Lampiran Ketigabelas

69 54 8
                                    

"Hah, suara pistol?" Tala membatin. Dirinya yang tadi sedang merenungi nasib dan tidak mengidahkan kebisingan di luar kabin kini terheran karena mendengar suara pistol.

Sebenarnya dia tau semua kegiatan di luar kabin, dari Maya yang menemukan Jani hingga terdengarlah suara pistol. Tala mengandalkan pendengarannya.

Tala kira semuanya akan berakhir dikala Maya menemukan Jani. Semua akan terbebas dan mungkin akan dapat kembali menjadi manusia. Singkatnya, jika mereka dapat mengubah manusia menjadi siren, bukankan mereka juga dapat mengubah siren menjadi manusia?

Sial, sial, sial. Saya cuma bisa diam disini seperti orang lemah, batin Tala lagi.

Balik ke kabin S17. Kini mata Jani sudah tertutup rapat dengan detak jantung nya yang sudah berhenti total. Maya menangis dalam diam sambil memeluk raga tanpa jiwa itu, masa bodoh dengan pakaiannya yang kini terkena bercak merah.

"Vertes, bawa dia ke bos besar."

"Baik tuan Ray." Para vertes akhirnya mendekat ke arah Maya lalu segera memegang kedua lengannya, menariknya secara paksa ke luar kabin.

Bukannya pasrah, Maya hanya sedang terkuras energinya. Lagi pula siapa sih yang tidak sedih melihat orang yang di sayangi meregang nyawa di depan mata kita?

"Ada apa ini ribut-ribut." Suara bariton serta suara benturan sepatu dengan lantai mengintrupsi se isi ruangan. Dengan wajah yang sudah ada kerutan dia mengedarkan pandangannya.

Kemudian Raynor serta para vertes memberi hormat kepada yang baru datang.

"Selamat malam bos besar, maaf mengganggu waktu tidur anda. Kami telah menangkap penyusup kecil yang sudah berani-berani nya ingin membebaskan para siren," jelas Raynor dengan tangan dan postur tubuh yang memberi hormat.

Orang yang di panggil bos besar menatap Maya dari atas sampai bawah dengan tatapan jijik.

"Anak saya aman?" tanya bos besar kepada Raynor.

"Aman bos, Tala ada di kabin S08."

Tala yang mendengar namanya di sebut dari kabinnya hanya bisa meremang. Dia kaget bukan main, karenanya yang dia ketahui orang tua nya sudah lama meninggal. Tidak mungkin orang tuanya hidup kembali bukan? Atau mungkin itu hantu mereka?

"Bagus. Segera bereskan kekacawan ini, dan untuk dia-," boss besar menunjuk ke arah Jani. "Buang saja ke laut beserta para siren cacat lainnya sekarang."

"Tapi sekarang udah jam 1 malam. Dan titik lokasi nya belum sampai ke tujuan pembuangan bos," kata Raynor.

Bugh!

Satu tinjuan mendarat di pipi mulus Raynor. Raynor mendesis perih karena mendapat bogeman dadakan. Ia masih dengan posisi yang sama yaitu hormat ke arah bos besar.

Si pelaku yang meninju alias bos besar menatap tajam ke arah Raynor.

"Anda berani memerintahkan saya? Lagi pula sampai sini juga cukup untuk membuang mereka. Oh dan satu lagi, bawa Tala ke ruangan saya," setelah mengatakannya boss besar pergi keluar ruangan.

Karena tidak ingin di bogem mentah-mentah lagi, Raynor segera mengerjakan tugasnya di bantu oleh beberapa vertes lainnya. Untuk membuang siren cacat tidak memakan waktu banyak.

Untuk Maya dia di sekap di kabinnya dengan tangan yang terborgol dan pintu kabin yang di kunci dari luar. Dan vertes yang terkena kapak, dia mencabut kapak dari pergelangan kakinya kemudian dibawa ke ruang kesehatan kapal dengan bantuan teman se pekerjaannya. Dia berjalan dengan darah yang mengalir di sepanjang lorong kabin.

•••

Tala dipindahkan ke ruang kepala perusahaan atau yang biasa di panggil bos besar menggunakan troli berisi aquarium berserta dirinya.

Setelah masuk ke dalam nya, dia meligat figura mini berisi foto mama, papa dan dirinya di pajang di atas meja. Keluarga bahagia jika di lihat dengan mata telanjang.

"Tala."

Terdengar suara bariton memanggil namanya, setelah itu Tala mengedarkan pandangan dan tepat di samping dirinya bos besar berdiri, mereka hanya terhalang kaca aquarium.

Dengan netra yang terbelalak Tala menatap orang itu dengan seksama. Tidak salah lagi, orang yang di depan matanya kini adalah Dias Purnama Aldari, papanya.

Raut wajahnya sangat Tala kenali. Walau sudah 10 tahun tidak bertemu karena dia pikir orang tuanya sudah tiada dia masih sangat ingat muka papanya itu.

"Kenapa? Kaget nak? Kamu kira papa sudah meninggal?" senyum miring tercetak jelas di raut muka berkeriput sedikit itu. Walaupun sudah lewat 10 tahun, keriput di wajah papanya hanya sedikit, awet muda sekali. Dias kemudian menatap sang anak dengan tatapan remeh serta hina.

"Benar. Dia papa, lalu dimana mama?"

"Beruntung sekali ya, anak dan ibu ternyata sama. Sama-sama sempurna, terima kasih berkat kalian berdua bisnis ini akan berjalan lancar," ucap Dias dengan kekehan di akhir kalimatnya.

"Mama? Jangan bilang siren yang se aquarium dengan saya waktu itu..."

Dias meraih kursi lalu duduk di depan Tala, jangan lupa tatapan remeh serta senyum miring yang masih terpampang jelas di wajahnya.

"Apa kau tidak menyadarinya? Atau mama mu memang tidak memberitahumu?-," Dias memberi jeda di kalimatnya. "Kalau yang bersama mu selama di laboratorium itu adalah dia, Anatasya putri aldari mamamu?" lanjutnya.

Gigi geraham Tala saling menggertak, menatap tajam sang papa dengan dilapisi tatapan kecewa.

"Kenapa pa? Kenapa papa lakuin ini sama mama dan Tala?"

"Kau tahu kan? Papa dan mama sangat terobsesi dengan duyung ataupun siren. Dan waktu dulu kenapa kami bisa selamat pasca kecelakaan kapal, Ingin mendengar ceritanya?"

Dias berdiri, mengambil figura kecil di meja nya kemudian menatap figura itu sembari mengelusnya lembut.

"Baiklah, papa akan ceritakan ke kamu, jadi dulu....."

•••

TBC

Jangan lupa vote dan komen❤

Minggu, 8 mei 2022. 19:47

Under The Sea [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang