BAB 4

139 22 0
                                    

□■□■□■□■□

Tidak ada yang mencurigakan dari riwayat gadis itu, karena dia bersih sepenuhnya gadis penghibur di rumah bordil yang menyatu dengan kelab malam paling bergengsi di Tokyo. Seandainya Gaara tidak mengajaknya pergi ke sana—terutama saat dia tidak tertarik ajakan Gaara—dirinya tidak akan berakhir dengan kegelisahan yang terus menggerogoti hampir seluruh hati dan pikirannya.

Hinata Hyuuga adalah gadis penghibur. Tapi caranya minum teh membuat Naruto terpesona. Dia tidak pernah melihat gadis penghibur berusaha terlihat bertata krama dan tahu soal etiket minum teh. Namun, jika dilihat dari Hirumi ataupun gadis di depannya, keduanya benar-benar kontras dengan kehidupan malam. Bibi dan keponakan yang aneh, tapi nama keluarga mereka sudah pasti menjadi alasan mereka sangat berbeda dari para pengusaha di distrik merah.

"Apa aku boleh tahu mengapa kamu dipanggil Lilith selama ini? Padahal nama aslimu cukup bagus, jarang sekali ada seorang gadis bernama Hinata. Di sekitarku, setidaknya ada tiga orang bernama Hinata, dan itu semua adalah laki-laki. Apa jangan-jangan kamu—"

"Transgender?" bibir Naruto tersenyum tipis. "Aku terlahir sebagai seorang gadis. Kamu tahu dengan cepat siapa aku dan tinggal di mana, mengapa kamu masih meragukan informasi soal jenis kelamin sekarang?"

"Ehm, aku tidak meragukan, hanya sedang menggoda."

"Baru kali ini aku menemukan seorang pria menggoda dengan sangat membosankan," Lilith memutar bola matanya. "Sekarang kamu sudah bisa memberitahu, mengapa aku bisa terdampar di sini?"

"Karena tadi malam."

"Ayolah," seru Lilith, terlihat bosan mendengar alasan itu lagi. "Apa sebelumnya tidak ada satu orang gadis pun yang berhasil mengulum penismu?" wajah Naruto mendadak berkerut. Dia merasa kurang nyaman saat gadis itu terlalu terang-terangan untuk membicarakannya, tapi sejujurnya tidak merasa sedikit pun terganggu karenanya. "Kamu marah karena tidak keluar?"

Naruto lagi-lagi mengamati, cara bicara gadis itu menjadi hiburan yang mendadak terasa mahal.

"Katakan sesuatu padaku!"

"Bagaimana aku harus mengatakannya? Aku hanya tidak pernah merasa seperti tadi malam. Apa kamu percaya, begitu pulang dari sana, aku tidak bisa tidur, dan terus memikirkanmu?" Lilith menelan ludah. "Aku ingin kamu menginap di sini."

"Aku harus tidur denganmu?"

"Mungkin. Atau kamu bisa melakukan sesuatu seperti kemarin malam."

Lilith merasa tercekik mengetahui bahwa dia benar-benar harus melayani pria hidung belang. Tidak hanya itu, dia tinggal di sini, tanpa tahu kapan bisa keluar dari pulau ini. Sejak memasuki pulau antah-berantah, ponselnya tidak mendapatkan sinyal sama sekali. Ia jadi tidak bisa menghubungi bibinya yang mungkin saja menunggu kabar darinya.

"Aku sedang tidak berselera untuk melakukannya sekarang."

"Kalau begitu, kita pergi makan siang?"

Lilith menarik napas. "Keluar dari pulau ini?"

"Tidak, untuk apa? Rumah ini sangat besar dan banyak fasilitas. Sedangkan para juru masak bisa membuat sesuatu yang ingin kamu makan. Apa pun itu," Lilith masih tidak suka mendengarnya. "Di tengah hutan, di tepi pantai, atau di balkon. Kamu bisa memilih makan siang di mana pun kamu suka."

"Tidak di pulau ini!" Lilith berdiri dari duduknya, dia berjalan mendekati pintu, lalu keluar dari ruang tamu. Dia melihat ruangan itu lebih besar dari saat dia menyusuri pertama kali, atau semua itu karena tidak ada satu pun pemandu. Dia jadi merasa takut untuk menyusuri sendirian. Sampai akhirnya ketika dia berbalik, Naruto sudah ada di depannya. "Bagaimana caranya keluar dari sini?"

Naruto menggelengkan kepala. "Ini sudah mau sore, dengan berjalan kaki, bisa saja kamu baru sampai di dermaga pada tengah malam."

"Itu tidak mungkin!"

"Mau mencobanya?" Lilith mundur ke belakang. "Sudah sangat beruntung bagimu bisa keluar dari lika-liku rumah ini. Saat pertama kali aku datang ke sini dan mencari jalan keluar, sesuatu yang mengerikan mengejarku. Apa kamu percaya hantu?"

"Tidak."

"Coba saja kalau begitu," Lilith tidak pernah merasa sangat ketakutan. Dia memiliki jiwa pemberani—begitulah Hirumi menyebutnya. Tidak ada satu pun orang berhak menghalangi jalannya, tapi untuk kali ini, di hadapan pria itu, Lilith merasa ciut. "Bagaimana kalau kita melanjutkan negosiasinya?" bisik pria itu sembari Lilith merasakan tangan dingin pria itu menyentuh pipinya, kemudian jari-jarinya yang besar menyelusup di antara tiap helai rambutnya. "Aku yakin kamu akan senang dengan keuntungannya."

Lilith kembali ditarik masuk ke ruang tamu. Duduk kembali ke kursinya sambil dia menerima sebuah dokumen beberapa lembar. "Kesepakatan?"

"Aku ingin kamu menandatangani surat itu, tapi sebelum melakukannya, harap baca dengan teliti."

Matanya tertuju pada dokumen yang dia pegang. Terbelalak kemudian saat dia melihat sesuatu yang tidak bisa dipercaya. "Apa maksudnya ini?" suara Lilith memekik di tengah sunyinya ruang tamu besar itu, sementara lelaki di depanya masih tenang melihat isi perjanjian yang dibuatnya sebagai seorang pemohon—si 'pemohon' itu sedang meminta gadis di depannya menjadi mayat yang bisa disetubuhi olehnya kapan pun. "Kamu berniat membunuhku?"

"Tidak, aku hanya ingin kamu minum obat tidur setiap kali kita bercinta."

"Apa kamu tidak tahu bahaya obat tidur jika dikonsumsi terus-menerus?"

Naruto meletakkan dokumennya. Dia melihat Lilith dengan tatapan mengambang, seolah dia ingin memberitahu gadis itu, bahwa dia tahu semua efek obat termasuk obat tidur. Tapi dia harus melakukan ini karena fantasi itu semakin berkembang seiring Lilith memenuhi isi pikirannya. Dia tidak ingin melakukannya dengan wanita lain. Dia hanya ingin melakukannya bersama Lilith, yang berhasil membuatnya merasa puas hanya karena gadis itu mengulum penisnya.

"Apa selama ini kamu tidur dengan banyak mayat?"

"Tidak pernah."

"Pembohong! Kamu seorang kriminal!" bentak Lilith. "Ini lebih mengerikan dari para pria hidung belang yang suka menyentuh bokong perempuan di kereta!" tapi si pemohon yang hanya tersenyum itu duduk tenang di kursinya. "Tempat ini pasti penuh mayat yang kamu formalin, dan kamu setubuhi mereka setiap malam. Aku yakin seperti itu!"

"Fantasimu jauh lebih berkembang daripada yang kuduga."

Lilith menarik napas, berusaha tenang agar dia tidak terus berteriak. Tapi demi bintang-bintang di langit, dia masih belum bisa meredakan kemarahannya hanya karena dia bertemu seorang nekrofilia di sini, dan seseorang dengan kelainan semacam itu benar-benar ada di dunia ini.

"Siapa saja yang tahu, jika kamu adalah seorang nekrofilia?"

"Apakah itu penting?"

"Tentu saja," Lilith berseru dengan cemas.

"Apa kamu ingin mengaku kepada media bahwa Naruto Uzumaki memiliki fetis aneh?" Lilith tertohok, meskipun bukan itu tujuan sebenarnya. Namun jika dia bisa kaya dengan informasi tersebut, mengapa tidak? "Aku bisa membeli informasi apa saja yang aku mau, termasuk yang satu itu." Lilith kehabisan kata-kata. "Sejujurnya, aku tidak pernah tidur dengan mayat, karena tubuh mereka yang dingin. Aku biasa menyewa seorang pelacur yang dapat bernegosiasi secara tidak langsung denganku. Aku akan datang begitu dia pingsan, tapi pergi sebelum dia bangun."

□■□■□■□■□

BERSAMBUNG

OVER MISTAKES ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang