Bab 10

817 23 0
                                    

***

Tidak ada senyum ramah, namun jelas mata itu memancarkan kehangatan. Tangan kokohnya memijat lembut punggung mungil sang putri yang tengah terbaring telungkup di pangkuannya. Beberapa kali bibirnya mendendangkan sebuah nada penghantar tidur dengan suara lirih nan mendamaikan.

"Masih hangat, padahal sudah minum obat. Kepalanya masih sakit nggak?" Tanyanya pada sang putri.

"Enggak yah, cuma sedikit pusing." Sang putri tersenyum senang sambil menatap sang ayah. "Ayo yah, pijit lagi!"

"Iya-iya..."

Senyum sang putri semakin melebar. Betapa lembut dan hangat tangan kokoh ayah, mengusap penuh sayang dirinya, memijat lembut punggung dan kepalanya tanpa lelah. Oh ayahnya yang penyayang.

"Cepat sembuh anak ayah.."

"Iya ayah, Rea sayang ayah."

"Hah?!" Rea tersentak bangun dari tidurnya. Sudah lama sekali ia tidak memimpikan sang ayah, bahkan sejak mereka berpisah dulu pun hampir tidak pernah Rea memimpikannya meski Rea rindu setengah mati.

"Ayah.." Rea dilanda gelisah seketika. Apalagi saat menoleh kesamping, ada sosok mungil Abra tengah terlelap memeluk gulingnya. Begitu tenang nan damai.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Sakit, pedih, rindu, dendam, benci, semua pernah Rea lalui. Bahkan saat tuhan mengambil ayahnya, Rea sudah tiba pada rasa hampa pada sosok itu. Rea sudah sangat terbiasa, sosok Sanoto telah lama dirampas darinya.

Ya tuhan..!

Rea menggelengkan kepalanya. Tidak, dia tidak boleh mengingat kenangan apapun tentang ayahnya lagi. Rea sudah iklas, dan Rea bahagia. Maka dari itu Rea harus fokus pada apa yang dimilikinya saat ini. Fokus pada sosok kecil peninggalan sang ayah yang begitu ia sayangi misalnya?

"Abra.." Rea usap penuh kelembutan rambut lurusnya. Rambut yang sama persis dengan milik Abi, dan berbeda dengan miliknya dan Varo. Bahkan semakin besar, Abra malah semakin mirip Abi dari pada Varo.

Rea menundukkan tubuhnya, untuk mencium serta menghirup dalam-dalam aroma bocah itu. "Nanti, Mbak pasti kangen banget sama kamu."

Satu minggu lagi, Abi akan melaksanakan Ujian Nasional. Maka Rea memutuskan untuk tidak akan kemana-mana hingga Rangkaian Ujian Nasional Abi selesai. Dan kemungkinan besar mereka tidak akan berkunjung lebih dari dua minggu ke depan.

Rea sengaja memuaskan kunjungannya minggu ini, bahkan malam ini dia menginap dirumah neneknya. Untuk memberi pengertian Abra, jika di hari esok ia merengek rindu.

***

"Habisin dulu susunya, Abi."

"Iya."

"Jangan lupa berdoa, nanti di jalan jangan kebut-kebutan. Hati-hati, oh ya, pulang sekolah langsung pulang! Jangan kemana-mana, jangan main-main dulu pokoknya!"

Abi hanya bisa menghela nafas jengah mendengar pesan-pesan kakaknya. Sudah sejak hari pertama, dan sekarang adalah hari terakhir Ujian Nasionalnya. Hari ini Abi sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya. Sengaja, agar ia bisa mengantar Rea terlebih dahulu.

Rea benar-benar memperhatikan Abi di hari-hari genting itu, tak segan menelfon hanya untuk memastikan sedang dimana Abi berada. Abi terkadang sampai heran, kakaknya terlalu over protektif.

Beruntung Ujian Nasional hanya berlangsung empat hari. Abi juga bersyukur bisa melaluinya dengan baik. Ia juga berharap hasilnya cukup memuaskan.

"Gimana? Udah tau mau lanjut kemana?" Tanya Bima.

PARTNER IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang