14

37 6 0
                                    

Believe me, gue bawa dia ke hotel berbintang terdekat, terbesit pikiran buat perkosa dia sampai dia menyesal ketika mengingatnya, bermain sepuas yang gue mau.

Gue membaringkannya di atas ranjang dan gue duduk tepat di sampingnya, melihat dengan jelas figurnya yang kini udah tertidur pulas.

Jari-jemari gue bergerak secara naluri merapihkan rambut-rambutnya yang berantakan, lagi-lagi bibirnya menyita perhatian gue dan seakan naluri lebih cepat merespon dari pada kerja otak gue.

Tanpa sadar gue udah mainin bibir dia dengan jari-jemari gue, disusul bibir gue yang turut ke dalam permainan, menikmati kecup demi kecup permainan tunggal.

Anehnya hormon gue yang tadinya ngerasa bosen dan gak mood sekarang rasanya malah jadi menggebu.

Dia sama sekali gak mengelak ataupun menyerang gue, ketika gue memperdalam ciuman, mencumbunya agresif, sedikit menghisap bibir dan lidahnya secara bergantian.

Tapi tiba-tiba gue merasakan pelukan yang cukup erat, apa ini artinya gue dapet ijin?

Shit, i lost.

Otak gue tiba-tiba kosong, sampai gue langsung membuat tubuhnya di bawah kungkungan gue, mencumbu bibirnya lagi, dan ciuman gue turun ke lehernya, kemudian mengarah ke bagian dada.

"Uhh, huhuhuhu."

Dia menangis.

Damn.

Gue bangun dari tubuhnya, hanya untuk pergi supaya gue gak kepikiran buat perkosa dia.

Sebangsat-bangsatnya gue, gue gak bisa nyentuh cewek yang lagi nangis buat gue jadiin bahan pemuas nafsu birahi gue.

Tapi, dia langsung genggam tangan gue yang hendak pergi, gue menoleh melihat dia yang masih terpejam dengan tangisan sesegukan.

Oh, dia belum sadar.

"Jangan pergi...."

Kata itu lagi, gue berusaha melepaskan genggaman tangannya dari tangan gue, tapi hasilnya nihil.

Sampai akhirnya gue pasrah menahan birahi tolol gue, untuk tetap tinggal dan tidur di sebelah dia dengan tangan gue yang masih di genggam dia kenceng banget.

Gue bangun lebih dulu dan tepatnya gue gak tidur semaleman, memandang Seara yang masih tidur dengan posisi yang sama seperti semalam. Lengan gue rasanya udah kayak mati rasa saking gak di lepas-lelas sama dia, semaleman penuh dia tidur dengan bergulingkan lengan gue.

Dia mulai menggeliat sambil pelan-pelan membuka matanya, dia udah bangun dan senyum gue makin lebar lihatin dia.

That damn muka bantal yang terlihat sangat cantik dan menggoda, rambut yang berantakan, baju yang udah kusut, gue nyaris menyesal karena semalem gue mengurungkan niat buat perkosa dia.

Gue masih diem tanpa suara, dan masih membiarkan dia dengan santainya memeluk lengan gue, gue tunggu dia sampai sadar sepenuhnya sama situasinya.

Dia menoleh ke arah gue, wajah kita saling berpandangan, dan matanya langsung terbuka lebar.

"Mowning, ayaaang," sapa gue memamerkan senyum ganteng gue.

Dia diam, mematung tanpa suara dan masih ngelihatin gue beberapa detik sampai akhirnya. 

"Ngapain lo?" tanyanya dengan nada suara yang sangat menyebalkan.

"Tiduran, di kamar hotel yang gue pesen pake duit gue sendiri?"

Gue yakin banget dia kaget, tapi kemudian dia kembali tenang dan sok cool seperti dia yang biasanya.

"Oh, kamar hotel."

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang