Malam ini terasa lebih dingin dari sebelumnya. Hawa dingin masih menyelimuti seisi kota yang tampak sunyi karena waktu telah menunjukkan pukul 22:15 PM. Hanya terdengar suara rintik hujan dan gemuruh yang membuyarkan suasana sepi pada malam itu. Seorang gadis bersurai raven tampak duduk termenung di bangku taman seorang diri. Tampak kedua irisnya yang berkaca-kaca karena telah membendung banyak air mata. Apakah gadis itu tengah menangis?
Tampak surai raven miliknya yang tergerai kini mulai lepek karena terguyur air hujan. Gadis itu masih tampak menitikkan air matanya, membuatnya terbuang secara percuma. Ia tak peduli dengan make up yang telah luntur dan membuat wajahnya tampak pucat. Entah apa yang tengah bernaung didalam benaknya sehingga membuat gadis bermanik magenta itu menangis ditengah derasnya hujan yang tak kunjung berhenti.
"Menangis hanya membuang waktu. Sesuatu yang sudah pergi gak akan kembali lagi. Gak ada gunanya menyesali kesalahan yang gak akan pernah bisa diperbaiki karena jarum jam gak mungkin berputar kearah kiri." Gumamnya tanpa menunjukkan ekspresi apapun, hanya ada air mata yang mengalir dari netranya yang tampak mati.
Dari kejauhan tampak Gray yang tengah mengendarai motornya dan hendak menuju ke rumahnya. Ia melirik sekilas kearah taman dan melihat sosok gadis dengan gaun orange diatas lutut kini tengah menangis sendu sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Gray dapat menyadarinya lantaran gadis tersebut terus terisak dan membuat Gray menatapnya dengan penuh rasa iba. Gray menghentikan motornya dan memarkirkannya dipinggir jalan.
TAP TAP TAP
Suara langkah kaki mulai terdengar semakin cepat diatas genangan air hujan yang membasahi seluruh jalanan. Gray berlari menghampiri sosok tersebut lantaran khawatir dengan kondisinya yang pastinya kini gadis tersebut tengah merasa kedinginan, ditambah pakaiannya yang sedikit terbuka akan membuatnya mudah jatuh sakit.
"Viola, kamu menangis?" Ucap Gray setelah berada cukup dekat dengan posisi gadis tersebut yang ternyata adalah Viola.
"Gray..." Viola mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Gray yang kini tengah memperhatikannya.
"Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis disini? Sebaiknya kita segera pulang karena hujan sudah mulai deras, kamu bisa sakit kalau kehujanan malam-malam begini." Ucap Gray seraya melepas hoodienya dan menyampirkannya pada punggung Viola lantaran berpikir hal itu dapat membuatnya tak merasa kedinginan lagi.
"Kyaaa! H-Hoodiemu basah, Gray." Ucap Viola yang tampak merasakan tubuhnya yang semakin kedinginan karena Gray memberinya hoodie yang sama-sama basah karena hujan.
"Ah, b-benar juga. Aku minta maaf!" Ucap Gray kini buru-buru mengambil kembali hoodienya.
"Kenapa kamu bisa ada disini?" Tanya Viola sembari menatap sendu pada Gray.
"Aku habis dari rumah sakit untuk menjenguk Ibuku disana. Lebih penting dari itu, gak seharusnya kamu ada disini malam-malam. Ayo, aku akan mengantarmu pulang."
Gray mengulurkan salah satu tangannya, bermaksud membantu Viola beranjak dari bangku taman. Gadis anggun itu menerima uluran tangan Gray dengan mudah dan segera berjalan mengikuti Gray di belakang. Lelaki itu telah menaiki motor seraya menyalakan mesinnya, sebelum itu ia kembali menyerahkan hoodie abu-abu miliknya pada Viola lalu berpesan padanya dengan berkata,
"Pakai ini untuk menutupi bagian kepala serta rambutmu supaya gak terkena air hujan. Karena rambutmu panjang pasti butuh waktu lama untuk mengeringkannya."
Viola hanya mengangguk pelan seraya meraih hoodie tersebut dari Gray dan segera naik ke motor. Sementara Gray hanya tersenyum tipis dan sekilas melihat wajah Viola melalui kaca spion. Lantas ia segera melajukan motornya dan segera pergi meninggalkan area taman sekaligus mengantar Viola kembali ke apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelabu (Seri 1)
RandomGray merupakan seorang lelaki pelajar yang masih menduduki bangku kelas 3 SMA. Dirinya harus menghadapi nasib broken home lantaran sang Ayah yang selalu bersikap acuh padanya. Semenjak sang Ayah menikah dengan sosok wanita muda yang cantik namun ego...