❦ Nemesis [23]

2.2K 581 84
                                    

Satu malam berlalu setelah kaburnya para pasien dari rumah sakit jiwa. 

Pagi itu di balkon, Yeonjun yang tengah menyantap roti lapis segera turun ke lantai satu begitu melihat kedatangan Jay dan Taehyun. Harap-harap mereka tak membawa kabar buruk, sebagaimana raut mereka menandakan demikian. 

"Hei, kenapa wajahmu lecet?" tanya Yeonjun, menunjuk pipi Jay. 

Taehyun mendudukkan diri di kursi teras dan menghela napas, "Dia tadi kesal, hampir membakar gedung kepolisian. Jadi ada sedikit kericuhan tadi."

Yang namanya disebut hanya mendengus kesal. 

Yeonjun menggeleng tak percaya, lalu lanjut mengunyah roti lapis di genggamannya. "Lagian kenapa kau mau bakar-bakar di pagi hari begini?"

"Karena polisi-polisi itu sungguh payah," Jay merampas roti milik Yeonjun dan melahapnya. "Pantas saja kemarin mereka tak bisa menemukan satu pun anak yang menghilang."

"Hei, rotiku!"

"Sudah lewat satu malam sejak kita melaporkan hal ini. Tapi sampai kini, mereka masih belum bisa masuk ke kawasan rumah sakit jiwa sialan itu."

Yeonjun kemudian berdecak, melangkahkan tungkai memasuki rumah. "Kalau begitu lebih baik siap-siap, bukan?"

"Apa?"

"Bersiap-siap. Kita nggak akan dapat apa-apa kalau hanya mengandalkan polisi."

Jay dan Taehyun saling berpandangan. 

Sepertinya mereka memang akan melakukannya. Jangan lupakan keinginan Yeonjun untuk mencekik si lelaki bangsat itu. Ia tak akan puas sampai leher laki-laki itu terputus sempurna. Atau setidaknya ia sangat ingin lelaki itu tak bernapas lagi. 

"Bangunkan yang lain, aku akan menyiapkan senjata." seru Yeonjun lagi dari dalam rumah. 

Tentu saja, senjata yang mereka bawa dari rumah sakit jiwa itu masih mereka genggam. Lagipula, para polisi yang payah tak menyadari bahwa anak-anak ini tak memiliki izin untuk memegang hal semacam senjata. Dan itu sedikit menguntungkan sebab mereka bisa menggunakannya di kesempatan seperti ini. 

Jay dan Taehyun kemudian memasuki rumah, membangunkan sembilan insan lain yang masih terlelap. 

"Kenapa.. bangun pagi buta begini?" tanya Soobin dengan suara seraknya. 

"Kita masih punya satu pekerjaan lagi untuk diselesaikan," jawab Taehyun yang kemudian meneriaki anak-anak yang lain dan memaksa mereka keluar dari alam mimpi. 

"Pekerjaan apa?"

"Membunuh pria itu, biang dari semua penderitaan kita."

Soobin sedikit sangsi, atau kalau boleh dikatakan, ia takut. "Kita sudah susah-susah kabur dari sana, apa sungguhan harus kembali lagi? Lagipula, polisi kan—"

"Kau benar-benar ingin mengandalkan polisi?" nada serius Jay memotong, "Kau ingin mengandalkan para pengecut untuk membayar darah enam kakak perempuan kita?"

Soobin menunduk, "Tentu saja tidak.."

"Kalau begitu, bergegaslah. Kita tak punya waktu untuk merasa takut."

✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«

Suara sirine yang berdengung berisik mengudara semenjak satu pagi sebelumnya. Kali ini, disusul suara ledakan yang cukup menggelegar. 

Entah material apa yang digunakan, tetapi gerbang besi rumah sakit jiwa ilegal itu tak kunjung memberi akses walaupun diserbu oleh tank. Mungkin, hanya sedikit lecet dan penyok di beberapa sisi. 

Niñogiz | ft. ENHYPEN and TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang