Bab 2

1.2K 34 0
                                    

***

"Sialan, itu beneran kakak lo?" Cuit Bima tak percaya. Abi adalah the real brandalan disekolah, meski nilainya bagus, semua orang tau betapa kasar dan kacaunya seorang Abi Dananta.

"Biasa aja liatnya!" Ketus Abi. Ia selalu kesal melihat laki-laki begitu terpesona dengan kakaknya. Rea memang cantik, tapi menurutnya menatap Rea terlalu intens itu tidak sopan. Abi tidak suka!

Sementara gambaran sosok bidadari yang di puja Bima tengah berjalan dari parkiran sekolah menuju ruang guru BK. Langkah yang anggun, paras yang cantik, rambut hitam lurus nan berkibar, tak lupa senyum manis yang sejak tadi selalu tersungging saat berpapasan dengan murid-murid Garuda bangsa.

Bahkan sejak tadi Bima tetap sulit untuk mengalihkan tatapannya dari perempuan itu, padahal sudah berkali-kali Abi menegurnya. Bima dan Abi, keduanya kini tengah berada di rooftop, mengintip perempuan cantik yang akan dilapori berbagai masalah yang sudah di lakukan Abi di sekolah.

"Kenapa kalo pas ambil Rapor nggak lo suruh dia aja sih? Kan lumayan, buat cuci mata! Nggak nenek-nenek cerewet lo itu terus yang dateng!" Gerutu Bima, yang masih takjub dengan sosok Rea. Begitu anggun padahal hanya mengenakan setelan jas dan celana bahan warna hitam.

"Kalo bukan karena masalah serius, gue juga nggak mau repotin dia, Bim."

Bima mencebik geli. "Elah, namanya adek itu wajar bikin repot kakaknya, Bi!"

Abi memilih diam. Bima tidak mengerti, jika ia dan Rea tumbuh bersama sejak kecil, mungkin Abi akan melakukan itu. Tapi ia dan Rea masih bagaikan orang lain, setelah hampir empat tahun tinggal bersama pun, tidak mampu membuatnya bisa menganggap Rea seperti kakak sebagai mana mestinya.

Hutang budi! Seperti itulah yang Abi rasakan selama ini.

"E-e-eh, itu kenapa cewek lo nyamperin calon istri gue?!" Pekik Bima heboh.

Abi ikut melirik arah pandang sahabatnya, dan matanya membulat melihat Lia tengah menghampiri Rea.

"O-oh, mungkin Lia mau memperkenalkan diri sebagai adek ipar? Atau mungkin dia mau nunjukin jalan ke ruang BK." Simpul Bima asal.

"Ngaco lo! Dia alumni sini bego, nggak mungkin lupa dimana ruang BK!" Ketus Abi kesal. Matanya masih mengawasi gerak-gerik dari gadis yang hampir setahun ini digosipkan sebagai pacarnya.

"Serius lo?"

"Hm.."

"Wahhh berarti cewek lo sedang mengakrabkan diri sama calon kakak ipar ituu..." Kekeh Bima. "E-e-eh mau kemana woy?!"

Bima ikut berlari, mengejar Abi dengan susah payah. "Lo mau kemana sih, Bi?"

"Brisik lu!"

***

"Gue bilang gausah sok kenal kan, ngapain coba dideketin segala? Caper?". Ketus Abi pada Lia, menahan gadis itu yang hendak menuju kantin.

Jika baru mengenal Abi, mungkin Lia akan sangat sakit hati. Tetapi sudah lama ia berteman dengan Abi, sejak kecil malah. Sehingga ia paham mana yang perlu dan yang tidak perlu dimasukkan dalam hati apa yang diucapkan lelaki itu.

"Dia kakak kamu kan, wajar dong aku sapa! Lagi pula dia baik kok, kenapa aku nggak boleh deket-deket dia?" Ujar Lia santai.

"Jangan ngeyel kenapa sih kalau dikasih tau?" Kekeh Abi tak suka.

"Kamu yang kenapa, aneh banget. Aku cuma ngobrol aja, nggak bahas kamu juga kok." Kekeh Lia tak mau kalah.

"Gue tetep nggak suka, jangan ikut campur urusan gue sama Rea!"

"Kamu kenapa sih? Aku berhak ya, tau tentang-,"

"Oke, kalo gitu mulai sekarang kita nggak akan berurusan lagi!" Putus Abi final. Inilah yang paling ia tidak suka dari perempuan, ribet dan sulit diberitahu.

"Abi!"

Lia menahan lengan Abi yang hendak meninggalkannya. Jantungnya berdebat hebat saat menyadari Abi baru saja hendak mengakhiri hubungan mereka. "Iya! Aku nggak akan deketin dia lagi!" Putusnya kalah.

Banyak perjuangan yang Lia lakukan untuk bisa bersama Abi, jangan sampai semuanya sia-sia karena keingintahuannya mengenai Rea.

"Maaf.." Pinta Lia sekali lagi.

Sementara lelaki yang Lia puja setengah mati itu hanya menatap remeh dirinya dengan senyum miring. Tidak menjawab sedikitpun.

"Aku cuma khawatir sama kamu, aku nggak tau gimana selama ini kamu tinggal sama dia setelah kepergian om Sano."

"Itu bukan urusan kamu, Lia! Dan ingat, jangan pernah lagi cari tau soal Rea!"

"Iya, aku tau. Maaf.."

Lia menatap sendu punggung Abi yang kini menghadapnya. Kenapa begitu susahnya menaklukan hati seorang Abi Dananta? Lia sudah memiliki semuanya, tapi kenapa masih terasa sulit sekali?

"Lo udah kenalan sama kakaknya, Li?" Suara berat milik Bima mengalun menggelikan tepat disamping telinga lia.

Plak..

"Akhs, sakit Lia!" Keluh Bima sembari mengusap lemput pipinya. Ditatapnya Lia dengan tatapan kesal.

"Udah gue bilang jangan deket! Ya jangan deket-deket makannya!" Omel Lia sebal. Ia selalu merasa moodnya semakin turun setiap bertemu dengan Bima. "Pergi sana ah!"

"Jawab dulu, lo udah kenalan belum?" Bima benar-benar penasaran dengan sosok kakak yang selama ini disembunyikan Abi.

"Udah!"

"Namanya siapa?"

"Rea."

"Lengkapnya!"

"Gak tau! Tanya aja sendiri!"

***

Hari sudah cukup malam begitu Rea sampai dirumah. Hari ini ia terpaksa pulang terlambat karena harus menyelesaikan pekerjaanya yang ia tinggalkan saat mengunjungi sekolah Abi.

"Itu yang pertama dan terakhir!" Celetuk Abi begitu Rea memasuki rumah.

Mendengar itu, Rea langsung mengedikkan bahunya acuh. Ia memutuskan untuk bergabung dengan Abi di sofa tanpa mengganti bajunya. "Yakin nih?"

"Tentu, gue cuma lagi sial aja ini!" Elak Abi tak terima. Sebenarnya ia sangat malu dengan Rea, telah merepotkan garis itu atas masalahnya.

Kerusuhan disekolah beberapa hari lalu disebabkan oleh teman-teman geng nya, sial baginya yang harus ikut bertanggung jawab atas pecahnya kaca jendela disalah satu ruang kelas. Padahal Abi hanya datang melerai saat itu.

"Kakak nggak masalah sih sebenarnya, wajar kan anak laki-laki buat masalah disekolah." Jawab Rea ringan. Varo adiknya juga pernah membuat masalah dulu, sering malah. Tetapi Mamanya yang datang membereskan, bukan Rea.

"Berapa?" Tanya Abi tegas.

"Berapa apanya?"

"Denda, biar ku ganti."

Rea menatap Abi tak percaya. "Serius? Kamu punya duit emangnya?"

Abi mengabaikan ledekan Rea. Ia bangkit dari sofa dan masuk dalam kamarnya, lalu kembali dengan dompet ditangannya.

Walaupun masih berstatus sebagai pelajar, Abi juga memiliki pekerjaan sampingan tanpa sepengetahuan Rea. Ia tidak akan sampai hati membiarkan Rea mengbiayai penuh kehidupan mereka berdua.

"Berapa?"

Rea mengerjap bingung. Adik kecilnya itu serius ingin mengganti uang yang ia keluarkan untuk membayar denda?.

Lalu seringai jahil muncul dibibirnya. "Itu nggak perlu diganti sih, kan bayarannya kamu juara 1 umum pas kelulusan nanti. Tapi kalo kamu maksa, ayo kita makan malam diluar! Traktir Kakak dengan uang kamu yang banyak itu!" Serunya semangat.

"Keluar mulu sih? Mau kemana lagi? Kemarin kan udah!." Gerutu Abi malas. Lalu ia kembali berjalan masuk kedalam kamarnya, namun tiba-tiba kepalanya kembali menyembul keluar dari pintu kamar. "Ayo cepat siap-siap! Kakak juga belum mandi kan?"

Mendengar itu, Rea langsung tersenyum lebar.

"Okaaayyy!" Ia juga segera bangkit, bergegas mesuk dalam kamarnya.

Dari dalam kamar, Abi tersenyum geli mendengar suara gaduh yang ditimbulkan Rea. Kebiasaan wanita itu saat sedang terburu-buru.

***

Selamat hari kamis..!

PARTNER IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang