Dengan senyum tipis yang terukir di wajahnya, Gray mengangkat panggilan dari Viola yang tampaknya telah menunggunya untuk menjawabnya. Sebelum itu, Gray membuka jendela kamarnya yang berada tepat disamping ranjangnya dan memandang bulan purnama terang yang terpampang jelas di atas sana.
"Halo, Viola?" Ucap Gray sembari mendekatkan ponselnya pada telinga kanannya.
"Halo, Gray. Entah kenapa perasaanku gak enak sejak kamu pergi tadi. Gak ada sesuatu yang terjadi padamu diperjalanan, kan?"
Gray yang mendengar hal itu sontak merasa terharu dengan kekhawatiran Viola padanya yang bahkan tak memiliki hubungan apapun dengan gadis anggun tersebut. Gray teringat bahwa sejak ia bertemu dengan Viola ditaman, ia merasa tertarik dengan gadis cantik itu dan selalu berdebar ketika bertatapan dengannya. Mungkin saat ini ia baru saja menyadari tentang perasaan yang tengah melanda hatinya.
"Halo, Gray?" Viola sedikit merasa cemas ketika Gray tiba-tiba terdiam.
"Ah, maaf." Ucap Gray sedikit tersentak karena dirinya sempat melamun di tengah obrolan.
"Kamu baik-baik aja, kan?" Tanya Viola berusaha memastikan keadaan Gray.
"Eh? Aku baik-baik aja, kok. Kamu gak perlu khawatir." Jawab Gray seraya mengusap tengkuknya dan tersenyum canggung.
"Syukurlah kalau begitu. Maaf kalau aku mengganggu waktu istirahatmu."
"K-Kamu gak perlu minta maaf. M-Malahan tadinya aku gak bisa tidur. Tapi, setelah kamu menelponku sepertinya aku akan tidur dengan nyenyak malam ini." Gray mendadak gugup dan terbata ketika mendengar Viola yang meminta maaf padanya.
"Serius?"
"Tentu saja."
Beberapa menit telah berlalu saat mereka mengobrol melalui panggilan suara. Viola memutuskan untuk mengakhiri panggilan tersebut karena berpikir bahwa ini sudah terlalu larut. Mereka berdua pasti memiliki kesibukan masing-masing di hari esok. Sebelumnya, Viola telah mengucap selamat malam untuk Gray dan sukses membuat lelaki itu berdebar-debar.
"I-Ini benar-benar gawat! Jantungku rasanya mau copot. Gak salah lagi, perasaan ini..." Gumam Gray seraya memegang dadanya.
Gray merebahkan dirinya diatas ranjang dan menutupi wajahnya yang memerah dengan bantal. Lelaki itu terus memikirkan Viola hingga perlahan ia mulai melupakan sosok yang telah menyakitinya, yaitu Lucy. Sementara Viola masih duduk di depan sebuah komputer yang masih menyala, tampak sedang membaca artikel di website.
TOK TOK TOK
"Siapa malam-malam begini..?" Gumam Viola menyempatkan dirinya untuk menengok kearah sumber suara.
Gadis itu berjalan perlahan keluar dari kamarnya dan meninggalkan komputernya yang tak kunjung ia matikan. Ketika ia telah sampai di pintu depan, Viola lebih dulu memeriksa siapa orang yang berkunjung ke apartemennya di tengah malam dengan membuka sedikit tirai jendela untuk mengintip keluar.
"Eh? I-itu, kan..."
Batin Viola setelah mengetahui siapa orang yang kini berdiri diam di depan pintu apartemen.
CEKLEK
"Kak El! Kenapa baru pulang sekarang?! Aku sudah menunggu Kak El sela-"
BRUKK!
Sosok pria bersurai raven serta bermata magenta itu tiba-tiba ambruk dan mengharuskan Viola untuk menopang tubuhnya yang menurutnya begitu berat. Sekilas wajah pria tersebut tampak memiliki sedikit kemiripan dengan Viola layaknya seorang saudara. Viola mencium aroma alkohol ketika pria itu menghembuskan nafasnya didekat lehernya, namun lebih penting dari itu kini ia harus memapah sosok tersebut sampai tiba di sofa ruang tamu. Tak lupa ia juga menyeret sebuah koper berwarna coklat yang dibawa sosok pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelabu (Seri 1)
De TodoGray merupakan seorang lelaki pelajar yang masih menduduki bangku kelas 3 SMA. Dirinya harus menghadapi nasib broken home lantaran sang Ayah yang selalu bersikap acuh padanya. Semenjak sang Ayah menikah dengan sosok wanita muda yang cantik namun ego...