04

88 5 1
                                    

Kemarin seharian penuh gue dengan sangat bersusah payah sibuk menghindar dari bang Jey, entah di kampus maupun di rumah.

Sebisa mungkin gue gak keluar kamar kalau gak ada keperluan mendesak, contohnya makan. Meskipun di dalam kamar gue selalu ada simpenan camilan di dalam laci meja nakas gue, tapi ya namanya juga orang Indonesia kalau gak makan nasi mana bisa disebut makan.

Sampai gue bela-belain bawa botol air minum gede dari dapur ke kamar sepaket sama gelasnya supaya gue gak mondar-mandir ke dapur cuma untuk minum.

Sebesar itu pengorbanan gue biar bisa meminimalisir pas-pasan dengan bang Jey di rumah. Untung aja di kamar gue ada kamar mandi, bayangin kalau gue juga harus susah payah nahan pipis sama berak, sumpah gak lucu banget.

Hari ini gue belum keluar kamar sejak pulang dari kampus, piring kotor bekas makan aja belum gue balikin ke dapur.

Pintu kamar gue masih tertutup rapat, iyalah orang gue kunci, siapa juga yang punya nyawa double buat dobrak pintu dan menyerahkan nyawanya ke dalam tangan amukan bunda.

Biasanya gue jarang kunci pintu kamar, malah nyaris hampir gak pernah gue kunci karena gue tipe orang yang susah bangun meskipun bunyi alarm nyaring terdengar di telinga gue berkali-kali. Gue takut bang Jey nyelonong masuk kamar seperti kebiasaan dia, bukannya takut kenapa-kenapa, gue cuma masih kesel campur canggung.

Gue sadar kok, kalau sikap gue ini kekanakan, pasti banyak orang-orang di sekitar bang Jey risih akan sikap gue yang kayak gini. Tapi gue juga gak tahu harus gimana, ini kan naluri seorang adik yang terlalu sayang sama abangnya.

Sekilas gue melirik jam dinding, jam menunjukan pukul 19.00 WIB.

Harusnya bang Jey udah di rumah, karena aturan utama kita berdua harus sudah berada di rumah saat bunda pulang kerja. Meskipun nanti harus pergi keluar lagi bunda tetap kasih ijin, tapi setidaknya luangin waktu dulu buat ketemu satu sama lain di rumah.

Gue terduduk di kasur setelah beberapa jam tidur siang --tidur sore sih orang gue mulai rebahan jam 15.00 WIB tadi. Sebenernya gak bisa disebut tidur juga sih, hanya rebahan dengan mata terpejam aja karena meskipun gue berusaha keras untuk tidur, otak gue masih penuh dengan pikiran-pikiran yang gak penting.

Tok tok tok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tok tok tok

Suara seseorang mengetuk pintu terdengar.

Tok tok tok

"Elsa, will you build a snowman~"

Sekali lagi terdengar suara ketukan diiringi nyanyian kartun Disney versi suara cowok cempreng buta nada.

That boy....

Abizard Jey Danuarta

Mohon banget jangan ilfeel sama bang Jey ya, jamet freak gini dia tetap abang kesayangan gue. Dia ganteng, baik dan banyak duit kok, jadi tolong lupain sisi lain dari dirinya yang sungguh amit-amit jabang bayi ini yahh.

Tanpa banyak pikir gue langsung bangun dan berjalan untuk membuka pintu kamar dengan berat hati.

I still have no idea how to face him right now because this fear keep walking right beside me and that's just annoying.

Tapi Jey adalah Jey.

Sekecewa apapun gue dibuatnya, dia selalu punya cara untuk memperbaikinya.

Sama seperti sekarang, ketika dia berdiri tepat di depan gue dengan kedua tangannya sibuk membawa tumpukan box Yuppy Gummy yang membuat gue hanya bisa menganga lebar.

"Bang.... Lo ngapain?"

"Tadaaahh!"

Dia memamerkan wajah cengengesan khas andalannya, sambil kepalanya sedikit dimiringkan untuk bertatap muka dengan gue karena pandangan kami sedikit terhalang oleh tumpukan box Yuppy yang di bawanya.

Kemudian dia menyelonong masuk sedikit menubruk badan gue, hampir aja gue terhuyung jatuh --brutal banget punya abang. Dia dengan wajah tanpa dosa langsung duduk ngelesot di lantai kamar gue, menaruh asal tumpukan box Yuppy yang dia tenteng tadi.

"Lo sengaja ya, pengen bikin gue batuk terus gigi gue ompong?" ketus gue masih sedikit kesal.

Plukk

"La lo la lo! Dasar manusia tak berbudi, adik zholim pada abangnya bisa kena azab pantatnya pindah ke jidat," cicitnya setelah menyumpal mulut gue dengan Yuppy Gummy.

"Kunyah yang bener, pake gigi bukan mata melotot."

"Ini kalau bunda tahu, aku bisa di blokir dari daftar anak."

"Ya makanya diem-diem bae, jangan di makan pas ada bunda."

"Ya kalau bunda masuk kamar aku juga langsung ketahuan kalik, bang."

"Simpen di kamar aku, biar aku yang kena omel bunda. Kalau pengen makan tinggal kesana, kamar kita hadep-hadepan gak perlu nyebrang lautan jadi gak usah mager."

"Kamu mah sekali royal sama dede gak ngotak banget, abis ngerampok dimana?"

"Selagi tambang tempat mengais rejeki gak di kunci, semua aman terkendali dik."

Sialan, gue langsung paham arah perkataan bang Jey. Iya, kamar bunda, bunda tuh gak tahu teledor atau gimana, tapi bang Jey selalu bisa tahu aja dimana bunda nyimpen duitnya.

Susah yahh tinggal satu atap sama titisan Robin Hood, iya disini gue jadi rakyat fakir yang selalu dapet cipratan hasil jarahannya.

That's how he ended up hugging me so tight, and that's also how we ended up eating Yuppy Gummy together all night long.

Karena selama lo Abizard Jey Danuarta yang bodoh dan gak tau apa-apa selain game.

Selama lo Abizard Jey Danuarta yang akan selalu sayang dan mengerti gue tanpa nuntut apapun.

Selama lo Abizard Jey Danuarta yang bisa bahagiain gue dengan hal-hal gak penting seperti Yuppy malam ini.

Selama lo Abizard Jey Danuarta anak sulung bunda dan abang yang gue kenal.

Gue, Aaleyah Jeane Danuarta akan selalu bisa memaafkan semua kesalahan lo dengan mudah, dan berakhir memberikan pelukan setiap kali kita kembali berdamai atas pertengkaran kita.

"Jangan diemin aku lagi ya, kamu yang paling tau kalau aku paling gak bisa kamu diemin, paling gak bisa jauh dari kamu."

Sekarang kita berdua sama-sama merebahkan badan diatas kasur, dengan gue yang berbantal lengan bang Jey. Menatap langit-langit tanpa ada niatan untuk saling menoleh satu sama lain.

"Tau kok, karena aku tau makanya aku gak buang kamu ke laut biar di makan megalodon."

Tetap saja, jawaban tengil gue selalu memancing huru-hara. Iya, gue bodoh emang, bangunin Singa yang lagi anteng.

Gue sampai meneteskan air mata saking gak kuatnya menahan rasa geli akibat di kelitikin bang Jey, curang banget badan gue di jadiin guling sama badan yang ukurannya dua kali lipat dari badan gue.

Gimana mungkin gue bisa kabur pas mulai di kelitikin, yang ada gue hanya bisa tertawa dalam tangisan dan menyuguhkan gerakan badan gue yang kayak ikan lele keluar dari kolam.

•••HAPPINESS•••

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang