•••
Ardan cukup panik pas Raksa ngechat dan meminta dirinya untuk dateng ke kamar. Film beserta Avi langsung ia tinggal gitu aja, memilih untuk berlari menaiki tangga demi menemui si rubah kesayangan. Jarang banget Raksa menghubunginya dengan isi pesan seperti itu.
"Dek?"
Dan bener aja, begitu masuk ke dalam sana, yang Ardan dapati justru tubuh Raksa yang meringkuk di atas tempat tidur. Kayaknya tuh anak tengah terisak, terbukti dari suara sesegukan samar yang masih bisa Ardan dengar.
"Astaga dek, kamu kenapa?"
Membiarkan pintu terbuka lalu buru buru mendekat, Ardan kemudian menarik tubuh mungil tersebut ke dalam dekapannya. Selama ini Ardan begitu menjaga Raksa supaya gak merasakan kesedihan, lalu sekarang, siapa yang justru dengan berani membuat air mata tersebut mengalir?
"Kak Ardan- hiks..maafin aku." Raksa mengangkat pandangan, menatap Ardan dengan wajah menangisnya lalu menubrukkan diri pada dada bidang yang lebih tua.
Untun sepersekian detik, Ardan bisa melihatkan betapa menggemaskan paras sang adik. Hidung yang memerah, mata rubahnya yang terpejam serta jangan lupakan cara merengek Raksa yang terdengar lucu.
"Kenapa hm? Kamu ada salah sama kakak?"
Sembari mengelus belakang punggung Raksa, Ardan sibuk memberikan kecupan lembut pada pucuk kepala si rubah.
Mengangguk pelan, Raksa nampak berusaha menghentikan tangis yang keluar, "Hiks...maaf aku kemarin gak dengerin- hiks..kakak."
Ardan mengernyit samar, masih belum mempunyai bayangan mengenai sesuatu yang Raksa maksud.
"Kenapa emangnya?"
Menceritakan semua secara singkat, yang Raksa dapatkan justru sebuah kekehan pelan. Dengan lembut, Ardan menangkup pipi tirus tersebut sembari menghapuskan jejak kesedihan dari wajah adiknya. Sebuah senyum teduh terulas, Ardan berucap dengan cara paling halus yang ia bisa.
"Gak apa sayang, kakak gak marah, tapi kamu jangan nangis gini ya."
Mengangguk patuh, Raksa kemudian menarik nafas sembari mengelap bagian bawah hidungnya yang agak basah menggunakan ujung pakaian.
"Aku mau sama Kak Ardan aja, kakak gak pernah nyakitin aku." Raksa berucap dengan bibir cemberut, dia memang jarang mengalami masalah dalam hidup. Jadi gak heran hanya karena masalah seperti ini, dia justru bersikap kekanakan. Ya bisa dikatakan Raksa adalah sosok yang cukup manja.
Berbeda dari biasanya, kali ini Ardan justru memberikan respon yang serius. Gak ada lagi sosok yang langsung mengiyakan permintaan sang adik, Ardan mencoba memberi pengertian dari sudut pandangnya.
"Kalau kamu mau bareng sama kakak hanya karena kamu gak mau sakit, kakak gak bisa nerima itu dek."
Ardan gak suka Raksa terluka, tapi dia juga gak bisa menerima alasan seperti itu. Ardan ingin Raksa bersamanya karena pemuda tersebut memiliki perasaan yang lebih, bukan karena ingin lari dari perih.
"Kamu perlu tau kalau kakak gak bisa selamanya ngelindungin kamu, ada kalanya kakak bakal ngebuat kamu kecewa."
Mendengar jawaban barusan, Raksa nampak terpaku diam. Padahal tadi dia asal nyeplos aja.
"A-aku gak tau kak, aku masih belum ngerti sama perasaanku sendiri."
Raksa gak bisa membedakan apakah ia takut kehilangan Ardan sebagai sosok yang selama ini tumbuh bersamanya atau sebagai sosok yang ia pandang dalam ranah asmara. Gak ada satupun orang yang pernah memberitahu Raksa mengenai itu.
"Gak apa dek, kamu pikirin pelan pelan aja, kakak gak akan kemana mana."
Raksa bener bener gak menyangka bahwa masalah ini bisa bertambah rumit. Namun terlepas dari itu semua, kali ini si rubah ingin keluar dari zona nyaman lalu mulai mencari tau mengenai hal hal yang selama ini Ardan jauhkan darinya.
Raksa harus bisa terbiasa dengan rasa sakit, kekecewaan dan kesedihan. Semakin dewasa seseorang, semakin menyebalkan pula kehidupan yang dijalani. Raksa tumbuh besar, bahkan dekapan Ardan gak cukup untuk melindungi pemuda tersebut dari dunia luar.
Menarik sudut bibir membentuk lengkung indah, Ardan kemudian mencuri satu kecupan singkat pada pipi sang adik. Mereka saling pandang, pada akhirnya Raksa bisa kembali menampilkan senyum manisnya.
"Kita gak pacaran, tapi kamu punya kakak."
"ASIK, SLEBEW."
Gak ada angin gak ada hujan, Yoji tiba tiba lewat di depan kamar Raksa. Entah darimana datengnya tuh anak, kayaknya daritadi dia sengaja nguping dari luar.
Mengabaikan Yoji yang muncul dadakan kayak iklan youtube, Raksa lantas menubrukkan kembali tubuhnya ke arah Ardan, memeluk badan tegap itu dengan erat lalu mulai memejamkan mata.
"Makasi banyak, Kak Ardan."
Terlepas dari penyimpangan yang Ardan miliki, Raksa cukup beruntung mempunyai sosok kakak yang begitu tulus menjaganya. Jika memang perlu, mulai sekarang Raksa akan mencoba membuka hati untuk pemuda yang selama ini telah melindunginya dengan baik.
Menentang standar normal yang berlaku, Raksa memilih untuk mengikuti kata hatinya saat ini. Dan sang hati mengatakan kepada dirinya untuk melangkah maju, gak ada lagi yang harus ditakutkan.
To Be Continue
Tertanda, 28/10/2022
Bee, ayo ikut PO Animus
KAMU SEDANG MEMBACA
Boarding House [Stray Kids]
FanfictionKos kosan Bapak Jewaypi selalu ramai, apalagi pas masa masa lockdown kayak gini. Diprediksikan tempat ini akan berhasil menciptakan lulusan homo yang berkualitas, berkompeten dan berjiwa saing internasional. Emang sih mereka gak meninggal karena cov...