G -16

37 5 0
                                    

"Lo nggak salah, gue yang salah karena naruh harapan lebih ke lo yang bahkan belum gue kenal lama."

—Salwa

♡♡♡

"Kamu termasuk wanita spesial yang datang ke hidup aku."

Kata-kata itu terus berputar dalam ingatan Salwa. Kini ia mempercepat jalannya, membelah hujan yang tiba-tiba turun begitu deras.

"Kenapa dia bukan Raka?" Salwa bertanya dengan air mata yang sudah jatuh berbaur dengan air hujan.

Jantung Salwa berdegup tak karuan saat Hasbi menyebutnya wanita spesial.

"Kamu seperti menggantikan adik aku yang sudah meninggal setahun lalu."

Perasaan gadis itu mulai tak enak.

"Adik?"

Hasbi mengangguk. "Iya, kamu udah aku anggap adik sendiri." Hasbi memegang kedua pundak Salwa dengan senyuman yang lebar. "Jadi kalo mau apa-apa, tinggal bilang sama aku," lanjutnya.

Salwa menggelengkan kepalanya tak terima dan mulai melangkah mundur. Bukan ini yang dia mau.

"Ke-kenapa?" Mata Hasbi menatap gerak-gerika Salwa yang menurutnya janggal. Ditambah gadis itu mulai menitikan air matanya.

"Nggak, nggak mungkin." Salwa mencoba mengelak dari kenyataan kalau Hasbi hanya menganggapnya sebagai adik.

Tiba-tiba gadis itu berbalik dan berlari keluar dari museum, membuat Hasbi gelagapan mencari keberadaan Salwa di tengah banyaknya orang.

"Salwaa!" Teriakan itu masih terdengar di telinga Salwa, membuatnya sigap menyelinap di tengah orang-orang yang baru saja masuk museum.

Duduk di pinggir jalan dengan hujan yang masih deras mengguyur kota Bandung dengan posisi tangan memeluk kedua lututnya, membuat Salwa benar-benar seperti orang yang begitu menyedihkan.

"Akhirnya aku nemuin kamu."

Ucapan itu terdengar dibarengi dengan air hujan berhenti mengguyur Salwa.

Gadis itu mendongak mendapati Hasbi yang tengah berdiri dengan payung besar di tangannya.

"Kamu kenapa lari sih, bikin aku khawatir aja," ucap Hasbi, "yuk masuk ke mobil," ajaknya sambil mengulurkan tangan.

Gelengan kepala dari Salwa jelas bisa Hasbi lihat, membuatnya bertanya, "Kenapa? Aku ada salah?"

"Lo nggak salah, gue yang salah karena naruh harapan lebih ke lo yang bahkan belum gue kenal lama." Setelah mengucapkan itu, Salwa bangkit dan kembali berlari menyusuri trotoar, meninggalkan Hasbi yang masih kaget mendengar penuturan Salwa.

Tangis Salwa semakin menjadi-jadi. Raka. Hanya tubuh orang itu yang ingin Salwa peluk sekarang, hanya saja sudah tak mungkin.

Tangan kecil Salwa mulai merogoh ponselnnya dari dalam tas dengan langkah kaki yang mulai melambat karena lelah.

"Ayah jemput Uni," pinta Salwa saat sambungan telponnya terhubung.

"Uni di mana?" Putra bertanya dengan khawatir, apalagi mendengar putrinya menangis.

"Uni sahre location," ucap Salwa yang juga tidak terlalu tau ia berada di jalan mana.

Setelah memutuskan  sambungan telpon dan mengirim lokasi terkininya pada sang ayah, Salwa masuk ke dalam toko kue yang tak jauh dari sana. Berniat untuk berteduh selagi menunggu ayahnya, ia memesan chocolate cake agar tidak terlihat hanya menumpang.

Gengsi {completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang