Bab 23

176 18 1
                                    


***

7 bulan sebelumnya...

Ruangan putih dengan tirai putih tertutup. Lampu ruang yang hidup tanpa cahaya matahari menerobos masuk, Abi kira saat ini adalah malam hari.

Baru akan bertanya dengan diri sendiri dimana ia berada, ketika sebuah ingatan kembali melintas. Bima yang entah dari mana datangnya, menemukannya tergelak di halaman belakang rumah  mendiang Ratu. Abi mendengar suara paniknya meminta tolong warga untuk membantu membawa Abi kerumah sakit segera.

Abi sempat menyaksikan laki-laki itu berseru panik saat diperjalanan, sebelum kesadarannya benar hilang.

Jadi dimana Abi sekarang?

Dirumah sakit mana?

Dimana Rea?

Apakah orang-orang itu menyakiti Rea nya?

"Bi, jangan banyak gerak dulu! Lo baru sadar."

Abi melirik ke arah pintu yang baru saja terbuka. Bima ada disana, berdiri kaku dengan plastik bening berisi buah ditangannya. "D-dim-a-na Rea?"

"Rea dirumah."

"R-Rea Bim.. G-gi-mana?"

"Rea baik-baik aja! Dirumah!" Kali ini nada suara Bima naik. Ia sama sekali tidak menutupi ketidaksukaan terhadap manusia yang membuat sahabatnya berbaring lemah seperti ini.

"Dia.. nggak datang, Bim?"

"Nggak. Dia cuma nelpon aja pas elo udah sampe sini, nanyain giman keadaan lo. Udah! Itu terakhir dia hubungin."

Beberama menit berlalu dan hanya ada keheningan diruangan itu. Abi dengan kebimbangan dan rasa sakit di tubuhnya, sementara Bima dengan rasa kesal serta  kasihannya terhadap Abi.

Malam ini harusnya ia bersiap untuk penerbangan esok pagi. Tetapi tiket pesawatnya pun sudah ia batalkan sejak beberapa hari lalu.

Hanya ada Bima disana.

Tidak satupun saudara Abi yang mau menunggu lelaki itu, bahkan Rea sekalipun. Perempuan itu hilang kabar setelah menyakan keadaan Abi pada malam nahas yang menyakiti adiknya. Tidak ada kabar lagi dari Rea setelah itu, sama sekali.

Bima bingung, berhari-hari Abi koma. Tetapi ia hanya sendirian disini. Om Gun maupun keluarganya pun datang keesokan hari setelah kejadian, hanya sebentar. Kemudian  berlalu pergi dengan kemarahan yang masih bersarang di wajahnya.

Untung saja Abi Koma, jika sadar, Bima rasa laki-laki itu tetap akan menghajar Abi hingga koma. Jika dilihat dari raut wajahnya.

Ya tuhan, bahkan Bima baru tahu ada keluarga yang se-acuh itu pada keponakannya yang yatim piatu dan membutuhkan ini.

Di saat Bima tengah geram dengan siapa pelaku dan apa motifnya, keluarga Abi justru tidak ada yang benar-benar ingin tahu kronologi kejadiannya. Bahkan mereka melarang Bima untuk membawa kasus ini ke jalur hukum.

Padahal Bima panik setengah mati saat mendapati sahabatnya tergeletak berlumur darah, bisa saja Abi mati pada malam itu andai Bima tidak kebelutan datang tepat waktu.

"Bim.." Kali ini suara Abi mengalun lancar, meski tetap lebih lirih dari biasanya.

"Apa?"

"Adek gue, gimana ya?"

"Dibawa bang Varo. Dia bilang nanti mau kesini, ngajakin Abra juga."

PARTNER IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang