❤ [ Bab 12 ]

210 23 0
                                    

"Aku gak punya waktu mengotori tanganku hanya untuk meladeni anak kecil sepertimu." Ucap Leon perlahan melonggarkan cengkeramannya dan membuat Viola reflek berlari kearah Mario.

"Kalau kau berani menyentuhnya lagi aku akan menghancurkan rahangmu!" Ucap Mario seraya mengepalkan kedua tangannya.

Leon hanya melihat sekilas kearah Mario dengan tatapan dingin, kemudian berjalan pergi melewati mereka. Mario menggenggam kedua tangan Viola seraya memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja sekarang. Mario sedikit mendongak untuk melihat wajah Viola yang lebih tinggi darinya dan mendapati adanya bekas kiss mark di lehernya.

"D-Dasar lelaki kotor..." Gumam Mario yang tampaknya masih menyimpan dendam pada Leon.

"Mario, kau sudah menyelamatkanku. Kau sungguh seorang anak yang pemberani. Terima kasih banyak." Ucap Viola tersenyum lega meski masih tampak bulir bening yang mengalir pada wajah cantiknya.

"Seharusnya Kak Vio memintaku atau Kak Samuel untuk menemani kalau gedung benar-benar sudah sepi." Pinta Mario seraya menghela nafas gusar.

"Aku gak mengira Leon akan berbuat sejauh itu karena yang kutahu dia sangat membenciku. Jadi, kupikir itu akan baik-baik saja." Ucap Viola seraya mengusap kedua maniknya yang masih menitikkan air mata.

"Hei, benci itu bukan berarti gak tertarik!" Ucap Mario dengan alisnya yang berkerut.

"Aku tahu, kok..." Gumam Viola.

Mario tampak tengah mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Rupanya itu adalah sebuah plester berwarna merah muda dan bermotif bunga. Mario membuka perekat plesternya dan menempelkannya pada leher Viola yang terkena kiss mark agar tak ada orang yang melihatnya. Andai saja bekas itu tak bisa hilang dalam waktu dekat, pasti akan ada banyak orang yang berprasangka buruk pada Viola.

"Bilang saja Kak Vio terluka karena sesuatu, dengan begitu gak bakal ada yang berani mencurigaimu." Ucap Mario berusaha memberi solusi untuk Viola demi kebaikannya.

"Makasih, Mario. Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa punya plester imut begini?" Tanya Viola sambil menekan-nekan plester yang menempel pada lehernya.

"I-Itu... Ibu yang memberikannya padaku. Mana mungkin aku membawa plester warna pink begitu!" Ucap Mario berusaha menutupi wajahnya yang memerah karena malu.

"Haha, kenapa? Ini lucu, loh." Viola tertawa kecil dan membuat Mario mendengus kesal.

Mereka berdua segera pergi meninggalkan gedung dan berniat memesan taksi online agar tak memakan banyak waktu diperjalanan pulang. Mario yang tengah berdiri di samping Viola merasa kesal karena tingginya hanya mencapai pundaknya saja. Ia ingin menjadi lelaki yang cukup tinggi seperti Noah ataupun Samuel.

"Kak Vio, bagaimana bisa kau memiliki tubuh setinggi ini? Atau mungkin aku yang terlalu pendek?" Tanya Mario yang membuat Viola tertawa kecil.

"Kau masih dalam masa pertumbuhan. Beberapa tahun kedepan kau juga pasti bisa menjadi lebih tinggi dari ini." Ucap Viola sembari menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Mario.

"Hmph, kalau begitu aku akan jadi lebih tinggi dari Kak Vio!" Ucap Mario masih dengan wajah kesalnya yang tampak menggemaskan.

"Aku jadi ingat tinggiku juga hanya mencapai dagunya Gray saja. Padahal dia masih SMA, kurasa pertumbuhan laki-laki memang lebih cepat dibanding perempuan." Batin Viola yang tiba-tiba teringat pada Gray.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya taksi online yang dipesan oleh Viola datang menjemputnya. Sementara Mario masih harus menunggu taksi yang selanjutnya akan datang. Sebelum masuk kedalam, Viola tersenyum dan melambaikan tangannya pada Mario. Lelaki itu membalasnya dengan penuh semangat sampai akhirnya Viola harus bergegas masuk kedalam taksi untuk segera pulang ke apartemen.

Kelabu (Seri 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang