□■□■□■□■□
Bukan lagi sulit untuk menolak, Lilith merasa dia tidak cukup berani untuk melakukan apa yang biasa dia lakukan ketika ada lelaki memaksakan sesuatu kepadanya. Dalam aura yang tajam dan dingin, Naruto Uzumaki berbeda dari kebanyakan laki-laki yang ditemuinya selama ini. Kegelapan menyelimuti laki-laki itu lebih mengerikan; jauh dari bayangannya sebagai laki-laki kaya yang selalu memiliki segala yang mereka inginkan, terutama tentang seorang wanita dan sejenis simpanan.
Dalam perjalanan yang amat panjang menuju ke suatu tempat yang lagi-lagi tidak diketahuinya—yang membedakannya kali ini dia pergi bersama Naruto secara langsung, menjadi pemandu, dan mendengar cerita mengenai para submissive yang memuaskan hasrat terpendamnya soal mayat, dan walaupun begitu, Lilith masih tidak yakin bahwa dia perlu melemparkan semua pertanyaan yang terasa mengganjal di dalam kepala; dia masih duduk dengan tenang sambil kedua tangannya sibuk mengepang rambut panjangnya menjadi dua bagian, sedangkan pria yang duduk bersamanya hanya mengamati, dan membiarkannya melakukan apa yang disukainya selama perjalanan.
Selama ini para submissive tak pernah tahu dengan siapa mereka berhubungan atau dengan siapa mereka selama ini bekerja sama. Naruto hanya memiliki setidaknya submissive empat orang, dan privasi tentangnya dijaga ketat. Perempuan-perempuan itu merasa mereka tidak sedang bercinta. Naruto mengatakan pada Lilith, kalau dia tidak pernah puas dengan mereka, dan hampir tidak pernah merasa keluar. Selain seorang nekrofilia, dia mengganggap bahwa dirinya mungkin saja punya kelainan seksual lain yang masih perlu dicari tahu.
"Aku bukan pria yang masuk dalam golongan hiperseksual, tetapi kenyataannya, aku memang tidak pernah merasakan sesuatu dalam hubungan itu. Saat malam ketika mereka terlelap di kamar hotel, mereka sudah tidur dengan tenang. Aku menyentuh mereka dan mencoba untuk tidur dengan mereka. Namun semua kenikmatan itu berhenti di bawah perut; tidak ada yang bisa aku lakukan selain merangkak meninggalkan mereka."
"Lalu denganku?" dia mengamati gadis di sampingnya, yang sudah berhasil dengan mengepang dua bagian rambutnya. "Kamu merasakan sesuatu padaku? Mengapa kamu tidak mencoba bertransaksi seperti yang sering kamu lakukan? Kamu bertemu denganku dan sekarang kamu melakukan negosiasi padaku. Itu berarti, aku adalah satu-satunya submissive yang mengenalmu."
"Apa kamu sedikit merasa bangga sekarang?"
"Tidak, tentu saja. Untuk apa?" Lilith tidak merasa bangga pada apa pun tentang pekerjaannya. Sejak awal dia tidak berniat menjadi pelacur. Dia hanya suka mempermainkan seorang pria, dan tidak berniat meniduri mereka. Selama ini, seputar kehidupan malamnya adalah berjoget dengan telanjang dada, lalu mabuk, dan marah-marah sesukanya. Kalaupun ada pria yang ingin berkencan dengannya, dia akan memberikan tarif sebatas makan malam bersama, lalu berbagi ciuman. Orang akan menganggap itu hal tidak masuk akal, tapi kenyataannya dia memang masih gadis perawan.
"Apa kita bisa menentukan harinya?" tanyanya pada Lilith yang langsung mengalihkan tatapan. "Kamu sudah menandatangani perjanjian itu. Berdoalah, semoga hanya hari itu aku merasa bisa terangsang—menganggap jika kamu seperti wanita lainnya yang tidak membuatku bergairah sampai ke puncak. Dengan begitu, tidak ada alasan bagiku untuk mengejarmu dan menagih janji soal negosiasi tersebut. Bagaimana, Hinata?"
"Jangan panggil nama kecilku!"
"Aku suka memanggilmu dengan Hinata daripada Lilith."
Jika seseorang memanggilnya dengan nama kecil, itu terdengar dia masih di sekeliling orang gila yang ada di Hyuuga. Sebenarnya, ayah dan ibunya bukan jenis orangtua yang ketat dalam mendidik anak-anaknya, hanya saja mereka mudah terpengaruh oleh nasihat orang di sekitarnya. Pasangan tersebut tidak punya pendirian tetap untuk mendidik anak-anak mereka. Puncak kebenciannya bermula, saat adiknya lahir, dan sering kali membandingkan bahwa keduanya sangat berbeda. Hiashi Hyuuga pria pendiam, Lilith yakin bahwa ayahnya bukan orang yang akan mudah menampar pipi putrinya, tapi ketegangan di antara mereka membuat pria itu benar-benar melewati batasnya.
"Kamu kelihatan sekali membenci namamu."
"Aku tidak membencinya, hanya tidak nyaman seseorang memanggil nama kecilku."
Naruto tidak bersuara lagi, sampai pada akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan dalam perjalanan panjang yang melelahkan, pada sore hari yang dingin itu, terdapat landasan helikopter yang membuat Lilith mengangkat alis. "Kita akan pergi ke mana? Jangan bilang kita akan menggunakan itu untuk pergi ke suatu tempat!"
"Kamu tinggal pilih, mau naik helikopter atau menggunakan kapal feri yang jauh lebih memakan banyak waktu."
"Apa?" Lilith melihat sekeliling yang dipenuhi oleh alang-alang kering. Sepertinya benar, dia berada di sekitar Jogashima Park, saat ponselnya mendeteksi keberadaannya melalui aplikasi cuaca. Angin dari laut sore itu terasa dingin, sementara mantel tebal tiba-tiba mendarat untuk menutupi tubuhnya yang mungil; lagi-lagi hanya mengenakan kaus ketat dan jeans berjenis ripped pendek, kaki jenjangnya terlihat memerah karena udara dingin.
"Kamu sempat membayangkan kita bisa makan romantis di salah satu restoran mewah Tokyo?" Lilith tidak mengira bahwa dia mudah ditebak, tidak menyangka bahwa lagi-lagi dia harus memilih untuk pergi ke suatu pulau pribadi yang tidak berpenghuni kecuali para pelayan, dan itu terasa mengerikan. "Kita pindah pulau yang lebih besar."
"Ada berapa pulau yang sebenarnya kamu miliki?"
"Tidak banyak," Lilith terlihat jauh lebih lelah mendengarnya. "Akan aku sebutkan hanya untukmu," kata Naruto. "Pulau utama dekat dengan Taipe, di mana keluargaku tinggal—kamu sudah ke sana kemarin, bangunan rococo tersebut berdiri setidaknya 250 tahun, dan kami memiliki pemakaman pribadi hanya untuk keluarga Uzumaki. Tempat tinggal serta halaman seluas dua hektare, tetapi dulu, pulau itu sangat besar sementara kini hanya lima belas ribu hektare luas keseluruhan, tahun ke tahun air laut mengikis sedikit demi sedikit wilayah kami, dan mungkin saja suatu hari tempat itu akan lenyap."
"Maksudmu, suatu hari pulau itu akan menghilang?"
"Benar, pulau itu akan menghilang—kami semua akan berada di dasar laut yang dalam."
"Lalu, di mana pulau yang lebih besar?"
"Cukup jauh, berada di laut Filipina," Lilith sungguh tidak memahaminya. Sampai kapan pria ini akan menunjukkan kegilaan seperti ini. Lilith kira, sudah cukup kemarin pria itu berlagak memamerkan kekayaan yang dimilikinya, tapi belum cukup hanya itu, pria ini akan membawanya lebih jauh ke suatu tempat yang mungkin tidak akan bisa membuatnya dengan mudah kabur.
"Demi Tuhan! Aku ingin merevisi surat perjanjiannya, atau kamu tidak mendapatkan apa yang kamu mau, Naruto!" kaki Lilith melangkah mundur, sedangkan Naruto hanya mengamati di tempatnya semula. "Aku tidak suka dengan pulau pribadi dan sejenisnya. Aku ingin tetap melakukannya di Tokyo."
"Oh, baiklah, Sayang, sepertinya ada kesalahpahaman di sini."
"Apa lagi sekarang?"
Naruto tertawa sambil langkahnya mendekati Lilith. "Kita akan pergi ke Pulau Oshima, di sana sedang diselenggarakan pesta amal, bibimu dan Gaara berada di sana juga, jangan khawatir."
"Lantas, kenapa kita berada di sini?"
"Perjalanan jauh akan membuat kita semakin dekat."
□■□■□■□■□
BERSAMBUNG

KAMU SEDANG MEMBACA
OVER MISTAKES ✔
FanfictionNaruto tidak dikenal sebagai orang kaya pada awalnya. Dia anak jalanan yang kehilangan ingatan karena trauma semasa kecil, sebelum akhirnya dia diadopsi oleh keluarga Uzumaki. Masa lalu penuh trauma itu menciptakan pribadi yang tidak percaya pada si...