Bab 27

128 11 2
                                    

***

Dari kejauhan, Abi hanya menatap Ranu, Varo dan Abra yang berdiri didepan pintu UGD. Abi belum mengabari Abra bahwa ia sudah tiba dirumah sakit. Ia ragu, dan belum siap bertemu kembali dengan mereka semua.

Ini terlalu cepat, atau memang Abi tak akan pernah siap?

Pintu ruangan terbuka, dan seorang perawat menemui mereka. Abi menerka-nerka dari kejauhan, apa yang tengah disampaikan perawat itu sehingga keluarganya terlihat semakin kacau.

Varo sedikit mundur dan menjauh dari yang lain, dan kemudian Abi menyadari bahwa Abangnya hanya ingin menangis sendirian. Kemudian Abi kembali melihat Abra, dimana adiknya duduk dikursi panjang dirangkul Ranu. Sepertinya, mereka juga menangis.

Abi tak tahan melihatnya. Dengan tekat bulat, akhirnya ia melangkah mendekat. Menghampiri Abra dan Ranu yang tengah menangis bersamaan. "Cassie gimana?"

Ranu berkedip lambat menyadari sosok tak asing dimatanya. "Kamu.. Abi?" Tanyanya disela isakan.

"Cassie kritis kak, dia,," Abra pun tidak bisa melanjutkan kalimatnya sebab disertai tangis. Kejadian ini begitu cepat dan mengejutkan, padahal baru tadi siang mereka makan bersama, bahkan mereka belum merayakan sama sekali ulang tahun Cassana. "Cas, jangan pergi dulu..Tolong.." Lirih Abra frustasi.

Abi menelan salivanya susah payah. Tiba-tiba teringat jika Abangnya, Adiknya, dan Ranu saja sekacau ini. Bagaimana jika nenek tua itu nanti tiba disini dan tahu keadaan cucunya?

Belum sempat angannya melayang jauh, nenek tua yang tadi muncul didalam kepala Abi kini muncul juga didunia nyata.

Dengan langkah terburu-buru, wajah merah dan mata sembab. Disampingnya, ada Safira yang juga ikut melangkah terburu-buru setengah berlari.

"Gimana? Gimana Cassie? Kenapa bisa begini? Kamu gimana sebenarnya? Bisa menjaga dia atau tidak? Kalau kamu nggak bisa jaga, saya nggak akan setuju kamu yang jemput Cassie!" Pekik Risa histeris, persis seperti dugaan Abi.

Abra menunduk takut. Sedih sekaligus merasa bersalah, merasa dirinya memang bodoh karena membiarkan adiknya pergi sendirian. "Maaf tan.."

"Maaf kamu bisa menjadi jaminan Cassie aman? Hah? Kamu kira-,"

"Berhenti bersikap kasar dengan adik saya! Cucu anda begini karena keteledorannya sendiri! Kalau otaknya dipakai, dia nggak akan menyebrang jalan sebelum melihat kanan kiri. Jangan salahkan adik saya!" Tegas Abi geram.

Risa menatap tajam laki-laki yang berani bicara kasar padanya. "Siapa kamu?!"

15 Tahun memang mengubah banyak hal. Tapi ternyata sama sekali tidak mengubah seorang Risa. Batin Abi jengah. "Saya Abi. Abi Dananta Varestino. Putra dari Sanoto, Mantan suami anda."

"Abi?" Ulang Risa tak percaya. Di pindainya lelaki itu dari ujung kaki hingga ke ujung rambut dan...

PLAKK!!

"BAJINGAN SIALAN!" Maki Risa penuh dendam. "Ngapain kamu disini pembawa sial? Hah? Pergi!"

Emosi Risa semakin tak terkontrol. Membuat Safira maupun Ranu susah payah menahan Mamanya yang tengah kalut dilanda emosi itu.

"Ma, ini rumah sakit. Tolong tenang, Ma.." Pinta Ranu.

"Pergi dan jangan pernah muncul dihadapan saya apalagi cucu saya! PERGI!" Maki Risa lagi, tidak peduli dengan nasihat menantunya.

Safira menahan lengan ibunya yang hendak kembali memukul Abi. "Ma, tenang. Ini rumah sakit, security bisa datang kesini nanti ma-,"

"BIAR! BIAR SECURITY DATANG DAN MEMBAWA BAJINGAN INI PERGI! PANGGIL BILA  PERLU! SECURITY!"

PARTNER IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang