Gray telah kembali ke rumahnya setelah mengantar Viola menuju gedung Sparkle. Namun rasanya ada sesuatu yang janggal ketika ia membuka pintu rumah yang tak di kunci. Tepat saat ia masuk kedalam, terdengar suara berisik dari dapur layaknya orang yang sedang memasak. Gray spontan buru-buru menghampiri dapur dan mendapati sosok wanita paruh baya yang memakai seragam pelayan.
"Maaf?" Gray yang tiba-tiba masuk ke dapur membuat wanita itu sedikit terkejut.
"Selamat datang, Tuan. Anda pasti anak dari Tuan Alan. Sebelumnya, beliau telah mempekerjakan saya sebagai pelayan di rumah ini." Ucapnya terang-terangan.
"Oh? Ayah yang mempekerjakan Bibi? Yah, kalau dipikir-pikir, rumah ini memang akan sepi di pagi hari karena hanya ada aku dan Ayah. Saat aku berangkat sekolah, Ayah juga harus segera pergi mengurus gedung Beauty hingga malam." Gray menopang dagunya dengan salah satu tangannya dan mengalihkan perhatiannya.
"Baru kemarin Tuan Alan mempekerjakan saya. Tuan Alan bilang, beliau memiliki putra tunggal bernama Tuan Gray, orang itu pasti Anda, bukan? Perkenalkan, nama saya Abigail Solara." Ucap pelayan tersebut yang bernama Abigail sembari menundukkan wajahnya dan membuat Gray ikut melakukannya sebagai rasa hormat kepada yang lebih tua.
Sore itu, Gray berkunjung ke rumah Will untuk menyalin materi yang belum sempat ia pelajari sebelumnya. Ibu Will menyambut kedatangan Gray dengan ramah dan membuat Gray nyaman berbicara dengan wanita paruh baya itu. Tepat setelah Ibu Will meninggalkan mereka berdua, Gray tiba-tiba terdiam seolah tengah memikirkan sesuatu.
"Gray? Kenapa diam saja?" Tanya Will kini memperhatikan reaksi Gray yang sedikit berbeda.
"Aku tiba-tiba kepikiran Tuan Collins. Kau tahu Ayahku sangat sensitif kalau aku membicarakan tentang Tuan Collins? Bahkan Ayah melarangku untuk bermain dengan Kenny. Tapi, tentu saja aku mengabaikannya. Mana bisa aku menjauhi Kenny hanya dengan alasan seperti itu." Ucap Gray yang membuat Will sedikit mengernyit.
"Padahal, menurutku Kenny dan Tuan Collins adalah orang yang ramah." Will menundukkan wajahnya dengan reaksinya yang tampak iba.
"Hufft, orang tua memang begitu. Mereka selalu menyangkutkan masalah pribadi dengan anaknya yang gak tahu apa-apa." Gray meneguk sedikit teh hangat yang telah disajikan untuknya.
"Itu gak adil, kan?" Ujar Will yang telah beralih menatap Gray.
Mereka berdua saling pandang sebelum akhirnya melanjutkan kegiatannya untuk menyalin materi. Sebenarnya Gray memang sama sekali tak mengerti kenapa Ayahnya sangat membenci Tuan Collins. Lelaki itu bahkan tak pernah tahu bahwa Tuan Collins dan Ayahnya pernah saling kenal. Haruskah Gray menanyakannya langsung pada Ayahnya?
19:21 PM
Gray telah siap mengenakan kemeja motif gingham berwarna merah berpadu hitam serta jeans panjang berwarna dongker. Segeralah ia mengambil topi hitam miliknya yang masih menggantung di stand hanger. Tepat ketika ia akan membuka knop pintu, sang Ayah tiba-tiba telah berdiri di belakangnya. Gray reflek menengok kebelakang ketika sang Ayah memanggil namanya.
"Kau mau pergi kemana, Gray?" Tanya sang Ayah yang membuat Gray menghela nafas pelan.
"Aku ada janji dengan Vio untuk pergi ke Hot Plate."
"Lalu, bertemu dengan anak Collins lagi?" Tanya sang Ayah sekali lagi dengan raut wajah yang sulit diartikan.
"Aku sama sekali gak keberatan kalau dekat dengan mereka." Gray menaikkan sebelah alisnya karena bingung dengan perkataan sang Ayah.
Karena lelah menunggu sang Ayah yang tak kunjung berbicara, alhasil Gray buru-buru membuka pintu rumah dan pergi keluar. Ketika pintu rumah telah tertutup kembali, sang Ayah tampak memijat pelan pangkal hidungnya karena frustasi. Ia masih berdiri diam disana dan menundukkan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelabu (Seri 1)
RandomGray merupakan seorang lelaki pelajar yang masih menduduki bangku kelas 3 SMA. Dirinya harus menghadapi nasib broken home lantaran sang Ayah yang selalu bersikap acuh padanya. Semenjak sang Ayah menikah dengan sosok wanita muda yang cantik namun ego...