....
Renata, saya minta maaf, sampaikan permintaan maaf saya ke papa dan mba fany juga karna saya tidak bisa datang ke Solo bersama mama dan papa saya untuk menyelesaikan pernikahan kita. Saya tidak mau bertemu kamu lagi, saya tidak bisa melihat wajah kamu lagi. Jika saya datang ke solo dan bertemu kamu, saya tau saya akan menyakiti hati mama dan menyakiti hati saya lagi dan lagi. Terimakasih untuk beberapa bulan terakhir saya merasakan cinta yang selalu saya harapkan dari kamu, walaupun ternyata kamu lagi-lagi membohongi saya. Saya juga sudah bicara dengan viar kemarin, saya sudah meminta maaf karna sudah menjadi penghalang kisah cinta kalian. Sekarang kamu bisa hidup bahagia dengan dia, dan saya harap saya juga segera hidup bahagia dan menemukan orang yang tepat, yang mencintai saya dengan tulus. Saya sudah menandatangani surat cerai, kalau ternyata di kemudian hari kebenaran yang saya yakini salah, dan anak di perut kamu adalah darah daging saya, saya tau saya akan menyesal seumur hidup karna tidak berjuang mati-matian untuk mempertahankan pernikahan kita. Tapi saya tetap meyakini ini adalah pilihan yang paling tepat untuk melanjutkan kehidupan saya. Sekarang kamu bisa bahagia bersama viar seperti yang kamu harapkan sebelumnya. Didalam surat ini ada cincin pernikahan, dan kaus kaki bayi yang saya beli di Kalimantan waktu saya tau kamu hamil. Hari itu saya tidak senang sama sekali karna kamu bilang kalau itu bukan anak saya tapi anak viar. Namun saya tetap ingin membelikan hadiah yang saya pikir akan menjadi hari terakhir pernikahan kita, ternyata saya salah. Bukan hari itu, melainkan hari ini. Saya sudah memaafkan kamu dan saya berharap kamu dan calon anak kamu akan selalu sehat.Malam itu Solo di terpa hujan lebat, menciptakan melodi sedih yang sempurna. Tangan renata gemetar saat membaca surat putih yang mama mertuanya berikan. Surat itu dari suaminya, juna. Yang tidak datang hari ini, diwakilkan oleh kedua orang tuanya menyerahkan surat perceraian yang sudah ia tanda-tangani.
Ketika mata Renata kembali menyusuri baris-baris kata, setiap huruf yang tertulis seperti menusuk hati. Surat itu menumpahkan luka yang sudah terbuka. Kata-kata surat itu adalah hujan yang tak pernah berhenti, air mata yang tak terbendung. Semakin ia membaca, semakin banyak air mata. Renata mengusap perutnya yang sudah mulai membesar, berumur 7 bulan, meremas dress putih yang ia kenakan, begitu sakit dan sesak di hulu hati sampai ia susah mengatur napas.
"Maaf ma, kalau mas juna mau ceraiin aku dia yang datang kesini. Aku nggak akan tanda-tangan di surat cerai ini kalau bukan mas juna sendiri yang ngasih ke aku"
Berbulan-bulan renata berusaha menghubungi juna namun juna memblokir nomornya, nomor fany, nomor papa, bahkan juga teman-teman renata.
Renata juga sempat ke jakarta tapi tidak ada juna dirumah mereka, ia bahkan tiga hari menunggu juna pulang sebelum akhirnya mama datang dan mengusirnya. Renata hanya ingin berbicara dengan juna setidaknya sekali saja. Ia tau dialah yang melakukan banyak kesalahan, kalau juna tidak mau menerimanya lagi Renata akan berusaha memakluminya. Renata tau dia yang paling jahat, dia selalu menyakiti juna, dia yang terlambat menyadari perasaannya pada juna, dia yang berselingkuh dari juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh.
Fanfiction"Ren, boleh saya bertanya? apa yang membuat kamu nggak bisa ngeliat perjuangan saya? Apa karna saya terlalu buruk untuk dicintai atau karna dia terlalu indah untuk dilupain?" Ungkap Juna, pada istrinya. Renata menundukkan kepalanya menyembunyikan ai...