4

17 5 0
                                    

"Ikhlaskan saja, pak. Mungkin itu memang yang terbaik untuk cucu kita..."

"Pak, Ayu mohon. Jangan siksa Fatan lagi..."

Pria tua itu menangis tersedu-sedu dalam sujudnya. Menumpahkan segala keluh kesah yang menghimpitnya, pada Dia -- yang telah menciptakan alam dunia beserta seisinya.

"Maaf sekali Pak Harun. Tapi, kita tidak bisa terus melakukannya..."

"Ambilah nyawaku saja, Ya Allah...!! Tukar saja nyawanya, dengan nyawaku...!"

Sudah berjam-jam lamanya, beliau duduk bersimpuh dengan kedua tangan menangadah, serta air mata kesedihan yang tak pernah berhenti membanjiri pipinya yang sudah keriput.

"Hamba sudah begitu tua, dan pelupa. Sudah tidak ada gunanya lagi, hamba hidup berlama-lama di dunia ini..."

"Pak Harun..." Seorang pengawalnya, mendekat dengan sangat berhati-hati sekali. "Cucu anda, kritis kembali..."

Dengan bibir dan seluruh tubuhnya yang bergemetar, dia bangun dari duduknya.

"Dia adalah cucuku yang hebat. Dia sangat kuat. Dia pasti bisa melewatinya.."

Dari balik kaca jendela, dia melihat bagaimana pada dokter-dokter terhebat itu sedang berusaha untuk terus mengembalikan detak jantung cucunya.

Tiap kali detak jantung anak laki-laki berumur 5 tahun itu hilang, tiap kali itulah para dokter berusaha dengan sekuat mungkin, untuk mengembalikannya.

Sebab, pria tua itu menjanjikan uang yang sangat besar. Meski itu artinya, berbagai cara harus dilakukan, agar jantung cucunya itu tetap berdetak.

"Kalau bapak terus melakukannya, ini sama saja bapak telah mendahului takdir Allah! Istighfar, pak...!!" Anak perempuannya sampai menjerit.

"Pak, ibu mohon..."

Pria tua yang masih terlihat gagah itu, hanya diam mematung melihat tubuh cucunya yang sedang terbaring di dalam sana, dengan berbagai alat bantu terpasang di sekujur tubuhnya.

"Pak..."

Dengan gemetar, dia lepas tangan isterinya.

"Jika kalian melakukannya..." Sebulir air mata menitik dari sudut matanya. "Jangan pernah kalian meminta bapak untuk menyolatkan, apalagi mengantarkannya ke ---" Dengan dada yang terasa kian sesak, dia pun berbalik seraya berjalan menjauh. "Jika memang ini adalah jalan yang terbaik..."

Sudah tengah malam. Angin dingin yang berhembus, sama sekali diabaikannya. Dalam pikirannya yang kalut, dia masih berharap bahwa keajaiban itu akan selalu ada untuknya.

"Pak Harun..." Kembali pengawal setianya itu, menghampirinya. "Mereka sudah melepasnya."

Pria tua itu menengadah sambil menghela. Meskipun sesak, namun rasa sesak itu dirasanya agak sedikit berkurang.

"Subuh nanti, jasad almarhum cucu anda akan dibawa pulang.."

"Siapkan beberapa baju. Karena saya akan keluar kota, selama beberapa hari. Mungkin saja beberapa minggu..."

"Pak Harun..."

Hampir satu jam lamanya, Harun Al-Rasyid duduk seorang diri di salah satu kursi tunggu keluarga pasien. Dia larut dalam segala kenangan, dan alam bawah sadarnya. Tidak ada yang berani mendekatinya, tak terkecuali isterinya sendiri.

Life AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang