"Hidup hanya dihadapkan pada dua pilihan. Dan semua orang dibebaskan memilih mau mengambil jalan seperti apa kedepannya, hanya saja dia harus siap dengan segala resiko kedepannya."
—Putra
♡♡♡
"Dasar si bulol, bucin tolol," gumam Salwa sambil tertawa saat mendapat pesan dari Nabilah kalau dia menitip izin hari ini karena nekat menyusul Isa.
"Uni tolong panggilin adiak," pinta Zahra saat Salwa baru saja mau duduk di kursi meja makan.
Tapi dia tidak bisa menolak permintaan ibunya, akhirnya dia hanya menyimpan ponsel di atas meja makan lalu kembali naik ke lantai dua untuk memanggil adiknya.
"Yol, ayo sarapan dulu, nanti kesiangan." Salwa mengetuk-ngetuk pintu kamar Yolla.
Karena tidak ada jawaban, Salwa pikir Yolla tidak mendengarnya.
"Yolla, ayo sarapan duluuu!" Kali ini suara Salwa lebih kerasa daripada sebelumnya.
Tapi pintu kamar adiknya masih tetap tidak terbuka, bahkan tidak ada sautan apapun dari dalam.
"Uni tunggu di bawah yaa, cepet turun biar nggak kesiangan."
Akhirnya Salwa memutuskan untuk menunggu adiknya di bawah.
"Mana?" tanya Zahra saat melihat Salwa kembali sendirian.
"Nggak tau Bu, nggak nyaut dipanggil-panggila juga," jawab Salwa sambil mengendikkan bahunya.
"Aduh, anak itu kenapa lagi?"
"Nah, makanya ayah larang kalian pacaran dulu tuh efeknya pasti gini. Tiba-tiba bad mood, nggak mau makan, mogok makan, mogok sekolah, mau jadi apa nantinya?"
Putra datang dengan setelan rapinya. Kemeja putih yang dibalut dengan jas hitam.
Sebenarnya Salwa merasa tersindir. Karena sejauh ini dia lah yang sering mogok makan bahkan sampai harus pergi ke makan Raka dulu agar nafsu makannya kembali.
"Nah Uni dengerin ayah tuh," kata Zahra membuat Salwa hanya bisa tersenyum canggung.
"Bentar Ibu panggilin adiak dulu," ujar Zahra setelah menyajikan tempe orek dan telur balado di meja makan.
"Uni nggak masak lagi?" tanya Putra.
Salwa menggeleng. "Mulai hari ini Uni mutusin buat nggak bawa bekel lagi. Uni nggak mau di cap ngejilat ludah sendiri," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Ya memang begitu adanya. Mulai saat ini, dia akan menulikan telinga dari komentar orang lain. Jika ditanya kenapa sikapnya kembali berubah gengsian seperti dulu? Jawabannya karena mau ia gengsian atau nggak pun semua nggak ada keuntungannya buat orang lain.
Salwa gengsian mungkin dicibir terlalu angkuh, tapi apa cibiran itu membuat dia dia runtuh?
Salwa tidak gengsian pun orang-orang tetap mencibirnya bahwa kini Salwa mengejar Sandi dan menjadi karma baginya saat Sandi justru tak mengingat apapun tentang Salwa.
Salwa tak peduli. Mulai hari ini dia hanya akan bersikap semaunya. Karena orang lain juga akan tetap berkomentar semau mereka.
"Hidup hanya dihadapkan pada dua pilihan. Dan semua orang dibebaskan memilih mau mengambil jalan seperti apa kedepannya, hanya saja dia harus siap dengan segala resiko kedepannya."
Salwa mengangguki ucapan ayahnya. "Dan aku mutusin buat memilih jadi diri aku sendiri. Mau dicap apapun aku sama orang-orang, ya ini lah adanya aku."
Putra tersenyum bangga pada putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gengsi {completed}
Teen FictionCover by Syafara NQ "Tangan lo cantik banget, apalagi kalo cincin ini ada di jari manisnya." - Sandi Prayoga "Gak perlu pake cincin, pake make up juga bisa cantik." - Salwa Putri Assyifa *** Cerita klise tentang cowo penuh ambisi yang mengejar cinta...