03

103 5 0
                                    

"Lagi males ngomong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lagi males ngomong."

Tuh kan, tuh kan!

Aduh, ini mah rasanya lebih gak enak daripada di marahin bunda karena ketahuan bolos matkul deh.

"Jen sayang.... Cintaku.... Cantiknya abang Jey...." gue mencolek tangannya dengan jari telunjuk gue pelan.

Takut kalau langsung di pegang, dia langsung berubah ganas dan menyerang gue dengan cakarannya yang sangat tajam --ya kagak sih, adik gue kan bukan Singa, lebay aja guenya, dia cuma kayak reog kesurupan kok kalau lagi ngamuk.

Krik krik krik saking senyapnya.

"Jangan diem dong, akunya jadi bingung mau ngomong apa."

"Ya udah gak usah ngomong."

"Ih dede Jen kok gitu...."

"Jan Jen Jan Jen! Nama gue Jean!" ketusnya masih sibuk dengan hapenya tanpa melihat gue.

Tanpa pikir panjang gue langsung merebut hapenya tiba-tiba, membuat dia sedikit kaget meskipun akhirnya hanya diam.

Gue tertegun ketika menyadari apa yang sejak tadi membuat Jeane sibuk dengan hapenya.

Chat gue, room chat kita berdua.

Dia baca lagi ratusan chat dari gue, isi chat yang kalau di kata bisa berdebu mungkin udah berdebu dah. Chat lama entah dari kapan tahun, ternyata masih di simpen dan gak di hapus sama dia.

Gue langsung sedikit menggigit bibir bawah gue, sambil menatap wajah Jean yang gue yakin banget dari tadi dia mati-matian nahan nangis karena kita sekarang lagi di Kantek, banyak orang disini.

Gue mau minta maaf, tapi cara gue minta maaf bukan begini. Gue paling gak bisa lihat wajah adik gue satu-satunya murung nahan air matanya biar gak jatuh dari pelupuknya.

Gue tahu kesalahan gue nampak sepele, tapi gue tau Jeane. Gue kenal betul siapa Aaleyah Jeane Danuarta, untuk tau kalau kesalahan yang terdengar kecil ini justru membuat ketakutan yang besar dalam diri dia.

Kadang tanpa harus dia terus terang, gue paham kalau kita udah sama-sama dewasa dan pikiran kita pun harusnya dewasa. Tapi gue gak tahu gimana caranya berpikir dewasa, itu yang sering-kali buat gue merasa bersalah.

Yang harusnya gue jaga adik gue supaya dia gak kehilangan rasa kepercayaannya pada sosok laki-laki, yang harusnya gue selalu bisa menunjukan kalau gak semua laki-laki itu bajingan, yang harusnya gue yang paling bisa kasih contoh yang baik buat dia.

Tapi gue gagal, gue selalu kalut dalam sifat kekanakan gue dalam bentuk pemberontakan pada dunia yang terasa sangat kejam di hidup gue, gue sering-kali berlaku seenaknya tanpa pandang bulu bahkan pada para wanita sekalipun, terlepas gue yang sebenarnya begitu sangat mencintai dan menyayangi bunda dan adik perempuan gue, Aaleyah Jeane Danuarta.

"Nanti malem, kalau aku ketok pintu kamar kamu, kamu harus buka yaa...."

Dia hanya menatap gue penuh arti ketika melihat senyum lebar di bibir gue, "Soalnya kalau kamu gak bukain, aku makin sedih."

Gue menyilakan anak rambutnya ke belakang telinga, "Sekarang aja aku sedih banget kamu diemin."

"Bang, aku tuh gak diemin kamu. Aku cuma kesel."

Pada akhirnya dia selalu akan jujur sama gue tentang perasaannya dan itu yang gue suka dari dia. Dia gak pernah bisa menutupi perasaannya dari gue, ini juga berlaku untuk apa yang di pikirannya.

"Tau kok, makanya kesel aja terus sama aku sekarang sampe puas. Tapi entar malem, kamu gak boleh kesel lagi."

Sadar kalau ada yang salah dengan kalimat gue, gue mencoba sedikit meralat, "Entar malem.... Aku bakal bikin kamu gak kesel lagi sama aku."

Jeane masih diam di tempat duduknya, ketika gue bangkit berdiri dan bergegas untuk meninggalkannya.

"Dadahh my eperiting," ucap gue sengaja jamet pake P, karena orang Depok gak bisa ngomong V.

Kalau biasanya cowok suka ngelus pipi, gue malah lebih suka cubit idungnya terus acak-acakin rambutnya --terus gunanya gue selip-selipin anak rambutnya tadi buat apa yak? Kan berantakan lagi karena ulah gue.

Ada jeda beberapa menit, sebelum gue mengintip dari balik pintu untuk melihat punggung yang seperti perkiraan gue, Jean mau pesan makanan.

"Lah mbak Jen, tadi ini udah di pesenin sama mas Jey.... Mie Carbonara satu sama minumnya teh botol Sosro dingin kan?"

"Ahh... Makasih banyak pak Haji," ucapnya sedikit linglung.

Gue menyengir lebar dari balik pintu ketika melihat ekspresi wajah Jean yang gak semurung sebelumnya.

Ya iya, Jen. Secuek-cueknya gue jadi abang, gak ada satu hal pun yang gak aku inget soal kamu.

Ngomong-ngomong panggilan Jean jadi Jen karena banyak yang salah panggil nama dia, contohnya ya kayak pak Haji Samsul barusan. For your information, Jean sebel banget di panggil itu --ya meskipun tetep pasrah gak protes-protes amat bocahnya.

**

Aaleyah Jeane Danuarta/ Jeane
Instagram: Jeaneaaleyah

Awal kalian suka sama seseorang dan akhirnya jadian sama mereka gimana?

Mungkin beda-beda.

Ada yang di mulai dari sahabat, ada yang di mulai dari something people used to call as Love at the first sight, dari benci jadi cinta mungkin juga.

Tapi abang gue?

Masih teringat sangat jelas waktu pertama kali abang gue mengenal apa itu cinta, apa itu perempuan.

Wajahnya babak belur karena habis di pukulin anak sekolah lain dan saat itu SMP Harapan Bangsa Internasional sudah sepi tanpa satupun orang, bahkan satpam-satpam yang biasa berjaga sepertinya sedang berkeliling memeriksa koridor kelas sebelum benar-benar menutup gerbang sekolah.

Disanalah kita, yang hendak pulang sembari menunggu sopir buat jemput kita. Kita di hadang oleh beberapa anak laki-laki yang langsung mengeroyok bang Jey dan sisanya menyeret gue sedikit menjauh dari sana.

Badan gue langsung kaku, pikiran gue langsung kosong, melihat bang Jey yang notabenenya jago berantem aja bisa kalah di keroyok lima anak laki-laki seusianya. Saat itu bang Jey duduk di kelas tiga, sedangkan gue masih duduk di kelas satu. Usia kita berdua terpaut dua tahun.

Gue hanya bisa menangis histeris tanpa suara, entah seberapa kuat usaha gue buat teriak minta tolong dalam tangisan gue, hasilnya nihil. Suara gue tiba-tiba hilang begitu saja, seakan pita suara gue sudah gak berfungsi lagi.

Bang Jey sempat jadian dan pacaran dengan siswi kelas sebelahnya, sama-sama kelas tiga. Bang Jey dengan sembrono menerima pernyataan cinta cewek itu tanpa tahu kalau sebenarnya dia sudah punya pacar dari sekolah lain.

Entah karena polos atau naif, sikapnya yang suka masa bodoh dan gak mau berpikir panjang sebelum bertindak benar-benar membuat gue sesak dan muak.

Kejadian yang mirip seperti itu terus berulang mungkin sampai saat ini, kalau gak tertipu cuma di manfaatin, ya di selingkuhin, atau malah nostalgia reka adegan dia yang di jadikan sebagai selingkuhan para cewek-cewek jalang itu.

Selain itu, gue gak suka lihat bang Jey pacaran karena setiap kali dia punya pacar dia akan jadi manusia paling tolol di dunia. Bucin yang berlebihan, terlalu sering patah hati dan malah dia yang selalu mengalah.

Satu hal lagi yang paling gue gak suka adalah kasih sayang dan cintanya bang Jey terbagi dan terbuang untuk orang yang sama sekali gak penting, sudah cukup bang Jey untuk bunda, gue dan mungkin nanti suatu saat benar-benar ada seseorang yang bisa tulus mencintai dia.

Sampai saat itu tiba, gue gak mau lagi lihat bang Jey frustasi mabuk-mabukan atau babak belur lagi untuk hal sepele seperti ini.

•••HAPPINESS•••

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang