Empat belas

998 89 22
                                    

Bissmillah:)
Jangan lupa vote ya:)

Happy reading💙

......

"Hari ini lagi berat banget ya?" Lio berkata pelan, ia menggenggam telapak tangan Anna erat, matanya menyorot lembut pada gadis itu yang hanya diam sambil menunduk, "mau cerita?"

Diam sejenak, Anna membalas tatapan Lio, senyum kecilnya tersungging sambil menggeleng pelan "lagi capek aja."

"Apa yang capek?" tanya Lio mengeratkan genggamannya, matanya tak putus memandang sang pacar.

"Gak sekarang, aku belum bisa cerita, maaf." Anna membalas pelan, matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar kecil, hatinya tiba-tiba kembali mencoles. Ia menunduk enggan menatap Lio.

Elusan lembut yang dirasakan Anna membuatnya hatinya berdesir, isakannya tak bisa ia tahan apalagi saat Lio memeluknya.

"Gak pa-pa, aku tunggu." Lio berbisik lirih, tak ayal hatinya merasa sakit melihat Anna rapuh seperti ini. Ia membiarkan pacarnya menangis dalam pelukannya.

"An, aku tahu aku bukan pacar yang baik buat kamu. Tapi kali ini aku bakal berusaha," Lio menjeda ucapannya, ia tersenyum getir, mengeratkan pelukannya, "aku gak mau ngecewain kamu lagi, jadi tolong jangan ngelakuin sesuatu yang bikin kamu sakit. Karena mulai sekarang, aku gak mau jadi alasan kamu terluka."

Entah ini akan bertahan lama, atau hanya sementara, untuk saat ini Lio hanya ingin selalu ada untuk gadis yang di cintanya.

Anna semakin terisak, entah apa yang di ucapkan Lio itu hanya kata-kata atau dari hatinya? Jika ia kembali dikecewakan rasanya itu keterlaluan. Anna juga bingung, Lio itu obat sekaligus pemberi luka. Jadi ia memilih diam berharap ucapan cowok itu benar adanya.

"An, mau liat kucing peliharaan aku?"

........

Perdana, Lio mengajak Anna ke rumah cowok itu, dan sekarang mereka sudah berada didalam rumah besar bernuansa putih, Anna duduk manis di sofa ruangan keluarga.

Lio sendiri pergi ke dapur, katanya ingin membuatkan alpukat yang di hancurkan dan diberi gula serta susu untuk Anna. Sengaja cowok itu sendiri yang buat untuk yang spesial. Mengingatnya membuat Anna terkekeh kecil.

"Hei, dimakan ya, katanya makan alpukat itu bikin stresnya berkurang." Lio datang dengan segelas besar berisi alpukat hancur dengan susu coklat dan gula pasir yang tampak menggiurkan.

"Yaampun, makasih, jadi ngerepotin," Anna berujar diiringi senyum manisnya. "Aku makan, ya?" ucapnya mengambil gelas tersebut, demi apapun ia sangat menyukai alpukat jika diberi yang manis-manis.

"Gak boleh ada sisa pokoknya," balas Lio tertawa kecil. Ia memandang Anna dalam, tidak ada yang tahu seberapa besar perasaannya utnuk Anna.

"Suka?"

Senyum Anna mengembang sempurna sampai matanya menyipit, kedua tangannya memegang gelas itu, "enak banget, makasih Lio." entah kenapa kondisi hatinya lebih baik, apalagi yang membuatnya adalah Lio.

Mata Lio tidak berkedip, gadis didepannya sangat cantik, tapi manis lebih mendominasi, dan senyum Anna mengundang debaran jantung yang berdetak cepat.

"Aku suka senyum kamu, aku harap setiap hari bisa liat senyum itu." Lio berkata hangat bibirnya tertarik tulus.

Anna menunduk, agak tertegun tapi hatinya berdesir, kembali menatap Lio, "kamu salah satu orang yang buat aku senyum, makasih, Lio, aku harap itu berlaku dimasa depan. Entah itu satu jam yang lalu, besok, satu bulan kemudian, sampai seterusnya."

Ekspresi Lio beruang murung, senyum manisnya tertarik paksa, matanya kini memandang depan TV yang menyala.

"Salah satu? Seenggaknya masih ada orang yang jadi alasan kamu tersenyum, Anna," batin Lio getir.

.........

Brak!

"Sialan!"

Ponsel berlogo apel itu dibanting keras ke lantai dengan penuh emosi. Rautnya marah dengan mata tajam.

"Jangan cuekin call gue anjing!" Cowok itu berkata marah, matanya menyorot ponselnya yang retak. Senyum sinisnya tersungging. Mentang-mentang tengah berduaan dengan cowok sialan itu, ia di abaikan, teleponnya dibiarkan berbunyi terus sampai tiga kali.

Dirinya bukan orang penyabar! Mungkin didepan mereka, orang-orang bodoh ia terlihat seperti manusia baik berhati lembut? Cih. Tiba-tiba tawanya mengudara keras di kamar bernuansa hitam abu-abu itu. Sampai rautnya berubah kembali secepat kilat menjadi datar.

"Sebentar lagi," ia menyeringai lebar, "mereka bakal pergi, dan gue bakal jadi satu-satunya orang yang ada buat lo."

Ekspresinya berubah riang, perubahan itu diiringi dengan suasana hatinya, seperti seorang bipolar. Ya, memang adanya.

Matanya melirik laptop yang ada di meja kecil, ia berdiri dari duduknya di pinggir ranjang, kaki panjangnya mendekati laptop tersebut. Kini ia duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya, benda dengan 16 inci itu menyala, ia membuka salah satu file dengan nama Mine, file berisi ribuan foto seorang gadis.

"Liat, gak ada yang secinta ini sama lo selain gue. Dan cowok sialan itu?" Ia tertawa remeh, "cowok maruk yang gak bisa nentuin pilihannya."

"Hobinya nyakitin lo doang," senyum gelinya tertarik dan terkesan mencemooh, "udah tahu hidup lo gak baik-baik aja, dan lo nambah orang baru buat ngasih lo luka?"

Laptop itu ia simpan di meja didepannya, kini punggungnya bersandar di kepala sofa, matanya terpejam, otaknya berputar ke memori enam tahun yang lalu. Mengingat kata-kata itu membuat bibirnya tersenyum kecil, ucapan yang tidak akan ia lupakan seumur hidupnya.

"Makasih ya, makasih udah bikin hari ini bahagia,"

Senyum ceria dengan mata berkaca-kaca itu masih menempel di ingatannya.

"Aku gak pernah sebahagia ini, kamu orang pertama yang bikin aku ketawa selepas ini,"

Dia, yang suaranya melirih.

"Do'a aku berubah sekarang, aku pengen bisa liat, dan kamu orang pertama yang aku liat, Gasta."

Kini ekspresinya berubah sendu, karena ia tidak bisa mewujudkan keinginan gadis itu, disaat matanya bisa melihat, Ia sudah pergi.

Sampai sekarang rasanya masih sama, sesak. Senyum bahagia dan menangis terharu masih ingat di benaknya, gadis itu menganggap ia sebagai sumber kebahagiaannya walaupun hanya satu hari. Satu hari yang berharga.

"Harusnya gue gak nurut sama aki-aki itu buat balik ke Itali, harusnya gue jadi orang pertama yang dilihat Anna." Tatapannya semakin sendu, "sampe sekarang gue masih pengecut buat ngasih tahu Anna kalau gue itu Gasta."

"29 Mei adalah hari bahagianya aku! Hari dimana aku di ajak main sama Gasta, seenggaknya aku punya pengalaman indah, kalau aku sedih aku bakal inget kejadian hari ini, biar jadi alasan buat aku senyum."

Sesederhana itu, ia menjadi jatuh kedalam pesona gadis itu. Sampai sekarang perasaannya tidak berubah, malah semakin lama semakin dalam.

Ia menggeram dengan tatapan tajam mengingat Lio, cowok yang seenaknya masuk ke dalam hidup gadis pujaannya.

Sepertinya ia harus menyiapkan diri untuk bertemu dengan Anna dan memberitahu siapa dirinya.

"Anna gak boleh lupa sama gue," monolognya dengan intonasi datar.

..........

Mau up aja hehe,

Jangan lupa vote sama komentarnya ya!💙

Terimakasih 💙





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Survive or give up?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang