35 - PENYELIDIKAN

7 1 0
                                    

Cassina High School memberikan sebuah bunga dan ucapan belasungkawa kepada Laras yang baru masuk ke Ruang kelasnya. Ia melirik bunga itu. Kenangan tentang Ayahnya kembali berterbangan, ia rindu sekali dengan Beliau.

Laras menghela nafas panjang untuk mencegahnya kembali menangis. Ia menatap Teman-teman sekelasnya yang memandangnya dengan sebuah senyum ketulusan. Tidak, Laras tidak sepenuhnya kehilangan. Ia masih mempunyai orang-orang yang sangat menyayanginya.

"Makasih semuanya," ucap Gadis itu pada semua orang.

****

Setelah kepergian Laras, Dania masuk ke dalam Kelasnya. Ia langsung menunduk dengan kedua tangannya sebagai bantalan. Sejujurnya, Dania tidak ingin lagi untuk menangis. Ia sudah lelah. Benar-benar lelah.

Bima datang beberapa menit kemudian, Laki-laki jangkung itu melihat seorang Gadis yang tengah menundukkan kepalanya dengan badan sedikit gemetar. Bima tahu bahwa Gadis itu tengah menangis, yang belum ia ketahui adalah apa alasan Gadis itu menangis.

Bima meletakkan tasnya di depan sandaran kursi dan duduk setelahnya. Ia masih memandang Gadis yang ada di sampingnya. Bima tahu, Dania dan Laras baru saja ditimpa sebuah kejadian yang sangat tidak terbayangkan. Dan yang Bima yakini untuk sekarang adalah Dania menangis karena itu.

"Dania?" Bima menyentuh pundak Dania.
Gadis itu sedikit mengangkat kepalanya, jejak air mata sudah telihat di pipinya yang kemerahan.

"Bim..."

"Hey, Lo Kenapa?" tanya Bima. Ia terkejut melihat penampilan Dania yang jauh dari kata baik-baik saja. Bima menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah Dania ke telinganya.

"Laras.." lirih Dania. Bima mengernyitkan keningnya.

"Kenapa sama Laras?" tanya Bima kembali. Badan Dania semakin gemetar, begitu juga dengan tangannya. Saat Bima menyentuhnya, tangannya sedingin es.

"Ini semua salah Gue, Laras kehilangan Bapaknya karena Gue," rintih Dania.

Dengan sigap, Bima langsung membawa tubuh Dania ke dalam pelukannya untuk membuat Gadis itu sedikit merasa senang.

"Gue salah, Bim.." lirih Dania lagi, bahkan suaranya sudah hampir tidak terdengar. Bima menghirup dalam-dalam aroma shampoo yang dikenakan oleh Dania. Wangi sekali seperti buah cerry.

"Kenapa Lo bisa ngomong gitu?" tanya Bima.

"Gue yang ngebuat Pak Ical celaka dan akhirnya meninggal, Gue nggak tahu kalau semua ini bakal terjadi, kalau Gue tahu, Gue bakal ajak Pak Ical byak naik ke mobil dan Kita kabur sama-sama," ucapnya lagi masih di dalam pelukan Bima. Dania bisa mendengar jantung Bima yang berdetak dua kali lebih cepat.

"Kabur? Kabur dari siapa NI?" tanya Bima.

"Gue nggak tahu, Gue nggak tahu siapa mereka, Gue-Gue.."

"Udah, udah, udah. Ni? Dengerin Gue," Bima melepas pelukan Dania, menyentuh kedua pipi Gadis itu dan menatap dalam matanya yang berair.

"Ini benar-benar bukan kesalahan Lo, Ini sudah menjadi garis takdir Tuhan. Jangan pernah nyalahin diri Lo sendiri atas kesalahan yang sama sekali bukan Lo yang buat. Lihat mata Gue Ni," Dania langsung menatap mata Bima.

"Ini bukan kesalahan Lo, percaya sama Gue," ucap Bima lagi.

"Laras benci sama Gue karena masalah ini, Dia nggak mau lagi temenan sama Gue, Gue nggak tahu kalau Pak Ical ternyata Bapaknya Dia, kalau Gue tahu, Gue bakal nyuruh Pak Ical untuk selalu stay di Rumah sama Laras. Gue nyesel kenapa Gue nggak tanya sama Pak Faisal siapa anaknya. Gue benar-benar-"

DUNIA DAN(D)IA : A Story begins here (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang