Dryades || Jung Jaehyun [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang