"Aku memintamu kesini untuk membantu Ken menjaganya, Ren. Tapi kenapa bisa Agya masuk rumah sakit?"
"Sorry, bang. Gue ceroboh kali ini. Apa gue pindah sekolah aja ya biar bisa lebih deket jagain Agya?" Ren balik bertanya. Laki-laki tiga tahun lebih tua darinya itu hanya menatapnya datar. Ia berjalan memutari tubuh Ren, hingga akhirnya menepuk pelan pundak orang yang sudah di anggapnya adiknya itu.
"Itu terserah kamu, aku cuman minta tolong jaga Agya dengan baik-baik. Jangan sampai dia masuk rumah sakit lagi setelah kejadian ini." Ren mengangguk mantap mendengar ucapannya. Keduanya berjalan keluar dari lobby apartemen.
Keduanya saling merangkul, dan tertawa bersama seolah mereka memang dua kakak beradik yang sedang berjalan bersama.
"Kau makin tinggi saja, Ren." Ujar seorang perempuan yang datang menghampiri mereka.
"Lo aja yang makin pendek." Ren terkekeh mendengar ucapannya.
"Hey, kekasihku ini tingginya lebih dari tipe ideal. Jangan menyebutnya pendek!" Orang itu merangkul pinggang yang Ia sebut kekasihnya itu.
Ren yang melihat semakin nyaring tertawa. Laki-laki di sampingnya ini benar-benar sensitif apabila ada yang membicarakan pacarnya itu.
"Gue cabut deh. Kalau disini terus, gue makin ngerasa jones ngeliat kalian."
"Ya. Ya. Ingat pesanku tadi Ren. Aku ingin memanjakan kekasihku dulu."
"Sekali-kali manjain Agya noh!" Kesal Ren.
"Kau tenang saja, setelah urusanku selesai aku akan memanjakannya melebihi kekasihku." Perempuan dirangkulannya itu mendelik tajam kepada sang pemilik suara.
"Ya, sekalian saja lupakan aku!" Dengan sebal Ia langsung meninggalkan kedua laki-laki itu sambil menghentak-hentakkan kakinya. Tidak peduli dengan orang yang terus memanggilnya.
"Hey, sayang. Kau beda cerita lagi, aku mencintaimu. Tunggu aku!"
"Ren, sepertinya aku harus merayunya dulu. Aku pamit duluan." Setelah mengucapkan itu, Ia langsung berlari mengejar wanitanya yang sudah hampir jauh meninggalkannya.
Ren terkekeh melihatnya. Laki-laki itu kemudian langsung berjalan ke arah mobilnya.
***
Amora berjalan sambil bersenandung kecil. Mata yang imut itu tidak terlepas memandang kearah depan. Tangannya berayun-ayun mengikut ritme gerak kakinya.
Gadis itu memutar knop pintu ruang inap Agya. Napasnya melenguh panjang ketika tidak melihat tanda-tanda kesadaran dari Agya.
Sudah dua hari Agya belum sadarkan diri. Amora begitu merindukannya. Rindu dengan suaranya, tingkah randomnya, keras kepalanya, juga senyumnya yang dihiasi oleh matanya yang menyipit ketika bibir itu melengkung.
Baru saja Amora ingin duduk di sampingnya, namun getaran dari ponselnya yang berada di dalam tas itu harus menghentikan kegiatannya. Tangan Amora terulur mengambil benda persegi panjang itu, dan menerima panggilan.
"Hallo, Amora! Kau di rumah sakit?"
"Iya, kenapa?" sahutnya dengan baik-baik.
"Bagaimana dengan Agya? Apa dia sudah sadar?"
"Mending Lo kesini deh, kak. Liat langsung kondisinya. Agya belum sadar."
"Belum saatnya aku menunjukan diriku ...."
"Jangan egois! Gue takut Agya marah karena kita bohongi terus begini." Amora berdecak sebal. Menjauhkan ponselnya sebentar, lalu kemudian kembali menempelkannya pada telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTENTION || Doyoung ( Tidak Update Lagi )
Fiksi Remaja"Kamu lemah, tidak menjamin bisa menjaga Agya." _______ Belum di revisi, harap maklumi jika ada kata yang typo.