❤ [ Bab 8 ]

288 29 0
                                    

Viola menautkan kedua jari telunjuknya didepan dada dan menundukkan wajahnya. Ia merasa bingung untuk menjelaskannya pada sang Kakak yang selama ini memang tak pernah melihatnya dekat dengan seorang laki-laki. Namun selama tinggal di Italia, Rafael tak menyadari bahwa semenjak Viola menjadi stylish ia memiliki banyak teman termasuk lawan jenis.

"Itu milik salah satu temanku, dia memang menemaniku mengobrol di apartemen. Tapi, kami benar-benar gak melakukan apapun! Soal pakaian itu, karena hari itu dia kehujanan jadi seluruh pakaiannya basah dan aku memintanya untuk memakai baju Kak El untuk sementara waktu. L-Lalu, aku berniat akan mengembalikan pakaiannya setelah mencucinya." Ucap Viola tampak sangat gugup karena ia tak tahu bagaimana reaksi sang Kakak setelah mendengar ceritanya.

"Dia gak macam-macam sama kamu, kan?" Rafael menatap dingin pada Viola dan membuat gadis itu sedikit gemetaran.

"Dia gak mungkin melakukan hal semacam itu. Malahan, dia bersimpati padaku. Dia sangat tulus mau berteman denganku." Ucap Viola lirih seraya mengusap siku kirinya dan tersenyum sayu.

"Kamu suka padanya?" Tanya Rafael yang membuat Viola tersentak kaget.

"Ah, m-mana mungkin begitu! D-Dia lebih muda 2 tahun dariku." Ucap Viola terbata dengan wajahnya yang merona merah.

"Kamu tahu? Umur gak menjadi patokan untuk sebuah percintaan. Tapi, asalkan dia orang yang baik, Kakak akan merestuinya." Rafael tersenyum lembut dan mengusap surai Viola.

Viola terdiam sejenak seolah tengah memikirkan sesuatu. Ia tak mungkin jatuh cinta pada seorang lelaki yang lebih muda darinya, ditambah Gray masih seorang siswa SMA. Namun, entah kenapa ia merasakan sesuatu yang aneh mengingat dirinya yang tiba-tiba meminta Gray untuk mendengarkan keluh kesahnya. Ia merasakan sebuah kenyamanan hanya dengan adanya Gray didekatnya, ia sempat berpikir bahwa dirinya telah diberi guna-guna atas ketertarikannya pada seorang siswa SMA yang belum lama ini dikenalnya.

"Itu gak mungkin!" Batin Viola seraya menggelengkan kepalanya, berusaha menepis dugaan-dugaan buruk yang bernaung dipikirannya.

"Tapi, kalau Kakak melihat lelaki itu melakukan hal buruk padamu, Kakak gak akan tinggal diam."

Ekspresi Rafael seketika berubah menjadi serius, tampaknya ia memang tak main-main dengan perkataannya. Viola yang melihat wajah tegas Kakaknya hanya memandanginya terutama pada tatapan mata itu yang menurutnya terkesan sedikit menunjukkan keberaniannya. Viola tahu bahwa seorang Kakak pasti akan selalu melindungi dan menjaga Adiknya dari hal-hal buruk diluar sana.

"Aku baru ingat Kak El selalu bersikap seperti ini sejak kami masih kecil. Tanpa sadar, sikap seperti itu membuatku merasa aman ketika berada didekatnya." Batin Viola masih dengan tatapan intens pada Rafael.

"Besok malam ajak dia ke Cafe Aries, kita makan malam bersama sekaligus mencari tahu seluk-beluk tentang anak itu."

"Eh? S-Secepat itu?" Viola menatap kebingungan pada sang Kakak dan berusaha mencerna seluruh ucapannya.

"Hei, Kakak gak mau kalian bertele-tele begini. Kalau mau tahu dia serius atau gak, kamu harus meminta kepastian darinya." Ucap Rafael blak-blakan.

"Anu, tapi, i-ini agak aneh..." Tampak wajah Viola yang merona merah dan kepalanya yang mendadak mulai pening.

"Ssstt, kamu gak mau membuat Kakakmu ini kecewa, kan? Sudahlah, percaya pada Kakak dan bilang padanya bahwa Kakak ingin membicarakan sesuatu padanya." Ucap Rafael sebelum akhirnya melesat pergi dari dalam kamar setelah mencubit gemas pipi Viola.

"B-Bukan begitu..." Gumam Viola.

Viola merebahkan dirinya diatas sebuah ranjang king size berbalut sprei berwarna lilac polos kemudian memejamkan kedua maniknya. Ia terus terpikirkan oleh perkataan Rafael dan merasa bingung mulai darimana ia harus membicarakan hal itu dengan Gray. Gadis itu mulai menarik selimut dengan warna yang senada dan menutupi seluruh tubuhnya hingga menyisakan kedua maniknya saja.

Kelabu (Seri 1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang