Sore ini Viar pikir Solo akan cerah ternyata hujan, sama seperti kisah cintanya dan Renata yang indah ternyata berakhir di pukul oleh kenyataan.
Melepaskan seseorang yang kita sayang, yang kita tau juga menyayangi kita nyatanya jauh lebih menyakitkan dari bertepuk sebelah tangan. Apa pun perihalnya, bukankah yang tak bersatu akhirnya akan sama pahitnya?
Begitu juga mereka yang sama sama jatuh cinta, sama sama ingin bersama tapi harus menghadapi kenyataan pahit sebuah kesenjangan harta dan tahta. Namun, walaupun sedemikian dihina oleh seorang jenderal tinggi yang di panggil papa oleh Renata, Viar tetap bangga dengan pekerjaannya.
Lima tahun tentu tidak sebentar, mereka punya banyak cerita, punya banyak mimpi, punya banyak cinta namun Viar cukup tau diri, Renata terlalu tinggi untuk dia yang hanya seorang anak petani kecil di desa, disekolahkan susah payah untuk menjadi abdi negara.
Mencintai renaga sering sekali melukai hargai dirinya, pendidikannya, pekerjaannya, gajinya, orang tuanya, terlalu banyak perbedaan yang membuatnya sadar kadang cinta tidak hanya tentang kebahagiaan tapi pendewasaan yang tumbuh dari mengiklaskan, seperti malam ini misalnya, perihal hati yang lagi-lagi dipatahkan oleh cinta.
Viar cepat-cepat menghapus air matanya, perlahan mengangkat kepala menatap Renata yang lebih dulu menangisi kisah cinta mereka. Viar adalah cinta pertama renata, pacar pertama renata, orang pertama yang menorehkan begitu banyak tinta berwarna di dunianya, Viar tidak sempurna, ia hanya apa adanya dan selalu bisa melengkapi potongan yang hilang dalam dirinya.
Bukankah itu semua sudah cukup? Viar bisa membuatnya bahagia, lantas apa lagi harus ia punya? Selalu demikian, viar selalu cukup untuk Renata.
"Jadi kapan resepsinya? kalau nggak sibuk aku pasti datang"
"Viar"
"Aneh banget rasanya waktu kamu manggil nama aku, udah kebiasaan lima tahun dipanggil sayang" viar tertawa kosong
"Aku nggak mau kita putus"
"Ren—" ada helaan napas yang panjang sebelum viar melanjutkan kalimat nya
"Kalau bersaing sama dia aku nggak sanggup Ren, aku nggak punya segalanya, lagian aku setuju sama papa kamu, papa kamu bisa ngasih kamu apapun masa dia mau nitipin anaknya ke orang kayak aku yang cuma ngasih kehidupan sederhana buat kamu."
"Kamu pikir aku butuh itu? emang punya segalanya bikin kita bahagia? Kamu sendiri kan yang bilang, yang penting bukan menu makanannya tapi dengan siapa kita menyantapnya"
"Tapi rasa indomie tetap bakalan beda sama spaghetti"
"Aku lebih suka indomie"
Viar tersenyum simpul "Kalau kamu kayak gini terus aku bisa goyah. Aku juga mau nunjukin ke papa kamu kalau aku juga bisa bahagia tanpa anaknya. Aku bisa lupain kamu, aku bisa hidup dengan baik tanpa kamu. Jadi tolong jangan kayak gini lagi, Ren"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh.
Fanfiction"Ren, boleh saya bertanya? apa yang membuat kamu nggak bisa ngeliat perjuangan saya? Apa karna saya terlalu buruk untuk dicintai atau karna dia terlalu indah untuk dilupain?" Ungkap Juna, pada istrinya. Renata menundukkan kepalanya menyembunyikan ai...