Gisella.pov
Tempat yang besar, mewah dan fasilitas yang sangat di ingini di seluruh rumah sakit lainnya. Bahkan kini bibirku terbuka untuk mengagumi keindahan dari rumah sakit terbesar di Indonesia. Kini aku berjalan menyusuri gedung besar ini. Dengan seorang pria berjakun. Kami sudah di beri tugas sendari tadi malam. Maka dari itu kami tidur terlalu larut. Kini Rangga menunjukkan arah kamar bernomor '172'.
"Gi, itu kamar yang di tugasin ke kita" ucap Rangga lalu menyentuh pergelangan tanganku erat dan berjalan.
Saat kami membuka ruangan itu. Terdapat anak dengan sangat di sayangkan tidak dapat hidup seperti anak pada usianya yang seharusnya bersenang-senang menikmati masa kecilnya ia malah berjuang atas penyakitnya. Selang banyak memenuhi tubuhnya. Dan belum lagi tangan yang di impus itu membuatku meringis nyeri. Ia mengalami kanker stadium akhir.
Anak itu tersenyum bersama orang tua di sampingnya yang sedang membacakan dongeng untuknya.
"Selamat pagi nyonya dan tuan" ucapku sambil membungkuk. Lalu mereka menatap kami nanar. Dan ibu dari anak itu mengajak berbincang sebentar di luar. Aku dan Rangga tentu menyetujui nya. Kami berjalan keluar dan meninggalkan anak itu bersama ayahnya.
"Dokter, bisakah aku meminta sesuatu?" Ucap ibu itu dengan nanar. Kami menatap sendu lalu Rangga mengangguk.
"Tolong selamatkan anak kami. Ia adalah nyawaku. Aku mohon!, Tolong berikan dia kehidupan aku. Hiks_" ibu itu menangis lalu tubuhnya merosot ke bawah. Dengan refleks tubuhku ingin menangkapnya.
"_Hiks. I-ini sudah lama aku mohon. Hanya dia anak ku satu-satunya hiks.aku gak tau harus ngomong apa ke nenek dan kakeknya . Hiks..cucu kesayangannya. Hiks aku mohon" lanjutnya. Dengan mata yang sayu aku menghadapi ibu itu lalu memeluknya.
"Serahkan pada kami. Kami akan melakukan semaksimal mungkin" Tampa ku sadari mataku berkaca-kaca mendengarnya. Aku ingat saat aku kecil bagaimana ibuku dan ayahku meninggalkanku.
Kini aku ulurkan tanganku untuk menarik ibu itu berdiri. Ia tersenyum tulus padaku. Dan mengelus suraiku.
"Aku tau kamu baik nak . Semoga apa kamu dapat menjadi berkat bagi orang lain" ujar ibu itu lalu permisi.
Aku berbalik menatap Rangga. Ia memasang wajah cemberut. Inilah yang akan lelaki itu lakukan jika aku mengingat kedua orang tuaku. Kini aku memeluknya. Dan jemari nya mengelus Surai ku.
"Huss...ngapain sih di fikirin. Mending kita periksa dulu tubuh anak itu. Baru kita tau kapan ia bisa melakukan oprasi"ucap Rangga pelan. Kini aku menjauh dari pelukannya.
"Ya udah ayok ".
Butuh waktu 1 jam kami memeriksa dan merongsen beberapa bagian pada tubuh anak itu. Dan kami telah menetapkan tanggal oprasi anak itu.
Rangga menatap seseorang di hadapannya dan mataku ikut menatapnya.
"Siapa tung nga?" Ucapku menatap pria tinggi , berbadan tegap, dan mata yg tajam seperti mengintimidasi setiap orang di sini, lalu jangan lupa Surai hitam lebat hingga menutupi keningnya. Ia berjalan ke arah kami. Ouch!,.
"Permisi apa benar anda rangga dan Gisella?" Tanya pria tinggi di hadapanku.
"Benar pak" ucap kami serentak. Ia mengajak kami ke ruangan tempatnya bekerja.
Ruanggan besar dan megah. Seperti ruang khusus pribadi. Ia menyuruh kami duduk di sofa yang sangat empuk.euhhh!.
"Selamat datang dan saya harap anda betah bekerja di sini" ucap pria itu dengan tersenyum tipis.kami hanya mengguk dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRJAVANO
Romanceini bukan soal tentang bagaimana awal pertemuan.tetapi bagaimana cara mereka di persatuan kembali melalui reingkarnasi yang sulit di pahami. dengan dokter javano Kevin raksel '32' yang bekerja di rumah sakit terbesar di Jakarta. dan Gisella blovin...