❤ [ PROLOG ]

1.2K 83 3
                                    

Rintik hujan terus membasahi payung hitam yang kini berada dalam genggaman Gray disaat ia hadir di pemakaman sepasang lansia yang meninggal dunia pada waktu yang sama.

"Gray, Kakek dan Nenekmu telah mewariskan perusahaan gedung fashion pada Ayah. Kelak ketika Ayah telah berusia senja, kau harus bersedia mengelola bisnis ini karena kau adalah anak tunggal." Ucap sosok pria jangkung yang telah berusia sekitar puluhan tahun.

"Baik, Ayah." Suara berat Gray serta ekspresi dingin di wajahnya membuat sang Ayah menghela nafas pelan.

TIK TIK DRESS

Hujan turun semakin deras, seiring berjalannya waktu para peziarah perlahan melangkahkan kaki mereka untuk segera pergi meninggalkan area pemakaman. Gray menutup kedua maniknya sejenak, kemudian bergegas pergi meninggalkan makam diikuti dengan kedua orang tuanya setelah tak ada satupun orang yang tersisa disana.

16:44 PM

Gray bergegas mengganti pakaiannya dengan hoodie abu-abu dan jeans, lantas ia segera menuruni satu-persatu anak tangga dan menuju pintu keluar. Kedua orang tua Gray yang tengah melakukan perbincangan hangat di ruang tamu seketika dibuat kebingungan kala melihat Gray yang berjalan tergesa-gesa.

"Gray, kamu mau pergi kemana lagi?" Tanya Ghea selaku Ibu tiri dari Gray.

"Bukan urusanmu." Jawab singkat Gray tanpa mengalihkan perhatiannya untuk melihat wajah sang Ibu walau hanya sesaat.

"Gray, jaga sikapmu terhadap Ibumu!" Bentak sang Ayah yang kini telah beranjak dari sofa dan menatap tajam pada Gray.

"Tante itu bukan Ibuku!" Gray yang telah dikuasai amarah, secara tak sadar membentak Ayahnya dengan suara keras.

"Gray, kenapa kamu bicara begitu, sayang?" Ucap sang Ibu seraya memaksakan senyum dihadapan Gray. Tak ada satupun orang yang dapat mengetahui bagaimana suasana hati wanita itu yang sebenarnya.

"Gak usah sok baik didepan Ayah! Aku tahu apa yang kau rencanakan, Tante munafik!"

Tanpa menyesali perbuatannya, Gray bergegas pergi dari rumahnya setelah puas melampiaskan amarahnya. Ia membanting pintu cukup keras sehingga membuat sang Ayah menghela nafas dan mengusap dadanya. Sementara Ghea berusaha menenangkan sang suami dengan memeluknya erat dan mengusap lembut punggungnya.

"Anak itu benar-benar!" Gumam sang Ayah sembari memijat pelan pangkal hidungnya.

"Sudahlah, Alan. Gray masih kelas 3 SMA, masa depannya masih kelabu. Setelah dia merasakan kehidupan orang dewasa sikapnya pasti akan berubah sepenuhnya." Ucap Ghea yang masih memeluk suaminya alih-alih memikirkan sikap Gray yang kekanakan.

"Gray, aku akan membuatmu bertekuk lutut padaku." Batin Ghea seraya melirik tajam kearah pintu keluar meskipun Gray telah menghilang dari sana.

TAP TAP TAP

Suara hentakan sepatu terdengar samar didalam kerumunan orang yang tengah berlalu-lalang di sekitar jalanan. Gray terus berjalan tanpa tujuan seraya merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah ponsel. Ia mulai menekan-nekan layar ponsel dengan wajah datar dan membosankan, entah apa yang ada dalam benaknya sehingga membuat suasana hatinya memburuk.

TING

Kedua manik Gray melebar kala mendapati sebuah notif pesan dari kekasihnya yang bernama Lucy. Lelaki itu hanya bisa terdiam dengan sorot mata yang sulit diartikan. Sedih, marah, kecewa, bingung bercampur menjadi satu sehingga membuat tubuhnya bergetar. Dalam lubuk hatinya ia sangat ingin mengumpat sekeras mungkin di tengah kerumunan itu. Bagaimana tidak? Ia mendapat pesan yang membuat hatinya bagai tersayat pisau, pesan tersebut bertuliskan,

Kelabu (Seri 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang