[28] Mengalah

1K 190 22
                                    

"Lagian lo ngapain sih sampe ngelukain Jisoo segala! Gini kan jadinya akibatnya!" Jae membentak habis-habisan pada Theo yang justru terlihat sangat santai menyesap sebuah batang rokok.

"Santai aja kali." Jae menganga saat Theo mengatakan hal itu.

"Santai lo bilang?? Lo belum tau apa keputusan yang akan diambil sama Mamanya Jisoo."

"Terus lo tau?" Theo balik bertanya kepada Jae.

Jae terdiam, tidak berniat membalas, atau memang ia tidak punya jawaban.

Theo menggeleng, "Lo nggak tau. Jadi lo nggak usah sok sok an mau nakut nakutin gue."

"Gue emang nggak tau, tapi yang pasti-- Mamanya Jisoo nggak akan tinggal diam. Dia bisa dengan mudah ngasi lo hukuman berat, mengingat statusnya yang ternyata jadi pemilik resmi sekolah kita."

Theo mengangguk, "Gue siap kok nerima apapun hukuman itu."

Jae hanya memandang tidak percaya pada manusia di hadapannya ini.

"The, lo---

"Gue cuma bantu Jisoo."

"Stop bilang kayak gitu!"

"Tapi itu kenyataannya!"

"Itu sama sekali nggak membantu Jisoo! Jisoo itu---

"Gue berhasil bikin dia sakit, gue berhasil bikin dia masuk rumah sakit, gue berhasil bikin Irene perhatian lagi sama dia, gue berhasil bikin keluarga dia kumpul lagi. Gue cuma berusaha biar dia seneng. Salah??" Theo menatap sengit pada Jae.

"Cara lo salah." Dengus Jae.

"Dengan lo selalu ada di sisi Jisoo, dengan lo mau mencintai dia dengan tulus aja--- itu udah bikin dia seneng." Jae melanjutkan.

"Nggak. Gue nggak akan pernah cinta sama dia. Itu nggak akan terjadi."

"Tapi itu udah terjadi, Theo. Sampai kapan sih lo mau membohongi perasaan lo sendiri? Nggak capek? Lo terlalu terobsesi sama permainan itu, sampe sampe lo rela jauh dari semua orang-- termasuk ke diri lo sendiri."

Theo menginjak puntung rokoknya, lalu menatap Jae sengit, "Lo sengaja kayak gini karena lo mau ngejebak gue, kan?? Lo kira dengan lo ceramahin gue kayak gini, bisa bikin gue mau ngalah dan ngebiarin lo menangin permainan itu?? JANGAN MIMPI!"

Jae mengguncangkan bahu Theo, "SADAR ANJING! GILA LO YA!"

"IYA GUE GILA! GUE GILA KARENA CINTA SAMA JISOO! PUAS LO SEMUA?!!"

Jae menghentikan guncangannya.

Dia memundurkan langkahnya, "However, kalo itu mau lo, gue mundur. Gue ngalah. Gue biarin lo menang dari permainan itu. Gue sadar, setelah ini pun, nggak akan ada yang berubah."

"Gue harap dengan mundurnya gue, bisa ngilangin rasa egois lo lagi. Jangan sampe ada korban selanjutnya. Cukup Jisoo."

Theo tertegun.

"Gue nggak nganggep Jisoo korban." Bantah Theo.

"Capek gue ngomong sama lo, The. Gue ingetin sekali lagi ya, gue udah mundur. Lupain semua rencana yang kita punya, sekarang lo udah nggak punya saingan."

"One thing for sure, jangan cari korban lagi. Kalo lo kepengen banget nyari korban selanjutnya, lo bisa jadiin diri lo sendiri targetnya."

Setelah itu, Jae pergi meninggalkan Theo sendiri di pekarangan rumahnya yang selalu terlihat sepi.

Theo hanya menatap kepergian Jae dengan tatapan datar, dan dengan pikiran yang tidak karuan.

Apapun itu, kalimat terakhir Jae tadi terus terngiang-ngiang di kepalanya.

𝐆𝐨𝐨𝐝 𝐕𝐢𝐛𝐞𝐬 𝐯𝐬 𝐁𝐚𝐝 𝐕𝐢𝐛𝐞𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang