18

1.7K 98 60
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

"Eungh--huh enggh sakit..."

Juna yang tertidur di sofa ruangan rawat inap langsung mendudukan tubuhnya. Memperhatikan renata yang meringkuk di ranjang pasien. Setelah pertengkaran hebat diantara mereka, juna memilih menunggu di luar ruangan, ia sempat pulang ke rumah mengambil beberapa perlengkapan renata. Jam tiga pagi dia kembali masuk ke ruang rawat inap, memastikan renata sudah tertidur dan ia perbaiki selimut renata sebelum beranjak menuju sofa.

"Ren?"

Tak ada jawaban. Dari posisinya duduk juna bisa melihat renata meremas pegangan ranjang kuat sekali, hal itu membuat juna langsung berdiri menghampirinya

"Kamu kenapa?"

"Sakit..." napasnya naik turun, sesak.

"Kamu tenang dulu ya, bagian mana yang sakit?" Tanya juna mengusap jari-jari kecil renata hingga renata pindah meremas lengan juna. Juna memang tidak mudah panik, dan selalu tenang dalam berbagai kondisi. Seperti sekarang ia mengusap kepala renata dan bertanya dengan lembut. Namun sebelum itu ia sudah menekan tombol darurat.

"Perut aku sesak, bagian bawah aku perih, sakit banget, mas" ucap renata kesusahan, buliran air mata jatuh begitu saja membasahi pipinya.

Juna usap perut besar renata lembut. "Kamu tenang dulu ya, kita tunggu dokternya. Sebentar lagi pasti dokternya datang"

Renata membenamkan wajahnya dalam dekapan juna, sesekali ia remas lengan juna karna sakit yang tiba-tiba bergejolak didalam perutnya. Tidak berselang beberapa menit dokter dan dua orang suster datang ke dalam kamar rawat inap. Juna membantu suster meluruskan tubuh renata, sementara suster yang lain mengangkat bajunya sedada, memasangkan alat monitor detak jantung janin.

Juna bisa melihat wajah panik dari sang istri, yang membuat juna mengambil tangan renata dan menggenggamnya erat, mengusap kening renata lalu membisikan kalimat kalimat baik ditelinganya.

"Aku takut, mas—" suara renata serak, bergetar, genggaman tangan mereka semakin erat.

"Nggak apa-apa, saya percaya semua baik-baik aja, kamu kuat, dedek kuat. Nggak apa-apa, sayang" Ucap Juna meninggalkan kecupan di keningnya

Usia kandungan renata sudah mencapai tujuh bulan, tetapi hari ini, rasa sakit yang menusuk telah membuatnya tak tertahankan. Dokter dan suster bergerak cepat, mempersiapkan segala sesuatu untuk menangani keadaan renata yang memburuk.

"Gimana dok?" Tanya juna.

Dokter mengangguk dengan penuh perhatian, "Kami sedang mengevaluasi keadaan bu renata, Pak. Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membantu bu renata dan bayinya. Apakah beberapa hari ini ada gejala atau hal buruk yang terjadi pada buk renata?" Tanya dokter pada juna sambil melepaskan stetoskopnya.

Juna menoleh pada renata, ia tentu tidak tau apa apa tentang keadaan renata selama beberapa bulan ini

"Dua bulan lalu aku pendarahan" jawab renata lemas, juna membulatkan mata, menatap renata tak percaya. Ini salahnya yang memblokir semua akses mereka, hingga ia tidak tau apa apa tentang keadaan renata dan anak mereka. Ternyata renata begitu tersiksa selama ini. Jadi, apakah salah juna berpikir renata sudah bahagia dengan viar? Atau ia yang salah berasumsi tentang hubungan mereka?

Jatuh.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang