[20] Malam Kelam

660 201 16
                                    

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

。☆✼★━━━━━━━━━━━━★✼☆。









(y/n)'s POV

Langit kelam disertai bulan dan taburan bintang masih setia menghiasi dinginnya malam hari ini. Dengan tangan yang menggenggam helm, gue masuk ke dalam rumah. Agak sedikit ragu tapi tetep gue rajut langkah kaki ini.

Sepi, namun—






"Dari mana?" sebuah pertanyaan mengejutkan— bukan, bukan pertanyaannya yang mengejutkan, tapi siapa sosok penanya ini yang mengejutkan.

"D–dari luar pa, tadi jajan sebentar sama Jeno. Maaf." balas gue kaku.

Gue denger helaan napas yang keluar dari mulut papa— opa– yang pasti dia sebentar lagi bakalan mar—

"Papa gak bakalan marahin kamu dan Jeno, tapi jangan sekali-kali lagi keluar rumah tapi tanpa izin sama papa atau mama. Mengerti (y/n) Lee?" ultimatumnya yang terdengar tegas.

Gue gak bisa membantah, cuma bisa nganggukkin kepala.

"Papa gak akan segan untuk hukum kamu ju—"

"Pa, jangan hukum (y/n). Tadi Jeno yang ajak." jelas Jeno yang datang dengan tangan yang membawa helm.

Papa di sana menggelengkan kepala sambil menatap Jeno dengan raut wajah seriusnya, bikin gue bergidik ngeri melihatnya.

"Papa gak mau lihat kamu berbuat semau kamu seperti tadi. Semua yang tinggal di rumah ini harus ikut dengan aturan papa. Kalau kamu gak mau diatur maka...?"

"Keluar dari rumah ini." balas Jeno.

Papa menganggukkan kepalanya, setelahnya beralih menatap gue, "Kamu anak perempuan kesayangan di rumah ini, tapi papa juga gak akan pernah segan untuk menghukum siapapun yang melanggar peraturan papa. Mengerti (y/n)?" gue ngerasain ketegangan di antara gue, papa, dan juga Jeno.

Namun gue cuma bisa mengangguk pasrah, toh emang bener gue juga posisinya salah.

Papa menunjuk jam dengan lirikkan mata tajamnya, membuat mata gue beralih pada benda berbentuk bundar tersebut.

Dan boom! Ternyata udah jam 11 malem, pantesan papa marah.

Gue bahkan gak sadar bahwasanya udah pergi selama itu sama Jeno.

Gue menunduk takut, ini beneran salah, "Maafin (y/n) sekali lagi, pa." gue beneran gak bisa ngelak, bahkan gak punya kemampuan itu.

Kalo posisinya gue ada di kehidupan normalnya di mana papa gue adalah Papa Mark, mungkin gue bakalan membantah papa. Gue akui bahwa gue emang sedikit songong sama sosok papa kandung gue tersebut.

『Back To 1987 - Lee Haechan (NCT)』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang