6

16 3 0
                                    

"Tahanan 24, ada tamu untukmu...!"

Dia melihat jam kecil yang ada di samping tempat tidur, yang bahkan kasur tipis dan terkoyak itu, sama sekali tak layak untuk bisa disebut sebagai tempat tidur.

Sudah pukul 18.35. Seharusnya ini sudah lewat dari jam besuk. Tapi kenapa, masih ada pengunjung yang dibiarkan menemui dirinya...?

Lagipula, selama dia mendekam selama 3 tahun di dalam tahanan, baru sekali ini ada yang mengunjunginya.

Satu alisnya terangkat. Dia sama sekali tidak kenal dengan sosok yang sekilas, mirip dengan adiknya itu.

"Assalamualaikum, Pak Alaska.."

Dengan tangan terborgol, dia duduk di kursi lainnya. Menatap curiga sosok itu, tanpa pernah menjawab salamnya.

"Sebelumnya aku minta maaf, karena baru punya waktu untuk mengunjungi anda disini..." Sosok itu berbicara dengan suaranya yang pelan, tenang, dan sopan sekali. "Anda terlihat lebih kurus, dari kali terakhir aku melihat saat anda masih menjadi orang kepercayaan Pak Harun Al-Rasyid."

Mendengar nama itu disebut, dia makin penasaran dengan sosok remaja di hadapannya. Namun dia tak melihat siapapun yang ada di ruangan itu, selain mereka berdua.

Sosok itu tiba-tiba memegang kedua tangannya. Dan seketika itu, semuanya berubah. Dia yang tadinya sedang berada di ruang besuk, kini berpindah ke sebuah ruangan lain, yang tentu saja dia amat mengenali salah satu kamar, yang ada di dalam rumahnya tersebut.

Bibirnya bergetar, saat dia melihat adiknya sedang berdiri di depan kaca lemari, dengan kondisi telanjang bulat.

"Yoga..." Dia sampai tak bisa berkata apa-apa. Melihat sekujur tubuh adiknya yang dipenuhi luka lebam tersebut. "Apa -- yang terjadi..?"

Dari kamar sempit tersebut, dia berpindah lagi ke sebuah ruangan terbuka. Seketika itu matanya membelalak. Darah di sekujur tubuhnya pun ikut mendidih, melihat adiknya itu sedang dipukul dan ditendang oleh beberapa siswa yang badannya lebih besar.

Dia ingin membantunya. Namun dia sama sekali tak bisa menggerakkan tubuhnya.

"Hentikan..." Air matanya mulai menitik. Dia benar-benar tak kuasa melihatnya. "Tolong hentikan..."

Kemudian dia berpindah lagi, ke tepi sebuah jalan raya. Dia lihat, bagaimana adiknya berlari ke tengah jalan yang ramai, cuma demi mengambil jasad kucing kecil yang sudah tak bernyawa lagi.

Dibawanya kucing kecil itu, kemudian dia kuburkan tepat di halaman depan rumahnya.

"Setidaknya kamu sudah tidak perlu merasakan pahitnya dunia ini.."

"Merekalah..." Sosok itu berbicara padanya. "Teman-temanku itulah yang memberitahukannya padaku..."

Dia memang bisa melihat ada puluhan kucing yang sedang berada di sekitar adiknya. Hanya saja, adiknya itu tidak bisa melihat keberadaan kucing-kucing tersebut.

Dan dia juga melihat, setiap harinya, kemanapun adiknya itu pergi, puluhan kucing-kucing itu selalu mengikutinya.

"Kebaikan kecil yang dilakukannya mungkin terlihat sepele. Namun, mereka sangat berterima kasih kepadanya. Atas izin Allah, tibalah hari dimana aku datang menemuinya..."

Life AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang