Bab 5

1K 26 0
                                    


***

"Varo? Safira?"

"Tadaaaaa! Suprisee...!!" Pekik gadis yang Rea panggil dengan nama Safira.

Rea menggeleng pelan melihat dua mahluk yang berdiri didepan pintu rumahnya sepagi ini. Tumben sekali adiknya mau berkunjung tanpa ia minta. "Ayo masuk, kalian udah sarapan belum?"

"Sudah dong, tadi pagi mama masak nasi goreng Kak! Enak banget!" Jelas Fira semangat.

"Oh yaa?"

"Iya dong, kak Rea sih, jarang pulang makanya nggak tahu!"

Rea mengulum senyum dibibirnya. Adiknya Fira masih tetap seperti anak kecil, padahal usianya hampir sama dengan Abi. "Biasanya kalau libur panjang kan kakak pulang, Fir."

"Yah, itumah setahun sekali kak!"

"Dua kali, Fira." Ralat Rea.

"Oh, iya deng. Kakak pulangnya setahun dua kali. Oh ya, Abi mana kak?"

"Ngapain kamu cari dia?" Kali ini Varo yang bersuara. Seperti biasa, nadanya selalu jauh dari kata ramah.

"Ya suka-suka aku dong, mau ketemu aja memangnya nggak boleh?!"

"Ada di belakang. Sana, samperin aja." Sahut Rea menengahi. Ia tidak ingin ruang tamunya menjadi ajang tarik otot sepagi ini.

"Okay!" Varo memutar bola matanya kala Safira menjulurlan lidah mengejeknya. Dasar adik sialan!

Setelah kepergian Safira, Varo mendengus dan mendudukkan dirinya dikursi tamu rumah ayahnya. Ralat, alharhum Ayahnya. Yang juga pernah menjadi rumahnya dulu, belasan tahun lalu.

"Ada apa?" Tanya Rea memulai. Tahu betul Varo pasti memiliki kepentingan jika nekat menemuinya. Anak itu sangat tidak suka beramah tamah sama sekali sekarang.

"Kapan nikah? Gue mau tunangan akhir tahun nanti." Ucap Varo ringan.

"Lo mau tunangan sama Ranu?"

"Iyalah, siapa lagi."

"Yaudah, silahkan. Gue belum kepikiran nikah di tahun ini ataupun tahun depan." Rea tidak keberatan. Dan tidak akan pernah keberatan kalau Varo akam menikah lebih dulu, karena sampai hari ini belum ada laki-laki yang special dihatinya. Tidak seperti Varo, yang sudah bertahun-tahun bersama dengan Ranu.

"Mau sampe kapan sih? Inget umur dong lo, Udah 24 sekarang!"

Rea menghela nafas panjang. Ia paling tidak menyukai pembahasan mengenai pernikahan. "Varo, dengar ya! Menikah itu bukan perkara gampang. Bukan cuma cewe ketemu cowok pacaran terus bisa menikah, nggak sesimple itu Varo. Kalau kamu memang sudah siap, dan mau melanjut ke jenjang itu lebih dulu, silahkan. Kakak nggak masalah kok."

"Kak, lo egois tahu nggak! Lo tahu kan gimana kerasnya Mama? Lo kira dia bakal kasih ijin? Gue nggak minta banyak kok, gue mau nikah dua tahun lagi. Dalam jangka waktu itu, masak ia lo masih belom bisa nemuin cowok yang tepat? Ayolah, come on! Lo cari yang gimana sebenernya?"

Tidak tahu.

Rea tidak pernah bertanya pada dirinya sendiri laki-laki seperti apa yang ia butuhkan. Tampankah? Kaya kah? Rea tidak memiliki kriteria khusus. Belum ada satupun laki-laki yang bisa meyakinkan Rea untuk melangkah ke babak yang lebih serius hingga hari ini.

***

"Ngapain lo kesini?"

Safira mendengus malas mendengar sapaan tak ramah dari Abi. Tidak Varo, tidak Abi, sama saja. Tidak satu pun dari mereka yang ramah. Padahal ayah mereka berdua tidak seketus itu, bahkan Pak Sanoto sangat ramah dengannya dulu.

PARTNER IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang