8

4 0 0
                                    

"Kalau Komandan Wulan sampai marah, kamu yang harus tanggung jawab..!" Desis pria manis, bermata kecil itu.

Wanita muda yang duduk di sebelahnya, malah menyikut sambil memberinya isyarat.

"Ada target, Ga.."

Pria bertubuh tinggi atletis, yang dibalut dengan kemeja putih itu, menoleh dengan senyum ramah di wajahnya.

"Eksmud kayaknya, Ga.." Ujar wanita muda itu lagi. "Dia ngeliatin kamu, Rangga..."

"Dis, udahlah..." Pria berdarah Sunda itu sampai malu sendiri. Ponselnya berdering. Panggilan dari rekan satu divisinya. "Saya sama Gandis lagi di -- Pegadaian.."

"Jimmy?" Ujar Gandis. Nama wanita muda, yang suka bicara ceplas ceplos itu. "Kepo ya, itu orang..?" Bola matanya memutar.

Sesosok remaja dengan seragam putih abunya, duduk tepat di belakang keduanya.

Tak berselang lama, rekan yang dibicarakan itupun muncul sambil membawa dua butir kelapa hijau utuh.

"Sudah keluar hasilnya..?" Tanya pria itu, sambil merapihkan belahan rambutnya yang bergelombang, dengan jemari tangannya.

"Ya nggak secepat itu jugalah, Jim.." Gandis terlihat jengah. "Lagian kamu ngapain beli itu?" Dia menunjuk pada dua butir kelapa yang dibawa rekannya.

"Kapten Wulan minta tolong. Kalau saya nggak salah, hari ini kan hari peringatan kematian kakaknya Kapten Wulan.." Ujar Jimmy, sambil mengedarkan pandangannya.

"Hmm, kalau dipikir-pikir aneh juga. Setiap tahun, Komandan Wulan selalu minta dicarikan kelapa hijau, untuk memperingati kematian kakaknya.."

"Atas nama Desmon...! Desmon...!?"

Remaja itu bangkit, seraya bergegas menghampiri meja konter dimana sesosok wanita muda baru saja memanggil namanya.

"Atas nama Bu Gandis...! Ibu Gandis...!"

Mendengar namanya disebut, Gandis refleks menarik tangan Rangga.

"Gimana, bu?" Gandis sungguh tak sabaran.

"Baik Ibu Gandis, setelah kami melakukan pengecekan -- bisa dipastikan kalau semua logam mulia ini, adalah asli."

"Kalau permatanya..?" Jimmy yang bertanya.

"Dua permata ini, bisa dipastikan adalah jenis permata langka. Dikarenakan kami pun, baru melihat yang seperti ini."

"Kalau diuangkan -- maksudnya digadai, laku berapa bu..?" Tanya Gandis lagi.

Wanita yang belum terlalu tua itu menggeleng sambil tersenyum.

"Mengenai hal itu, kami tidak bisa. Maaf..."

"Sepertinya memang imitasi.." Ucap Rangga pelan.

"Sama sekali bukan, bapak." Wanita itu memotong sopan. "Hanya saja, kami mentaksir kalau satu permata ini bisa mencapai --- sekitar sepuluh sampai lima belas miliar.."

"Ibu jangan bercanda, ya.."

"Mohon ditunggu.." Wanita itu meraih iPadnya. Kemudian dia memperlihatkan beberapa permata dengan warna sejenis. "Sekilas memang terlihat sama. Tapi dua permata ini sangat langka. Kemungkinan kolektor-kolektor bisa menghargai jauh diatas nilai taksiran kami.."

Life AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang