Bab 14

550 16 0
                                    

***

Risa menatap putri bungsunya penuh selidik begitu menjumpai keberadaan Rea di dapur rumahnya. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba anak itu pulang ke rumah?

"Mama berencana menghubungi kamu tadi, tetapi malah kamu sudah disini. Bagus, kita bisa bicarakan ini langsung."

"Ada apa, Ma?" Rea benar-benar lemas. Tidak memiliki tenaga untuk menyahuti Risa lebih lanjut, padahal tujuannya kemari juga hendak mengatakan banyak hal kepada ibunya. Namun membayangkan pertanyaan dan perbedabatan yang akan mereka lalui, beban berat seolah menimpa pundak Rea.

"Sabtu depan, kamu harus pulang! Ayah Randu menghubungi Mama, akan melamar kamu untuk Randu. Pak Bram juga bilang, pernikahan kalian sebaiknya dipercepat saja supaya lebih baik."

"Apa?" Apalagi ini? Omong kosong malam itu ternyata berlanjut serius? Rea mengerang frustasi dalam hati.

"Randu juga bicarakan ini dengan kamu kan?"

Tidak! Sama sekali tidak ada pembicaraan apapun. Bahkan Randu menghindarinya saat Rea meminta untuk bertemu hari ini. Tapi tidak mungkin pula Rea berkata jujur dan mengatakan tidak. "Iya Ma."

"Baguslah. Setidaknya Mama tidak semakin khawatir jika kamu menikah dengan Randu. Sebenarnya mama masih nggak habis pikir, bisa-bisanya kamu lebih sayang dengan anak haram itu dari pada mama. Tapi ya sudah, mama malas memahas ini. Capek, punya anak nggak tahu diri." Begitu selesai dengan ucapannya, Sofia meninggalkan dapur. Melupakan niat awalnya ingin membuat secangkir kopi sebagai penghangat santai sorenya.

"Mbak, kok nggak pernah cerita sih kalau pacaran sama Bang Randu? Aku kaget banget kemarin, aku kira Mama cuma bercanda pas bilang mau ketemu sama calon mantu." Kicau Safira. Suaranya memecah keheningan yang tercipta setelah kepergian Sofia.

Rea menghembuskan nafas panjang sebelum mengangguk ringan mendengar ucapan Safira. "Emangnya harus cerita-cerita, gitu?" Jawabnya malas.

"Harus! Soalnya mbak diem-diem banget kan selama ini? Mana pernah ada kelihatan dekat dengan cowok? Aku tebak, Abi juga baru tahu kemarin ya mbak?"

Kening Rea mengernyit mendengar Fira membawa nama Abi dalam obrolan mereka. "Hm, kenapa memangnya?"

"Hehehe, Mbak nggak tahu sih! Adiknya Bang Randu kan musuh bebuyutannya Abi, pasti kaget lah dia!" Ucapan Safira yang membuat Rea makin tidak mengerti. Memangnya siapa adik Randu? Randu punya adik saja Rea tidak tahu kok!

"Musuh-musuh apa sih? Masih kecil kok musuh-musuhan?"

Safira bingung bagaimana harus menjelaskannya. Yang ia tahu, Nando pernah di keluarkan dari sekolah setelah ketahuan mengeroyok Abi. Entah apa masalahnya, yang jelas mereka belum terlihat damai hingga sekarang. Bahkan kabar terakhir yang Safira dengar tentang Nando, lelaki itu sempat masuk rumah sakit setelah terlibat tawuran dengan rombongan Abi. "Pokoknya mereka nggak pernah damai Mbak.."

"Anak jaman sekarang, ada-ada aja deh." Timpal Rea heran. "Oh ya, Mama tadi kemana, dek?" Rea tidak boleh melupakan tujuannya datang kemari. Kalau belum bisa bertemu Randu, maka ia harus bisa menyelesaikannya dengan Sofia lebih dulu.

"Mbak mau berantem lagi sama Mama?" Tanya Safira was-was. Sungguh, ia sangat merindukan kakaknya. Berharap mereka bisa berkumpul dan berdamai sejenak saja tanpa ada masalah.

"Nggak lah! Ngapain berantem segala?!"

Bukan berantem, cuma adu mulut. Sofia sering tidak bisa diajak bicara baik-baik, makanya Rea harus melibatkan otot jika tak mau kalah.

Hubungan mereka sudah tidak baik sejak lama, tapi dasar keduanya sama-sama keras dan egois. Tidak ada yang mau mengalah sedikit saja.

Safira tidak bisa mencegah saat Rea benar-benar menyusul Sofia yang kini duduk di teras rumah. Duduk di kursi sebelah ibunya sambil membawa secangkir teh hangat hasil buatan Safira. "Ma.. Ada yang mau Rea bicarakan."

PARTNER IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang