Taaruf

461 17 7
                                    

Sandi membolak-balik lebaran kertas di raportnya, melihat nilai yang selama ini dia dapat tanpa cacat. Angka 89 adalah angka terburuk yang tercetak di raportnya.

"Sejarah, 89. Berarti gue harus belajar lebih di sejarah." Dia bermonolog di ruangan sepi, membuat suaranya bergema.

Tangan Sandi akhirnya menutup buku raportnya lalu mengembalikannya ke rak yang berada di kantor dan dibuat khusus untuk menyimpan buku raport perangkatan.

"Sandi!" panggil seorang laki-laki sambil menyembulkan kepalanya di pintu kantor.

"Apa?" Sandi menghampiri sahabatnya yang ber-name tag Angga.

"Bantuin bu Fatma beresin perpus kuy, nanti kita minta barter buat minjem buku lebih," ajak Angga membuat mata Sandi berbinar mendengar benefit yang akan ia dapatkan.

"Gas lah," ucap Sandi lalu melangkah mendahului Angga menuju perpus, sampai akhirnya langkah kakinya berhenti. "Bintang mana?" Sandi berbalik ke belakang dan hanya melihat Angga yang ikut berjalan dengan mata tertuju pada ponselnya.

"Bantuin Bu Rani biar bisa dapet les bahasa Inggris gratis." Angga menjawab setelah menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

Sandi mengangguk. Lalu dia kembali berjalan dan mengembangkan senyumnya. Nggak salah gue milih temen kayak mereka.

Pintu perpustakaan terbuka, menampilkan meja informasi dengan deretan bindex di belakangnya. Di sana ada bu Fatma dengan earphone yang tersumpal di kedua telinganya dan mata yang fokus menatap latar laptop yang menampilkan game online yang saat ini sedang ramai dimaikan.

"Bu!" Sandi memanggil guru yang masih fokus itu dari sebrang meja informasi.

"Bu!" Kali ini suara Angga.

Sandi dan Angga saling tatap, ikatan batin mereka yang kuat membuat keduanya bisa bekerja sama walau hanya lewat tatapan mata.

"Double Kill!" teriak Sandi dan Angga secara bersamaan membuat bu Fatma terlonjak kaget lalu melepaskan earphone dan menutup laptopnya dengan kasar.

"Kalian ini!" kesalnya sambil mengusap dada.

"Beresin rak yang mana, Bu?" Angga bertanya.

"Rak nomor 19, 20, 21, 22, 23."

"Barter pake minjem buku lebih?" tanya Sandi yang membuat bu Fatma menghela nafas.

"Orang lain tuh pada males baca buku. Kalian kenapa mau banget dan suka banget baca buku?"

"Kita nggak bisa les kayak orang-orang, jadi minjem buku dan belajar mandiri itu sangat amat harus kita sukai," jawab Angga lalu menaik turunkan kedua alisnya.

Sandi dan Angga bersalaman, lalu menepuk dada masing-masing dengan bangga. "Smart misking!"

Bu Fatma hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Yaudah sok nggak papa minjem buku lebih," pasrahnya lalu membiarkan kedua pemuda itu membereskan semua rak buku yang tadi dia sebutkan.

Sandi langsung bergegas menuju rak nomor 19 saat dia melihat siluet seseorang yang begitu dia kenali.

"Put, lagi ngapain?" Sandi ikut duduk di hadapan perempuan yang sedang asik membaca buku novel.

Dia Salwa Putri Assyifa. Dan seluruh penghuni sekolah tahu kalau Sandi menyukai gadis berambut panjang itu. Jangan lupakan satu fakta lagi! Seluruh penghuni sekolah juga tau kalau Salwa adalah si anak paling gengsian yang tak pernah mau pacaran karena terlalu mencintai ayahnya.

Salwa menatap Sandi sekilas, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Put, kayaknya kita harus taarufan deh," ujar Sandi membuat Salwa mengerlingkan matanya.

Gengsi {completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang