"Jangan kebanyakan bercanda, dunia nggak selucu itu untuk terus diajak ketawa."
—Salwa
♡♡♡
"Lo udah solat?"
Suara itu bergema di koridor lantai tiga yang sedang sepi di jam istirahat kedua. Salwa membalikkan badannya, melihat siapa yang baru saja bertanya.
Sandi berdiri di belakang Salwa dengan senyuman lebarnya.
Salwa mengangguk. "Udah, lo?"
"Udah," balas Sandi antusias. "Bahkan gue udah siap jadi imam lo."
"Bagus," kata Salwa membuat Sandi merasa terbang. "Kebetulan imam di mesjid komplek gue lagi sakit, lo bisa gantiin dia di sana."
Jdarrrr, perasaan Sandi seperti meledak saat tau apa kata 'bagus' yang Salwa maksud.
"Maksud gue imam lo, bukan imam di mesjid komplek lo." Sandi berusaha menjelaskan.
Salwa berbalik lalus sedikit tersenyum. Sebenarnya dia tau apa yang Sandi maksud, hanya saja ia tidak mau terlalu serius membalas perkataan Sandi. Lagi pula ia terlalu gengsi jika harus bersama Sandi.
"Putri!" Sandi kembali memanggil Salwa, membuat perempuan itu kembali berbalik dan menghentikan langkahnya.
"Gue liat nilai Matematika lo turun," kata Sandi dengan wajah serius.
Salwa menggigit bibirnya. Inilah yang membuat Salwa gengsi berada di samping laki-laki itu, lebih tepatnya merasa tidak pantas. Hanya saja gadis itu menutupinya dengan sikap lain.
Sandi kadang terlalu sombong dan terlalu menyepelekan orang lain, dan sikap itu pula yang membuat Salwa semakin malas menerima laki-laki itu.
"Bukan urusan lo," ketus Salwa. Dia kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya.
"Mau gue kasih tangga nggak biar nilai lo bisa naik?" Sandi sedikit berteriak, lalu tertawa renyah.
Mata salwa mengerling malas. "San," panggil Salwa yang kini telah kembali berhadapan dengan laki-laki itu.
"Mau gue kasih tangga nggak biar kesombongan lo bisa turun?"
Sandi terdiam melihat kilat amarah di mata Salwa.
"Put maaf Put, gue becanda," kata Sandi mulai merasa bersalah.
Salwa tak menghiraukan ucapan Sandi, dia hanya kembali berjalan menuju kelasnya dengar rasa kesal.
Di depan pintu kelas Salwa, Sandi berhasil meraih tangan gadis itu dan menghentikan gerakannya. "Put, gue beneran becanda tadi," ucap Sandi dengan raut merasa bersalah.
"Jangan kebanyakan bercanda, dunia nggak selucu itu untuk terus diajak ketawa." Salwa menatap Sandi lalu menghempaskan tangan laki-laki itu dengan cepat.
Setelah Salwa memasuki kelasnya, Sandi tetap berada di depan pintu kelas Salwa dengan kepala tertunduk. "Haduhh, bisa-bisa besok dia nggak jadi nerima gue," runtuknya.
"San, kok lo di sini?" Angga menepuk bahu Sandi saat melihat laki-laki itu berada di depan pintu kelas IPA 2.
"Kuy ke kelas," ajak Angga.
"Putri marah sama gue."
"Bukannya udah biasa ya kalo dia marah?" Angga bertanya dengan raut polosnya.
"Ya maksud gue, kali ini dia marah beneran gara-gara gue becandain."
"Becandain gimana?"
"Gue bilang kalo nilai mtk dia turun, terus gue bilang kalo gue bakal ngasih dia tangga biar nilainya bisa naik lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gengsi {completed}
Teen FictionCover by Syafara NQ "Tangan lo cantik banget, apalagi kalo cincin ini ada di jari manisnya." - Sandi Prayoga "Gak perlu pake cincin, pake make up juga bisa cantik." - Salwa Putri Assyifa *** Cerita klise tentang cowo penuh ambisi yang mengejar cinta...