09

56 5 0
                                    

Glenn Junior Adhiatma/ Glenn

"I have been waiting you for a fucking one hour and there you are talking with such a random girls."

Tau banget gue, manusia kerdil ini bakal nyusul ke tongkrongan dan dateng-dateng ngamuk kayak gini.

"Udah, lo kalau mau pulang duluan, pulang aja. Paling entar gue balik sama Bijey," jawab gue sambil mengerutkan kening melihat cara berjalannya yang menghampiri gue penuh emosi.

Tapi yang buat gue mengerutkan kening bukan itu, tetapi benda berwarna hijau yang masih ia genggam dan gunakan.

Entah sadar atau gak, kalau dia dari tadi udah jadi pusat perhatian anak-anak di tongkrongan.

"Seriously?"

Mukanya emang datar, tapi gue tau banget, kalau Deon lagi marah besar sama gue karena udah buat dia nunggu tanpa ngasih dia kabar.

"Jangan ngomel-ngomel dulu, oke? Lagian gue masih ada urusan dulu. Soal kenapa gak kabarin lo, ya itu salah gue. Hp gue mati habis batrey."

Deon membuang nafas jengahnya sedikit kasar, pasti emosinya udah nyulut ke ubun-ubun nih saking keselnya dia sama gue.

"First Jey, and now you. Heck, gue gak paham sama pola pikir emosional kalian berdua yang timbul cuma karena cewek."

"Makanya punya cewek, Njir. Entar lo juga paham sendiri," balas gue sewot.

"Masalahnya lo juga gak punya cewek, Jey juga gak punya cewek. Kalian berdua notabenenya punya masalah rumit karena perempuan yang bahkan gak kalian pacarin. That's so damn stupid," oceh Deon menahan kesal sampai akhirnya dia pergi.

Bukan gitu, Yon.... Ini pekara hati.

Soal perasaan itu gak bisa di paksakan.

Jadi, kalau emang sekiranya belum bener-bener nemu orang yang tepat, buat apa repot-repot bangun komitmen?

Halah, ngomong apa sih gue.

"Oi Sat, hari ini jadi out gak?"

Sat yang di maksud disini itu Bangsat, nama panggilan kesayangan Jey buat si Glenn.

Suara berat Jey membuyarkan lamunan gue dan gue hanya mengangguk sambil menghisap rokok, Jey baru tiba di tongkrongan dan langsung duduk di depan gue dengan seenak jidatnya ngembat rokok gue yang gue taruh di meja untuk dia sulut.

Baru juga belum ada 10 menit si Jey dateng, ada manusia satu lagi yang gak seharusnya ikut duduk nyender di tubuh Jey kayak saat ini.

"Anterin gue beli catokan ayoooo," rengeknya sambil menggoyang-goyangkan kepala Jey dengan menjambak rambutnya.

"Gak bisa ayang, gue masih banyak urusan," jawab Jey yang kemudian diem sembari matanya memutar melirik kita disana --gue dan Revano.

"Wah, hari ini jatah gue jemput mamah ngantor deh. Balik duluan yee," si anjing tiba-tiba kabur.

"Nah, sono deh kalian berdua yang pergi. Nih kunci mobil gue, bawa sono jangan mpe lecet," ujar Jey setelah Revano pergi tadi, ngasih gue kunci mobilnya.

"Yang mana nih yang gak boleh lecet?" goda gue dengan pertanyaan yang bisa memanggil malaikat maut.

"Ya menurut lo aja sih, punya otak kan buat mikir," ketus Jey yang sekarang membuang rokoknya ke lantai dan di matikan menggunakan sepatunya dengan cara di injak.

"Oh, adeknya yang gak boleh lecet? Ashiaaap," jawab gue mengambil kunci mobil dari meja hanya untuk gue lempar sedikit ke udara dan menangkapnya lagi --berlagak jadi cowok keren gitu.

"Bapak lo dajjal, mobil gue juga jangan ampe lecet lah asu," ketus Jey yang gak puas mendengar jawaban gue.

Gue hanya membalasnya dengan ketawa sinis, sedangkan Jeane sudah melotot dan mukanya merah-padam --fix ini dia marah.

Jey ini emang nyawanya ada 9 kalau gue liat-liat, selain suka banget godain adiknya dia juga suka banget nyari perkara pas lagi bareng adeknya.

Kayak saat ini, dia malah asik teng-teng-critt flirting sana-sini sama cabe-cabeannya tongkrongan Trisur --Tri Surya.

Jeane tampangnya udah sepet banget serem, kayak bom waktu yang tinggal nunggu waktunya buat meledak doang.

Tanpa berpikir panjang gue langsung menarik tangan cewek itu untuk pergi, gak tau tadi di suruh nganterin ini cewek kemana. Yang penting gue bisa nunda daftar perang dunia, jumlahnya jadi bertambah dulu aja deh.

Boleh jujur gak?

Kalau sekarang gue lagi jalan tanpa ngelihat jalan. Iya, gue malah asik ngelihatin cewek yang lagi jalan di samping gue ini.

Dia cakep banget, Nyet!

Gue juga gak ngerti ini gue yang berlebihan apa gimana, tapi dia hari ini pakai baju semacam kemeja putih selengan sama celana jeans skinny warna hitam dan sepatu flat warna hitam yang ada tali tipisnya.

Kancing kemejanya di buka sampai kancing kedua, membuat gue bisa melihat jelas kalung emas putih berinisial huruf J yang terlihat sangat cantik menggantung di lehernya yang kecil dan mulus.

Yang biasanya dia pakai baju oversize atau kemeja cuma untuk outer dia aja dan selalu pakai sepatu sneakers, hari ini dia berdandan yang layak sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan.

"Cil...."

"Ha?" jawabnya malas dengan kata 'ha' yang maksudnya 'apa'.

"Cantik amat?"

"Emang," jawabnya ketus dengan kepedean setinggi menara Eiffel.

Terus gak berselang berapa lama kemudian, dia menunjukan gestur jijik.

"Ihh jijik, gak bisa gue ngomong kayak Jey gitu."

Sontak gue langsung ketawa kenceng banget.

Ya, padahal emang cantik.

Dia jarang banget pakai lipstick, kalau ke kampus pun dia cuma pakai liptint sama lipbalm soalnya bibir dia sering kering.

Hafal banget ya gue?

Kayak pacar, padahal mah bukan.

"Ganti dulu aja deh gue, gak enak pakai beginian," ujarnya dengan gesture risih yang agak canggung gitu.

"Eh, jangan...."

Gue langsung menarik tangan dia yang malah membuatnya berhenti di tempat, sambil ngeliatin gue dengan tampang penuh pertanyaan.

"Pakai itu aja sih, lucu," ucap gue yang kemudian melepas genggaman tangan gue dari tangannya.

Karena gue suka liat lo, bagaimana pun penampilan lo.

Walaupun gue cuma bisa bareng lo kayak gini, kalau gue lagi di babuin Jey buat nganterin lo.

**

"Sate kambing lagi?"

Gue sedikit protes karena kita mampir lagi ke warung makan yang kemarin sempet kita datengin, setelah selesai dengan urusan percatokan dan mau nganterin dia pulang ke rumahnya.

"Lah katanya minta di traktir balik?" tanyanya dengan wajah innocent.

"Lo lagi dandan cakep-cakepnya gini, masa kita makannya sate kambing sih? Bau asep lo ntar."

Gue jalan di belakang dia menuju warung makan dari parkiran dengan mengomel.

Langkah dia berhenti, hanya untuk berbalik menghadap gue dengan matanya yang melotot seakan bilang 'bayak bacot lo'. Kemudian dia berjalan cepat meninggalkan gue dan masuk ke warung makan duluan.

•••HAPPINESS•••

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang