Bab 16

422 19 1
                                    

***

Ucapan Randu bukan omong kosong.

Pagi ini juga, surat itu sudah ada diatas mejanya. Fitri juga langsung mengabarkan bahwa Pak Tama memangnggilnya ke ruangan.

Ini menyebalkan! Rea tahu tentang permainan kekuasaan, tetapi tidak percaya bahwa dirinya sendiri akan mengalaminya.

"Sialan mereka, nggak bisa profesional ternyata." Ucapnya geram.

Fitri yang berdiri di sebelahnya hanya bisa menatap Rea iba. Apalah daya, Fitri juga hanya karyawan biasa. Kalau sampai ikut campur, ia takut kena damprat juga. Fitri kan masih butuh gaji dua dijit disini.

"Di temuin dulu Pak Tama nya Re, siapa tahu beliau mau kasih rekomendasi ke perusahaan lain." Usul Fitri.

Rea mendengus malas. Tidak mungkin! "Fit, kalo aku ada salah, maafkan ya. Aku takut setelah ini kita nggak sempet ketemu kamu lagi dan minta maaf."

"Ngomong apa sih, Re! Aku juga banyak salah, udah jangan gitu dong! Kita masih bisa ketemua kok walaupun kamu udah nggak kerja disini." Fitri menunduk sendikit lalu mengambil ponselnya. "Ayo kita foto dulu, buat kenang-kenangan kalau aku kangen sama kamu."

Meskipun malas, Rea tetap berdiri disamping Fitri dan tersenyum ke arah kamera.

"Udah ah, aku ke Pak Tama dulu." Pamit Rea.

Lift yang membawa Rea menuju ruangan Tama begitu lenggang. Sehingga hanya membutuhkan kurang dari 3 menit, Rea sudah berdiri didepan pintu ruangan bertuliskan Direktur.

Tok..Tok..Tok...

Begitu mendengar bunyi sahutan dari dalam, Rea segera masuk kedalam ruangan.

"Duduk, Rea." Ucap Tama.

Rea menurut. Tanpa banyak bicara, ia duduk tepat di seberang meja Tama.

"Kamu ada masalah dengan Randu?"

"Ada masalah atau pun tidak, seharusnya itu nggak berkaitan dengan pekerjaan saya disini. Saya cukup profesional."

Tama tahu wanita itu tengah menyindirnya. Namun Randu juga memiliki saham diperusahaan ini walaupun sedikit. Tidak bisa dia menolak permintaan sepupunya itu. "Sekali lagi saya minta maaf, ya. Saya yang tidak profesional."

"Saya mengerti, Pak. Kalau begitu saya per-,"

"Tunggu!" Tama memang terlanjur tidak profesional, namun ia juga tidak bisa membiarkan orang lain terlunta-lunta akibat kehilangan pekerjaannya. Hati baiknya masih hidup dalam jiwa. "Ini rekomendasi dari saya, saya sudah menghubungi Managernya. Saya berteman baik dengan CEO nya, datanglah kesana jika kamu memerlukan pekerjaan. Setidaknya, hanya ini yang bisa saya lakukan."

Rea mengambil amplop yang disodorkan Tama. Baiklah, sepertinya bos nya ini memang orang yang baik. "Terimakasih, pak." Rea langsung pergi setelah mendapatkan anggukan dari Tama. Yah, beginilah hidup seharusnya. Tidak semua hal bisa berjalan dengan mulus sesuai harapan kita. Namun satu yang Rea syukuri, Abi sudah menyelesaikan pendidikan wajibnya. Iya yakin, nanti pasti ada jalan keluar untuk mereka.

Tantangan ini cukup menguji memang, tapi Rea suka. Dari pada Rea harus menyerah dan melepaskan Abi, tidak! Opsi itu tidak akan Rea ambil. Sampai kapanpun juga. Abi miliknya, dan akan selalu menjadi miliknya.

Ting..

Sebuah pesan masuk bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.

Mama
Mama nggak main-main bukan?
Segera bereskan barang-barang kamu dari rumah itu dan pulang ke rumah Mama, Mama tunggu! No drama, kalau kamu nggak mau mama mengacaukan anak haram itu. SEGERA!

PARTNER IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang